Denpasar, (Metrobali.com) 

 

Anggota DPRD Denpasar, Yonathan Andre Baskoro, yang juga dikenal sebagai mantan pengacara Keluarga Barada E dalam kasus Ferdi Sambo, mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah serius dalam mengatur industri financial technology (fintech), terutama terkait pinjaman online (pinjol) ilegal. Hal ini disampaikan Yonathan dalam sidang disertasinya yang berjudul Perlindungan Hukum terhadap Pengguna Jasa Keuangan Digital (Fintech) Pinjaman Online.

Yonathan, yang baru saja menyelesaikan program doktoralnya di bidang Ilmu Hukum di Universitas Udayana pada Wisuda ke-163, menggunakan pendekatan normatif dan perbandingan dalam disertasinya. Ia membandingkan regulasi fintech di beberapa negara, termasuk China, yang dianggap berhasil menanggulangi permasalahan pinjol secara cepat dan efektif.

Dalam disertasinya, Yonathan mengungkapkan bahwa hingga saat ini Indonesia masih mengalami lonjakan kasus pinjaman online ilegal. “Saat ini, terdapat 101 penyelenggara pinjol legal yang terdaftar di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, jumlah pinjol ilegal mencapai 4.567, dan jumlah tersebut terus bertambah meski sudah ada upaya pemblokiran dari Satgas Waspada Investasi,” ungkap Yonathan.

Ia juga menyoroti perlunya aturan yang lebih ketat dan adanya sanksi pidana terhadap penyelenggara pinjol ilegal. “Sampai saat ini, pemidanaan hanya berlaku bagi pinjol legal yang melanggar aturan. Pinjol ilegal, di sisi lain, hanya diblokir atau ditutup, tanpa sanksi hukum yang memadai,” jelasnya.

Yonathan menegaskan pentingnya pemerintah hadir dalam menangani masalah pinjol ilegal, seperti yang dilakukan di China. Di negara tersebut, telah dibentuk badan khusus yang mengawasi pembayaran digital dan fintech, sehingga regulasi dapat ditegakkan dengan lebih ketat. “Indonesia perlu membentuk badan pengawas khusus seperti di China. Saat ini, beban OJK terlalu besar, karena selain mengawasi pinjol legal, mereka juga harus menangani yang ilegal,” katanya.

Ia juga menyoroti fenomena di masyarakat yang lebih memilih menggunakan pinjol ilegal karena proses pencairan yang lebih mudah. “Masyarakat sering menggunakan pinjol untuk kebutuhan konsumtif, bukan untuk keperluan mendesak seperti yang seharusnya. Hal ini menyebabkan banyak yang terjebak dalam bunga besar dan intimidasi dalam proses penagihan,” ujarnya.

Menurut data yang dihimpun Yonathan, kasus intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan pinjol ilegal, termasuk penyebaran data pribadi dan ancaman kepada keluarga peminjam, sering kali berujung pada depresi dan kasus bunuh diri. Ia mencatat bahwa angka korban terus meningkat baik di Bali maupun secara nasional.

Yonathan juga menyoroti pentingnya perlindungan data pribadi dalam pinjaman online. Ia mengatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sudah ada, namun implementasinya belum maksimal. “Sering kali perusahaan pinjol, baik yang legal maupun ilegal, membocorkan data pribadi konsumennya kepada pihak ketiga untuk keperluan penagihan,” jelas Yonathan.

Sebagai anggota DPRD yang juga akademisi, Yonathan berkomitmen untuk menyampaikan kajian ini kepada pemerintah pusat, OJK, dan asosiasi fintech. Ia berharap disertasinya bisa menjadi bahan kajian penting dalam merumuskan regulasi yang lebih tegas terkait pinjaman online di Indonesia. “Dengan adanya aturan yang jelas dan sanksi yang tegas, serta kesadaran masyarakat yang meningkat, masalah pinjol ilegal ini bisa ditangani dengan lebih efektif,” pungkasnya.

(jurnalis : Tri Widiyanti)