Badung,  (Metrobali.com)

 

Wakil Menteri Hukum dan HAM sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi, Otto Hasibuan, mengumumkan keputusan penting hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Peradi yang berlangsung di Bali. Salah satu isu sentral yang dibahas adalah permintaan pencabutan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 73 Tahun 2015 yang dianggap mengancam standar kualitas advokat di Indonesia.

Surat edaran tersebut mengizinkan pengadilan tinggi menyumpah calon advokat di luar Peradi, sebuah kebijakan yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Advokat. Otto menegaskan bahwa keputusan ini tidak hanya melemahkan otoritas organisasi advokat tetapi juga menurunkan kualitas advokat yang disumpah tanpa melalui mekanisme pendidikan dan pelatihan yang memadai.

“Kami melihat dampak negatif dari kebijakan ini terhadap kualitas advokat. Banyak yang disumpah tanpa melalui pendidikan dan pelatihan yang semestinya, sehingga tidak sesuai dengan tujuan utama pembentukan organisasi advokat,” ujar Otto, di Hotel Intercontinental, Jimbaran, Badung, Bali, Jumat (6/12).

Rakernas memutuskan untuk mengusulkan pencabutan surat edaran tersebut kepada MA melalui jalur formal maupun legislatif. Usulan ini akan dikomunikasikan langsung kepada pihak terkait, termasuk DPR yang membidangi hukum, agar mendapatkan dukungan yang lebih luas.

Otto menjelaskan bahwa jika surat edaran ini dicabut, maka pengadilan tinggi tidak lagi memiliki kewenangan menyumpah advokat di luar Peradi. Namun, keputusan ini menimbulkan pertanyaan tentang nasib advokat yang telah disumpah melalui mekanisme tersebut. Dalam semangat persatuan, Rakernas memutuskan untuk menerima para advokat ini sebagai anggota Peradi tanpa syarat tambahan.

“Kami menghormati mereka yang sudah disumpah oleh pengadilan tinggi. Mereka akan diterima sebagai anggota Peradi tanpa perlu ujian ulang, meskipun tetap diwajibkan mengikuti program peningkatan kapasitas setelah bergabung,” jelas Otto. Keputusan ini menunjukkan komitmen Peradi dalam menjaga profesionalisme sekaligus mempererat persatuan di kalangan advokat.

Rakernas juga menyoroti perlunya standar profesi yang lebih baik melalui mekanisme tunggal atau single bar untuk organisasi advokat. Otto menekankan bahwa standar pendidikan dan pelatihan harus dipertahankan untuk memastikan kualitas advokat yang dapat melayani masyarakat dengan baik.

“Kualitas advokat adalah kunci untuk memastikan pencari keadilan mendapatkan pelayanan hukum terbaik. Oleh karena itu, diperlukan organisasi tunggal yang mampu menjamin standar profesi yang tinggi,” tambah Otto.

Selain membahas isu surat edaran, Rakernas juga mengadopsi kebijakan baru untuk memperluas cabang Peradi ke daerah-daerah tanpa pengadilan, langkah ini katanya bertujuan untuk memastikan akses keadilan yang merata di seluruh Indonesia.

Sebelumnya, Rakernas diawali dengan seminar yang membahas pentingnya teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam dunia hukum. Yakub Hasibuan, pembicara dalam seminar tersebut, menyoroti potensi AI untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas kerja advokat, khususnya dalam analisis hukum berbasis data.

Rakernas yang berlangsung di Hotel Bali ini ditutup dengan kehadiran Menteri Hak Asasi Manusia Indonesia Natalius Pigai. Penutupan ini menjadi simbol pengakuan pemerintah terhadap peran strategis Peradi sebagai organisasi advokat utama di Indonesia.

(Jurnalis : Tri Widiyanti)