Denpasar, (Metrobali.com)-

Siloam Hospitals Bali kembali mengingatkan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap epilepsi dan menekankan perlunya menghindari stigma negatif terhadap penderitanya dalam rangka memperingati Purple Day atau Hari Epilepsi Internasional pada 26 Maret 2024.

dr. I Gusti Ayu Made Riantarini, Sp.N., menekankan pentingnya pemahaman luas terhadap epilepsi, yang dapat mendorong keluarga penderita untuk lebih terbuka terhadap penanganan yang tepat.

“Hal ini penting agar keluarga penderita dapat memberikan dukungan yang lebih baik dan sesuai untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,” tutur dr. Gusti Ayu Made Riantarini, Sp.N., yang aktif menangani pasien epilepsi di RSU Siloam Bali, pada acara temu media se-Bali, 26 Maret 2024.

Purple Day merupakan bagian dari kampanye internasional yang dimulai sejak 26 Maret 2008 di Kanada dan telah diikuti oleh 85 negara, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap epilepsi.

Selain itu, dalam acara tersebut juga disampaikan edukasi untuk menghindari mitos dan stigma negatif terhadap epilepsi, serta memberikan manfaat bagi komunitas dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Epilepsi adalah gangguan di mana aktivitas sel saraf di otak terganggu, menyebabkan munculnya kejang. Faktor risiko termasuk kelainan genetik, cedera otak, usia, kejang demam, dan tumor otak. Di dunia, terdapat sekitar 65 juta penderita epilepsi, dengan 1 dari 100 orang di Indonesia mengalami epilepsi setiap tahun.

Data kunjungan pasien epilepsi di Siloam Hospitals Bali dari 2018 hingga 2023 menunjukkan peningkatan jumlah kunjungan dari 442 pasien pada tahun 2018 menjadi 3.510 penanganan dan kunjungan pada tahun 2023.

Penanganan awal epilepsi meliputi pemeriksaan EEG dan MRI untuk menilai anatomi otak dan menyingkirkan kelainan otak lain sebagai penyebab epilepsi. Pengobatan umumnya melalui pemberian obat anti-kejang yang diminum sesuai jenis kejang dan kondisi pasien.

Siloam Hospitals Bali juga menawarkan metode penanganan epilepsi yang lebih canggih, seperti terapi VNS (stimulasi saraf vagus) dan DBS (stimulasi otak dalam), serta pembedahan untuk mengendalikan kejang dengan melihat gangguan pusat titik lokasi kelistrikan di otak pasien.

Kisah kesembuhan dua pasien epilepsi, Ni Kadek Purudiasmi dan Ni Kadek Selviana Dewi, menjadi inspirasi. Mereka berhasil sembuh setelah menjalani perawatan dan operasi di Siloam Hospitals Bali, dengan biaya terjangkau melalui BPJS.

“Kami berterimakasih kepada RS Siloam yang telah membantu kami dan mewujudkan kesembuhan anak kami. Kami berharap RS Siloam tetap menjadi rumah sakit yang membantu masyarakat dengan biaya yang terjangkau,” ungkap Ni Ketut Murniasih, ibu dari Ni Kadek Purudiasmi.

Senada dengan Ni Ketut Murniasih, ayah pasien Ni Kadek Selviana Dewi (15) bersyukur bisa melakukan operasi epilepsi untuk anaknya.

“Jadwal operasi anak saya di RS.siloam tgl 8/8/23 setelah dari operasi sudah 7 bulan lebih, astungkara sampai saat ini kejangnya tidak pernah kumat lagi, tingkat emosinya juga sudah stabil, lebih pengertian sekarang dan anak saya sekarang ini juga sudah mulai penurunan dosis obat, itu dari 6 macam jadi 3,” katanya dihubungi Kamis 28 Maret 2024.

Ia pun sangat mengapreasi atas pelayanan yang diberikan RS Siloam.

“Ya RS ini tidak membedakan pasien yang umum atau memakai BPJS,” tandasnya.

Jana Putra menceritakan bahwa dahulu dirinya tidak menggunakan BPJS.

“Dulu kita pakai umum periksa dari umur anak saya 3 bulan, karena dokter yang menangani merasa kasihan banyak bayarnya, disuruh buat BPJS dan sampai sekarang kita tetap memakainya setiap kontrol,” jelasnya.

Mendapat informasi dan rujukan untuk ke RS Siloam dari RSJ Bangli, Jana Putra langsung mengiyakan.

“Anak saya tidak bisa sembuh dengan obat, ditawarilah kita dengan jalan operasi seketika itu saya bilang setuju,” katanya karena dirinya sudah pasrah berobat hampir.

“Hampir ke seluruh rumah sakit yang ada di Bali kami coba,” ungkapnya. Ia berpesan kepada para orang tua yang mengalami peristiwa seperti dirinya agar tetap semangat dan jangan menyerah. (Tri Prasetiyo)