Denpasar (Metrobali.com) Setelah sekian lama menekuni dunia sastra, teater, seni rupa, dan film, dramawan Putu Satria Kusuma bekerjasama dengan Bentara Budaya Bali, Minggu (16/12) akan mementaskan naskah monolog karyanya terkini berjudul “Janji Plastik” di Jalan Prof. Ida Bagus Mantra No 88A, Ketewel-Gianyar.
Naskah “Janji Plastik,” ditulis oleh Putu Satria Kusuma, berkisah tentang seseorang yang mengaku dirinya kini telah kaya, banyak uang dan siap membayar tagihan hutangnya. Ketika datang penagih, ia pun enteng merogoh sakunya untuk mengambil uang. Namun yang terambil bukan uang melainkan segepok sampah plastik. Di tas lusuhnya, juga tak ada uang, melainkan hanya sampah plastik. Kardus kiriman uang dari Tokoh-Tokoh Kita sebagai tanda terimakasih telah memilih mereka dalam pemilu, juga isinya plastik. Ketika ia menggunakan hak asasinya untuk berteriak menagih janji dari Tokoh-Tokoh Kita, yang menjawab hanya hamburan segunung sampah plastik hingga menguburnya hidup-hidup.
“Saya mempersiakan pementasan monolog ini dengan berusaha mengolah pesan menjadi sebentuk kritik sosial yang tidak membebani penonton dengan ide-ide berlebihan, melainkan sebentuk ajakan untuk merenung mengenai perilaku kita sehari-hari. Selain itu, pementasan ini juga mengajak kita untuk berbagi tentang masalah-masalah lingkungan,” ujar Putu Satria Kusuma yang sudah lebih dari 20 tahun menekuni dunia teater modern di Bali.
Pementasan yang diproduksi oleh Teater Kampoeng Seni Banyoening dengan dukungan penata lampu Jazuli; tata panggung: Surya Kencana dan Dedi; pembantu kreatif Desi dan Suma, disutradarai dan akan dimainkan sendiri oleh Putu Satria Kusuma. Selain mengedepankan bentuk tampilan yang menyegarkan sebagaiman lakon-lakon monolog sebelumnya, Putu juga mengolah pertunjukannya kali ini dengan kritik sosial yang kuat, terutama terkait soal pencemaran lingkungan.
Putu Satria Kusuma telah menulis dan menyutradarai sejumlah sinetron, ia juga memenangkan berbagai penghargaan, di antaranya Pemenang Ketiga Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta (1998), meraih hibah Yayasan Kelola (2007), Penghargaan dari Menbudpar RI atas Skenario Film ‘Romantika Mesin Cusi (2005) serta menampilkan pertunjukan ‘Cupak Tanah’ di Bentara Budaya Jakarta (2000), Gedung Kesenian Jakarta (2000), CCCL Bandung (2007), dan berbagai kegiatan di beberapa kota di Indonesia. Karya cerpennya juga masuk dalam kumpulan Komunitas Sastra Indonesia dan Lobakan.
“Pementasan monolog ini, diharapkan tidak hanya memberikan hiburan kepada publik yang menontonnya, namun lebih jauh, semoga dapat memberikan perspektif baru terhadap realitas kehidupan sosial dan politik kita melalui caranya tersendiri,“ ujar Putu Aryastawa, penata acara di Bentara Budaya Bali.