Foto: Peresmian Monumen Patung Raja Karangasem ke-14, Balai Lunjuk, dan Museum Asta Gangga pada Minggu, 15 Desember 2024.

Karangasem (Metrobali.com)-

Hari cerah di Taman Tirta Gangga, Kabupaten Karangasem, menjadi saksi peristiwa bersejarah pada Minggu, 15 Desember 2024. Di tengah keindahan alam dan suasana sakral, Puri Agung Karangasem dan Badan Pengelola Taman Tirta Gangga melaksanakan rangkaian upacara Mlaspas, Rsi Gana, dan Pasupati. Peristiwa ini menandai peresmian Monumen Patung Raja Karangasem ke-14, Balai Lunjuk, dan Museum Asta Gangga.

Momen puncak terjadi saat penutup prasasti dibuka dan pita dipotong di depan Museum Asta Gangga. Undangan istimewa hadir dari berbagai penjuru: perwakilan puri se-Bali, Kesunanan Solo, pejabat pariwisata, tokoh budaya, hingga masyarakat setempat. Sebelum memasuki museum, dua pusaka keris dari Kesunanan Solo diserahkan, simbol eratnya kekerabatan antara Kerajaan Karangasem dan Kesunanan Solo yang telah terjalin selama berabad-abad.

Pada momen sakral dan penuh taksu itu, Manggala Puri Agung Karangasem, Anak Agung Bagus Partha Wijaya mendampingi langsung keturunan ke-3 dari Pakubuwono X yang menyaksikan panugerahan keris tersebut. Anak Agung Bagus Partha Wijaya menyebutkan penyerahan 2 buah Keris Pusaka sebagai kebangkitan kembali untuk mengenang ikatan kekerabatan Kerajaan Karangasem dengan Kesunanan Solo yang telah terjalin sangat erat penuh rasa persaudaraan, sehingga sampai sekarang ikatan kekerabatan berjalan tetap abadi.

“Penyerahan keris ini adalah simbol kebangkitan hubungan kekeluargaan yang abadi,” ujar Anak Agung Bagus Partha Wijaya, Manggala Puri Agung Karangasem, yang mendampingi keturunan ketiga Pakubuwono X dalam prosesi ini. Ia menegaskan bahwa ikatan sejarah ini adalah bukti persaudaraan lintas generasi.

Museum Asta Gangga, didirikan di atas tanah yang penuh sejarah, memuat artefak dan cerita tentang Raja Karangasem terakhir, Ida Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem, yang membangun Taman Tirta Gangga pada tahun 1948. Bangunan museum yang berbentuk segi delapan, menyerupai arsitektur Pagoda, menjadi pusat perhatian. Nama “Asta Gangga” sendiri bermakna delapan sudut, mencerminkan desain unik yang terinspirasi dari Taman Ujung.

“Hari ini, kami meresmikan Patung Ida Bethara dan juga Museum Asta Gangga yang kami buat disini untuk melestarikan  peninggalan Raja Karangasem yang masih bisa kita lestarikan. Untuk itu, kami bacakan Riwayat Beliau,” jelas Partha Wijaya

Selesai acara di ruangan Museum, semua uleman atau tamu undangan diarahkan naik ke Balai Lunjuk untuk menyaksikan Upacara Pasupati Patung Ida Batara Raja Karangasem oleh Ida Pedanda Gede Putra Tamu dan Ida Pedanda Gede Putra Datah.

Komunitas Pecinta Keris Bali turut ambil bagian dalam prosesi sakral ini. Mereka berdiri mengelilingi patung, menjaga aura sakralnya sebelum membuka penutup patung sang raja. Upacara Pasupati, dipimpin oleh Ida Pedanda, menjadi penutup yang megah, memohon restu ilahi agar bangunan ini memberikan berkah bagi semua.

“Dalam acara ini, Komunitas Pecinta Keris Bali wilayah Karangasem bertugas berdiri di depan 8 sudut tempat Patung Raja Karangasem, yang kemudian naik di sebelah Patung Raja untuk membuka penutup Patung Ida Bethara Raja Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem,” kata Partha Wijaya.

Menurut Ketua Badan Pengelola Taman Tirta Gangga, Anak Agung Made Kosalia, museum ini bertujuan melestarikan sejarah dan memberikan edukasi bagi generasi mendatang. “Museum ini adalah bentuk penghormatan kepada leluhur. Kami ingin menjadikannya daya tarik wisata sekaligus pusat pengetahuan budaya dan sejarah,” ungkapnya.

Tak hanya itu, pembangunan Museum juga untuk melestarikan semua peninggalan dari Raja Karangasem agar bisa disaksikan dan dilihat oleh semua masyarakat luas. “Itu ada unsur edukasi sama seperti di tempat-tempat lainnya, bahwa Museum itu berfungsi sebagai sumber edukasi. Disini kebetulan kami dari Puri Agung Karangasem, mungkin ini  baru pertama kali diantara puri-puri yang lain,” paparnya.

Bahkan, Puri Agung Karangasem dianggap sebagai pioneer, dalam hal memberikan penghargaan kepada leluhur dengan membuat Patung Raja Karangasem ke-14 yang dipasupati. “Kita bangkitkan sebagai sebuah apresiasi kepada leluhur,” ungkapnya.

Terkait arsitektur bangunan bernuansa Pagoda, Agung Kosalia menyebutkan arsitektur bangunan yang menjulang tinggi dengan beratapkan segi delapan. Hal tersebut dikarenakan pihaknya mencontoh bangunan yang berada di Taman Ujung Karangasem, sehingga namanya disesuaikan dengan bentuknya disebut Asta Gangga artinya sebuah bangunan bersegi delapan yang berada di Taman Tirta Gangga.

“Sama disana juga ada Bale Lunjuk namanya. Itu bentuknya bersegi delapan. Jadi, Museum yang kami dirikan disini itu namanya Museum Asta Gangga,” urainya.

Kemudian, lanjutnya Patung Raja Karangasem itu mengandung filosofi yang mendalam, karena posisinya ditempatkan dengan menghadap ke Timur Laut, lantaran Raja Karangasem adalah seorang spiritual tinggi. Selain itu, Raja Karangasem menghadap ke Timur Laut, karena disana ada Pura Bukit yang dibangun oleh leluhurnya sebagai sumber memusatkan pikiran, dengan memohon anugerah.

Bahkan, lanjutnya di posisi itu  juga berada Pura Lempuyang. Dari sana, Raja Karangasem menghadap ke Timur memohon semua anugerah itu dari Hyang Atas atau Dewa-Dewa berstana di Pura Lempuyang dengan fokus ke air mancur bertumpang 11 menuju posisi tertinggi.

“Posisi Raja Karangasem menghadap kesana, dimana Raja itu akan selalu melihat kepada bentuk air mancur yang tingginya bertumpang 11. Jadi, tumpang tertinggi dipandang oleh Beliau selalu memusatkan pikiran kesana, bagaimana caranya seseorang mencapai puncak kerohanian yang tertinggi paling suci,” terang Agung Kosalia.

Sementara itu pelaksanaan upacara Mlaspas, Rsi Gana, dan Pasupati ini, bertujuan untuk memohon anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, agar semua bangunan yang selesai dibangun kedepan bisa membuat sesuatu situasi yang lebih baik, seperti bangunan Museum Bale Lunjuk dan Art Shop.

“Kami membangun Museum Bale Lunjuk juga ada peresmian Patung Gajah dan membuat Art Shop disini, tujuan kami dari Badan Pengelola adalah kedepannya bisa menjadi sebuah Daya Tarik Wisata Taman Tirta Gangga,” kata Agung Kosalia.

Museum Asta Gangga bukan sekadar tempat menyimpan benda bersejarah. Ia adalah jendela masa lalu, cermin kebijaksanaan leluhur, dan penjaga nilai-nilai budaya. Dengan peresmian ini, Puri Agung Karangasem tak hanya menjaga warisan, tetapi juga membangkitkan semangat generasi kini untuk menghormati dan belajar dari sejarah. Di sinilah, masa lalu hidup untuk masa depan. (wid)