Denpasar (Metrobali.com) Dunia seni Indonesia kini sedang mengalami percepatan dinamika yang tinggi. Wujud-wujud kreasi kian luas diciptakan oleh para seniman, baik dalam sastra, rupa, musik, teater, termasuk pula seni-seni multimedia. Bahkan, tidak sedikit di antara ragam seni tersebut yang saling melintas bidang, antara kata ke rupa, nada dan sinema, yang giliran berikutnya makin memperkaya ragam seni Indonesia sekarang.

Di sisi lain, lintas bidang kesenian atau alih kreasi ini tidak luput pula oleh aneka tanya, apakah mungkin sebuah bidang seni yang memiliki ruang bentuknya tersendiri, kemudian diubah menjadi bentuk cipta yang lain? Tidakkah dalam proses tersebut memungkinkan terjadinya bias makna antara dua wujud karya, yang dapat saja disebabkan oleh kekurangpahaman si kreator terhadap prinsip bentuk dari seni-seni yang dialih-kreasikannya?

Sebagai wujud apresiasi atas kreasi lintas bidang ini, Bentara Budaya Bali kali ini secara khusus mengetengahkan agenda Pentas Musik dan Diskusi ‘Musik dan Kata Lintas Budaya’, pada Minggu, 21 April 2013, Pukul 18.30 Wita-selesai . Akan hadir dalam acara tersebut penyair Ketut Yuliarsa dan komposer Wayan Gde Yudane, yang menampilkan beberapa nomor pertunjukan baca puisi dan juga kreasi musik, serta selanjutnya dipadukan dengan satu sesi diskusi.

“Mereka akan mencoba menggabungkan unsur-unsur yang ada dalam puisi serta musik, yang akan direspon ke dalam suatu bentuk baru. Bahkan tidak hanya musik, upaya mereka sekaligus memadukan unsur budayanya,” ujar Putu Aryastawa dari Bentara Budaya Bali.

Pemaduan unsur lintas budaya tersebut bisa saja diartikan sebagai ancaman tatanan seni tradisional, atau tidak selaras dengan upaya pelestarian seni budaya yang sudah mapan. Maka lahirlah istilah-istilah seperti seni propaganda, seni religi, seni populer bahkan seni kontemporer  yang ternyata sudah timbul dan berkembang dari awal sejarah kesenian itu sendiri. Memang, sebelum mencapai status kesenian “tradisional”, seni tersebut berkembang dari bentuk seni sebelumnya.

Melalui upaya tersebut, komponis Wayan Yudane berkolaborasi dengan musisi dan penyair Yuliarsa mendemonstrasikan beberapa karya (komposisi) musik yang terinspirasi  dari puisi dan beberapa komposisi musik gamelan yang diaplikasi atau diterapkan pada perangkat musik barat.

Ketut Yuliarsa, penyair dan musisi,telah menerbitkan dua buku kumpulan puisi (dwibahasa Indonesia-Inggris), “Suara Malam/ Night Voice” dan “Jatuh Bisu/ Falling in Silence” dan beberapa kumpulan puisi bersama penyair Bali. Cerpennya tersebar di media cetak Indonesia, juga menulis kolom budaya secara berkala di sebuah koran harian berbahasa Inggris. Turut terlibat dalam beberapa rekaman musik kontemporer di Jepang dan Singapura. Berpartisipasi dalam berbagai pementasan musik dan teater, sebagai aktor, musisi maupun penulis naskah di Australia dan New zealand.Saat ini tinggal di Bali bekerja di toko buku sambil mengelola program “Books For Bali Project”, kegiatan menyumbangkan buku-buku bacaan untuk sekolah-sekolah desa terpencil dan panti asuhan.

Yudane, lahir di Kaliungu, Denpasar, menghasilkan karya musik konser, teater, instalasi maupun film. Meraih penghargaan Melbourne Age Criticism sebagai Creative Excellent pada Festival Adelaide, Australia (2000)kolaborasi dengan Paul Gabrowsky;Penghargaan Helpmansebagai Musik Orisinal Terbaik, Adikara Nugraha dari Gubernur Bali sebagai Kreator Komposisi Musik Baru (1999). Tampil di Festival Jazz Wangarata, Australia (2001), keliling Eropa dengan Teater Temps Fort, Grup France and Cara Bali, juga Festival Munich dan La Batie. Karyanya: musik film ‘Sacred and Secret’ (2010), Laughing Water and Terra-Incognita, dan Arak (2004), serta sebagainya.

“Bentara Budaya Bali mencoba menghadirkan sebuah diskusi musik kreatif sebagai upaya pengembangan seni musik berlatar budaya tanpa meninggalkan tatanan musik tradisional yang sudah ada” sebut Putu Aryastawa lagi, staf BBB.