Perjalanan ke Thailand – 2(habis) : Bertemu dengan Pertapa Hutan, Dharma Wacana dan Anugrah
Thailand, (Metrobali.com)
Bhikku-bhikku pertapa banyak sekali pada hutan-hutan di Thailand. Mereka biasanya bertapa di hutan dekat desa-desa untuk mempermudah mendapatkan makanan. Bhikku bertapa untuk mencapai kesuksesan, bukan untuk mencari kematian. Karena itu, mereka selalu memperhitungkan tempat-tempat bertapa, yaitu sekitar desa-desa di tepi hutan. Warga desa-desa ini biasanya mempersembahkan makanan kepada para bhikku tersebut, sebab secara tradisi mempersembahkan makanan kepada bhiku memiliki pahala besar.
Jika warga desa melihat bhikku sedang melakukan tapa di hutan maka mereka akan datang membawakan makanan. Saat ini, mereka sampai menggunakan sepeda motor masuk hutan untuk mempersembahkan makanan. Bertemu bhikku yang bertapa merupakan berkah bagi warga setempat. Bhiku biasanya memberikan wejangan dan berkat kepada warga desa. Warga desa sangat senang mendengarkan wejangan bhiku dan mendapatkan berkah dari bhiku-bhiku ini.
Pada suatu tempat di Hutan Bukit Pu Wiang, tiba-tiba warga ramai berkunjung. Bhikku muda yang memelihara wihara kecil tersebut memanggil-manggil. Rupanya, bhikku pertapa telah datang. Bhiku ini dikerumuni warga, dengan berbagai persembahan. Bhikku tersebut kemudian memberikan wejangan. Setelah memberikan wejangan, bhikku tersebut memberikan berkat. Warga satu persatu maju ke depan bhikku untuk memohon berkah atas masalah-masalahnya. Mereka gembira karena mendapatkan berbagai berkah, mulai dari keberuntungan, kesuksesan dan sejenisnya.
Bhikku lainnya ada yang tinggal di pondok tepi hutan. Dia menjadi pelatih meditasi bagi mahasiswa-mahasiswa MBUIC yang datang ke pondoknya setiap tahun sekali. Bhikku yang mengaku bernama Sutiro ini menerima rombongan dengan baik. Dia memperkenalkan pondoknya yang terbuat dari kayu. Dia mengundang siapa saja untuk belajar dan berlatih meditasi di tempatnya. Ia akan memberikan pondoknya untuk tempat tinggal.
Pondok-pondok tempat bermeditasi tersebut disebut Kuti. Pondok yang disebut Kuti ini memiliki fasilitas MCK yang sederhana sehingga orang-orang yang belajar meditasi bisa nyaman berada di lokasi tersebut. Kuti ini digunakan beristirahat pada malam hari. Pada pagi hari, mereka beraktivitas untuk melakukan meditasi. Siang hari, mereka berdiskusi dan bertukar pengalaman dengan para bhikku.
Meditasi biasanya dilakukan pada alam bebas. Orang-orang yang belajar meditasi diberikan kelambu penutup, untuk mengatasi gangguan nyamuk di tengah hutan. Kelambu ini juga membentengi diri dari gangguan binatang-binatang lainnya, sehingga nyaman bermeditasi. Meditasi memerlukan kenyamanan agar bisa tenang, kecuali bagi bhikku yang sudah senior. Mereka bisa bermeditasi tanpa kelambu-kelambu tersebut, tetapi bagi pemula tetap menggunakan kelambu.
Oleh karena itu, Bhikku Sutiro menyatakan tak perlu khawatir untuk mengikuti latihan meditasi. Dia menjelaskan, binatang-binatang buas di hutan tersebut adalah harimau kecil dan ular kobra, tetapi dia berkeyakinan mereka tidak akan mengganggu manusia, apalagi manusia yang bertapa. Orang-orang yang melakukan meditasi akan memunculkan sifat olas asih. Sifat-sifat ini akan membuat binatang-binatang tersebut tidak mengganggu orang-orang yang bertapa. “Jangan khawatir, selama ini tidak ada orang yang bertapa diganggu,” ujarnya.
Dia menceritakan ada dua orang dari Amerika yang melakukan meditasi di hutan tersebut. Pada awalnya dia berlatih seperti pemula. Kemudian dia memasuki hutan semakin dalam. Semakin lama semakin merasakan ketenangan sehingga betah berlama-lama ke hutan. Warga kemudian melihatnya jatuh ke sebuah air terjun. Warga sudah khawatir bahwa mereka akan meninggal, tetapi kemudian ternyata mereka muncul lagi dalam keadaan selamat. Karena itu, mereka yang melakukan meditasi akan bersahabat dengan alam, sehingga tak perlu takut. Alam beserta isinya adalah sahabat manusia. (RED-MB)