Oleh : Ni Komang Pebriyanti

 

Sejarah bangsa kita telah mencatat berbagai kisah perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan kesetaraan gender. Sebuah kisah yang sangat menginspirasi bagi kaum muda bangsa Indonesia adalah kisah Raden Ajeng Kartini.

Beliau terlahir sebagai putri dari seorang bupati Jepara yang hidup dalam pakemnya tatanan adat yang membelenggu dan membenarkan pembatasan ruang gerak bagi kaum perempuan. Berada dalam lingkungan yang memandang perempuan berpendidikan dan berwawasan luas sebagai gadis berpikiran liar, tidak menyurutkan semangat R. A. Kartini untuk mendapatkan haknya sebagai seorang individu yang merdeka. Buku-buku yang dibaca selama masa pingitan menjadikan beliau memiliki pemikiran modern dan terbuka. Keberanian beliau untuk mengekspresikan diri melalui pemikiran-pemikiran berdasar menjadi kekuatan besar yang mampu memengaruhi dan menggugah semangat kaum perempuan pada masa itu untuk mendapatkan keadilan. Ditengah tuntutan adat yang begitu mengikat dan tidak memberikan ruang untuk perempuan berekspresi dan berelasi, ibu kita Kartini mampu mengekspresikan diri dan membangun relasi dengan beberapa teman di negara lain. Hingga akhirnya perjuangan beliau berbuah manis dan dapat dirasakan oleh perempuan masa kini.

 

Perempuan dan Kesetaraan Gender Masa Kini

Perempuan saat ini sudah disuguhi berbagai ruang kebebasan untuk dapat mengekpresikan diri setara dengan laki-laki. Tujuannya tidak bukan dan tidak lain adalah untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kualitas kaum perempuan. Tentunya hal tersebut dapat terwujud dengan adanya kemauan dan tindakan dari kaum perempuan untuk menjadikan dirinya dapat didengarkan, dihargai dan diposisikan setara dengan laki-laki. Kapasitas, kapabilitas dan kualitas yang telah dimiliki kaum perempuan akan menjadi modal dalam bermimpi dan mengambil keputusan untuk mewujudkannya. Perempuan yang berani menantang diri untuk mewujudkan impian akan menjadi perempuan yang mandiri, tegar dan cerdas. Sepanjang perjalanan mewujudkan mimpi, akan banyak dengungan stigma-stigma kelemahan dan kekuatan antar gender yang didengarkan oleh kaum perempuan. Khususnya dalam konteks kekuatan fisik. Masih banyak perempuan merasa berada dibawah rata-rata kaum laki-laki, namun jika diyakini sejatinya semangat dan ketelatenan dari kaum perempuan dapat menyetarainya.

Cara pandang dan kebiasaan yang terbangun dari lingkungan terdekat tentang kesetaraan gender akan memberikan pengaruh terhadap cara perempuan memandang dan memposisikan dirinya. Lingkungan terdekat seperti pasangan dan keluarga seyogianya memandang perempuan dan laki-laki setara dalam berbagai aspek baik itu pendidikan, sosial dan lain-lain. Pendidikan bagaikan pintu gerbang menuju sebuah destinasi yang disebut keberhasilan berkualitas. Stigma yang memandang pendidikan bukan hal yang penting bagi kaum perempuan harus dihilangkan dari masyarakat karena apapun pekerjaan yang dipilih oleh perempuan tetaplah memerlukan cara pandang yang dimatangkan oleh pendidikan. Perempuan yang memutuskan berkarir di rumah dan/atau diluar rumah sangat memerlukan pendidikan untuk menopang kualitas karirnya sebagai ibu rumah tangga dan/atau pekerja. Dari aspek sosial perempuan masih sering dipandang sebagai individu yang memilki kodrat untuk mengerjakan pekerjaan domestik, padahal sejatinya kodrat perempuan itu hanya 4 (empat) yaitu menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Sehingga pekerjaan rumah adalah tugas dan tanggung jawab bersama dari perempuan dan laki-laki yang diselesaikan dengan cara berkolaborasi.

 

Perspektif yang menganggap perempuan sebagai the second sex harus dihapuskan dalam lingkungan kerja, organisasi dan masyarakat. Berbekal pendidikan yang setara dengan laki-laki sudah menjadi hak perempuan untuk memperoleh kesempatan bekerja, dipromosi secara jabatan dan memimpin sama dengan laki-laki ketika berada dalam lingkungan kerja. Sebagai individu yang memiliki kodrat seperti yang telah disebutkan di atas, perempuan memiliki tantangan tersendiri dalam menjalaninya. Hal yang paling dibutuhkan perempuan dalam menghadapi tantangan tersebut saat bekerja adalah permakluman bagi perempuan yang sedang mengalami dismenore ketika mentruasi dan disediakannya ruangan laktasi bagi ibu muda di tempat kerja. Gender equality vibe tidak hanya harus dibangun di tempat kerja tetapi juga di lingkungan organisasi guna memudahkan perempuan dan laki-laki berkolaborasi untuk mencapai tujuan organisasi. Begitu pula kesempatan memimpin dalam suatu organisasi adalah hak semua anggota yang tidak boleh didominasi oleh salah satu gender baik laki-laki ataupun perempuan.

 

Mewujudkan Keadilan Gender Melalui Produk Hukum

Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan, namun hingga saat ini tidak kunjung mengesahkan Undang-Undang yang melidungi hak-hak kaum perempuan. Dalam UUD 1945 Bab 10A disebutkan bahwa setiap orang (perempuan dan laki-laki) berhak atas kehidupan dan kemerdekaan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Prinsip persamaan substantif  dari Convention on the Elemination of all Form Discrimination Againt Women( Konvensi CEDAW) juga mengakui adanya perbedaan situasi hidup perempuan dan laki-laki, dimana perempuan dapat dan lebih rentan mengalami diskriminasi yang sering dijustifikasi melalui perbedaan kebutuhan dibandingkan laki-laki, dengan menggunakan tolak ukur kaum laki-laki. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan), jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan (Ktp) sepanjang tahun 2020 sebanyak 299.911 kasus. Dari kasus yang ditangani oleh mitra Komnas Perempuan jenis kekerasan terhadap perempuan 79% berada di ranah personal atau KDRT/RP (Kasus Dalam Rumah Tangga/Ranah Personal). Kemudian disusul kekerasan terhadap perempuan diranah publik atau komunitas sebesar 21% seperti pemerkosaan, pencabulan, pelecehan seksual, persetubuhan dan percobaan pemerkosaan. Kaum perempuan dan seluruh korban kekerasan seksual sangat mengharapkan tatapan dan tindakan serius dari pemerintah dalam memberikan kesetaraan dan keadilan dengan mengesahkan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Sebagai ujung tonggak peradaban, kaum perempuan membutuhkan jaminan kesetaraan, keadilan dan perlindungan dari Negara untuk dapat bersama-sama mewujudkan Indonesia emas 2045. (***)