Perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Caow Eng Bio Sakral & Meriah, Barongsai dan Naga Hibur Umat, Tradisi Toleransi dan Kerukunan Antar Umat Tetap Lestari
Foto: Suasana perayaan Cap Go Meh pada Sabtu 24 Februari 2024 di Kelenteng Caow Eng Bio yang berlokasi di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung.
Badung (Metrobali.com)-
Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili baru saja lewat pada 10 Februari 2024 lalu dan dirayakan dengan penuh suka cita. Selanjutnya 15 hari setelahnya dirayakan dengan Cap Go Meh.
Kelenteng Caow Eng Bio yang berlokasi di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung yang merupakan kelenteng tertua di Bali juga menggelar perayaan Cap Go Meh pada Sabtu 24 Februari 2024 sebagai lanjutan dari perayaan Hari Raya Tahun Baru Imlek 2024 yang disebut juga sebagai tahun Naga Kayu berdasarkan pada shio kalender China.
Ribuan Umat Budha dan umat lain dengan antusias sejak pagi sudah berdatangan dan melakukan persembahyangan dengan khusyuk di Kelenteng Caow Eng Bio yang merupakan kelenteng tertua di Bali yang dibangun tahun 1548 dan menjadi klenteng nomor 5 tertua di Indonesia. Tuan rumah di Kelenteng Caow Eng Bio adalah Dewi Lautan Shui Wei Shen Niang, yang berasal dari pulau Hainan, tepatnya di Desa Dong Chiao, Kabupaten Wenchang.
Kelenteng Caow Eng Bio menjadi satu-satunya di Indonesia yang memiliki Dewi Laut Shui Wei Shen Niang. Di mana Dewi Laut Shui Wei Shen Niang hanya ada di empat negara di dunia, yaitu Thailand, China, Malaysia, dan Singapura.
Sementara itu perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Caow Eng Bio ini juga dimeriahkan dengan tari-tarian seperti barongsai dan naga yang disambut antusias umat dan warga sekitar yang hadir menyaksikan.
Toleransi dan kerukunan antar umat beragama juga tampak sangat kental dalam perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Caow Eng Bio ini. Sebab selain umat Budha, umat lain seperti umat Hindu dan sejumlah tokoh juga turut hadir melakukan persembayangan dan menyaksikan kemeriahan perayaan Cap Go Meh ini.
Diantaranya tampak hadir Panglingsir Puri Peguyangan Denpasar yang juga Anggota DPRD Kota Denpasar Anak Agung Ngurah Gede Widiada yang akrab disapa Gung Widiada, putra tertua almarhum Ida Cokorda Pemecutan XI yakni Anak Agung Ngurah Damar Negara, Jero Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya S.E., yang akrab disapa Yonda, Sekretaris DPP Perguruan Pencak Silat (PPS) Kertha Wisesa Made Juana, Dewan Guru Pusat PPS Kertha Wisesa Made Arka dan lainnya.
Dewan Pertimbangan Kelenteng Caow Eng Bio Nyoman Suarsana Hardika didampingi Ketua Pengurus Kelenteng Chaow Eng Bio I Made Juanda Aditya menjelaskan, Cap Go Meh merupakan hari ke 15 dari rangkaian acara Imlek dan sekalian menjadi hari terakhir atau hari penutup. Cap Go Meh dirayakan oleh umat Budha dengan persembahyangan bersama dan juga dihadiri umat lainnya yang turut melakukan persembayangan yang menunjukkan toleransi yang begitu tinggi.
Dari pagi umat sudah berdatangan untuk bersembahyang ke Kelenteng Caow Eng Bio. Ini merupakan hari spesial karena di hari Cap Go Meh disediakan hidangan yang disebut lontong Cap Go Meh. Sementara di Tiongkok sendiri tidak ada hidangan lontong Cap Go Meh karena orang Tiongkok tidak mengkonsumsi lontong.
“Jadi lontong Cap Go Meh ini adalah tradisi orang-orang keturunan Tionghoa, yang mana lontong sayur dan kare itu merupakan makanan khas Indonesia atau di Asia Tenggara,” ungkap Nyoman Suarsana Hardika.
Lebih lanjut, Nyoman Suarsana Hardika mengatakan, makna dari lontong Cap Go Meh itu adalah hari dimana umat merayakan hari ke-15, karena Capgo itu kan artinya hari ke-15 yang jatuh pada bulan purnama sesuai dengan Penanggalan China Kongzili. Sebelumnya hari Imlek jatuh pada hari tilem atau bulan mati. Makna dari makan lontong Cap Go Meh itu sendiri adalah merayakan bersama-sama dengan keluarga, sekaligus berdoa untuk mensyukuri kelancaran rangkaian hari Imlek.
“Kita harapkan di tahun Naga Kayu ini semua berjalan lebih baik lagi. Apalagi pelaksanaan pemilu sudah berjalan dengan lancar. Kita juga berharap agar pemerintahan baru nantinya menunjukkan performa yang lebih baik lagi untuk masyarakat sehingga masyarakat bisa lebih sejahtera dan dijauhi dari musibah,” harapnya.
Sementara itu Ketua Pengurus Kelenteng Chaow Eng Bio I Made Juanda Aditya menambahkan, hubungan antara pihak Kelenteng Caow Eng Bio dengan Desa Adat Tanjung Benoa juga terjalin sangat baik. Setiap kegiatan di Kelenteng Caow Eng Bio selalu didampingi oleh pihak dari desa adat, baik dari petugas keamanan, khususnya pecalang.
Seperti contohnya pada kegiatan Cap Go Meh kali ini Jero Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya S.E., ikut hadir melakukan persembahyangan. Jadi ke depan diharapkan hubungan antara pihak Kelenteng Caow Eng Bio dengan Desa Adat Tanjung Benoa tetap harmonis. Artinya apapun kegiatan yang dilakukan selalu melibatkan Desa Adat, terlebih lagi Kelenteng Caow Eng Bio berada di wewidangan Desa Adat Tanjung Benoa.
“Kita berharap agar di tahun naga ini semua umat mendapat berkah dan selalu dilindungi dari musibah serta marabahaya, selain juga agar selalu bersyukur dengan apa yang sudah dilalui dari tahun-tahun sebelumnya dan berharap tahun-tahun berikutnya akan jauh lebih baik lagi,” ujar Juanda Aditya.
Sementara itu Nyoman Sanjaya selaku Mangku atau Biokong di Kelenteng Caow Eng Bio didampingi Biokong Wijaya menjelaskan lebih lanjut mengenai prosesi dan makna dari perayaan Cap Go Meh serangkaian Tahun Baru Imlek ini. Dijelaskan bahwa, makna dari perayaan Cap Go Meh ini adalah penutupan dari perayaan Imlek. Cap Go Meh berasal dari kata Cap Go Meh. Cap Go itu artinya 15, dan Meh itu artinya malam. Jadi Cap Go Meh itu artinya malam 15 hari setelah Imlek.
“Di sinilah fungsinya dipasangkan lampion-lampion atau lentera-lentera. Tujuannya adalah agar tahun-tahun ini kehidupan umat biar lebih terang lagi. Hal serupa juga dilakukan di kelenteng-kelenteng lainnya, dengan tujuan agar harapan dan cita-cita umat di tahun yang baru ini bisa mendapat pencerahan,” terang Bikong Sanjaya.
Terkait dengan rangkaian perayaan Cap Go Meh, Biokong Sanjaya mengatakan tradisi Cap Go Meh untuk di Indonesia khususnya, dirayakan dengan persembahyangan dengan hidangan dalam bentuk lontong dan kari ayam. Sementara untuk di daerah-daerah asal seperti Tiongkok, hidangan disajikan juga termasuk ronde. Namun tidak demikian di Indonesia yang lebih menonjolkan lontong sebagai produk asli Nusantara. Selain lontong dan kari ayam, juga disajikan buah-buahan dan jajan sebagai menu tambahan.
Melalui momentum Cap Go Meh ini, Nyoman Sanjaya selaku Biokong di Kelenteng Caow Eng Bio berdoa agar semua umat diberikan ketenangan, kebahagiaan, kesehatan, serta dibimbing menuju hari esok yang lebih baik.
Tokoh masyarakat Denpasar yang juga Panglingsir Puri Peguyangan Denpasar Anak Agung Ngurah Gede Widiada yang akrab disapa Gung Widiada yang turut sembahyang di Kelenteng Caow Eng Bio mengatakan, pihaknya hadir di Kelenteng Caow Eng Bio karena ada keterikatan hubungan sejarah antara Ida Cokorda Lingsir dengan tetua-tetua yang ada di Kelenteng Caow Eng Bio.
Hubungan yang baik ini sudah berlangsung selama puluhan tahun dan masih terjaga dengan baik hingga saat ini. Ini dibuktikan dengan persahabatan antara Gung Widiada dengan Dewan Pertimbangan Kelenteng Caow Eng Bio Nyoman Suarsana Hardika yang telah berlangsung selama 30 tahun.
“Saya merasakan kenyamanan dan ketenangan batin setiap Imlek dan setiap upacara di Kelenteng Caow Eng Bio,” kata Anggota DPRD Kota Denpasar ini seraya juga selalu memohon berkah untuk diberikan keselamatan dan keheningan serta ketenangan untuk tetap bisa menjalani kehidupan dengan damai, dengan hati yang hening.
Gung Widiada menambahkan, di dalam berbagai kesempatan dia selalu berdiskusi dan bertukar pikiran dengan Nyoman Suarsana Hardika. Inilah hikmah dari sebuah persahabatan, sekaligus juga berakulturasi dengan kegiatan-kegiatan di Kelenteng Caow Eng Bio.
Lebih lanjut Gung Widiada mengatakan, Kelenteng Caow Eng Bio merupakan kelenteng tertua di Bali, yang memang memiliki sejarah yang erat dengan puri. Di tengah perkembangan dinamika kehidupan yang seperti sekarang ini, Gung Widiada ingin menjadikan kapital sosial dan kapital kultural untuk membangun kebersamaan serta kerekatan antar sesama etnisitas yang menjadi simbol kekuatan di pulau Bali.
“Masyarakat Bali terkenal sebagai masyarakat yang menerima segala bentuk persaudaraan dalam perbedaan, sehingga bagaimana kedepan Bali yang sudah dikenal oleh dunia ini tetap tidak bergejolak, tetap damai, dan saling harga menghargai satu dengan yang lainnya,” ujarnya.
Melalui keyakinannya yang kuat, Gung Widiada selalu berdoa meminta berkah kepada dewa-dewi yang ada di Kelenteng Caow Eng Bio sehingga bisa diberikan keselamatan untuk keluarga, untuk diri sendiri dan juga berdoa untuk kedamaian dan keselamatan alam Bali.
Sementara itu putra tertua almarhum Ida Cokorda Pemecutan XI yakni Anak Agung Ngurah Damar Negara juga hadir dalam acara Cap Go Meh di Kelenteng Caow Eng Bio ini. Tokoh puri yang akrab disapa Turah Damar itu bersama istri dan anak-anak juga turut melakukan persembahyangan.
“Harapannya kedepan di momentum perayaan Cap Go Meh ini adalah agar semua umat mendapatkan kesejahteraan, kemuliaan, rezeki yang berlimpah serta selalu dalam lindungan dewa-dewi yang berstana di Kelenteng Caow Eng Bio,” kata Turah Damar ditemui usai persembahyangan.
Selaku generasi penerus dari almarhum Ida Cokorda Pemecutan XI, pihaknya juga berharap hubungan yang sudah terjalin baik antara pihak Puri dengan Kelenteng Caow Eng Bio bisa terus berlanjut karena kedepan tantangan-tantangan yang dihadapi pastinya semakin kompleks. Dia juga menekankan pentingnya meneruskan ajaran-ajaran leluhur sehingga umat terus dibimbing ke jalan yang benar.
Sementara itu Jero Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya S.E., yang akrab disapa Yonda mengatakan, di momen perayaan Cap Go Meh, yang merupakan penutupan rangkaian hari raya Imlek, umat telah melaksanakan persembahyangan bersama. Ia juga mengapresiasi kehadiran Turah Damar selaku warih generasi puri dalam kegiatan Cap Go Meh tersebut.
Yonda juga mengakui bahwa keberadaan Kelenteng Caow Eng Bio tidak lepas dari peran Puri Pemecutan. Oleh karena itu, selaku pengayah adat, pihaknya sangat mengapresiasi dan berharap kedepan hubungan baik ini terus terjalin dan dilestarikan. “Tentu kami berharap apa yang telah diwariskan oleh tetua-tetua atau panglingsir-panglingsir Puri agar terus dilestarikan,” katanya.
Sementara itu umat dan warga sekitar juga begitu antusias menyaksikan atraksi tari barongsai dan naga yang ditampilkan dari para generasi muda. Umat dan para penonton juga memberikan amplop merah atau angpao kepada para penari sebagai ucapan terima kasih.
Pengurus Kelenteng Caow Eng Bio juga memberikan angpao kepada penari seperti yang dilakukan Dewan Pertimbangan Kelenteng Caow Eng Bio Nyoman Suarsana Hardika bersama istri Carla Sri Wahyu Pratiwi Hardika. Amplop merah atau angpao juga digantungkan di pintu gerbang Kelenteng Caow Eng Bio untuk kemudian diambil oleh para penari barongsai sambil menampilkan atraksi. Maknanya selain berbagi juga membiasakan mereka tetap berusaha keras untuk meraih sesuatu.
Perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Caow Eng Bio ini menjadi tonggak bersejarah untuk mengingatkan bahwa kerukunan antar umat beragama yang sudah terjalin sejak zaman dahulu terus terjaga dan lestari hingga saat ini. (wid)