Yusni Emilia

Jakarta (Metrobali.com)-

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Yusni Emilia Harahap mengatakan pengusaha tani atau petani dengan omzet minimal Rp4,8 miliar/tahun dikenakan pajak pertambahan nilai 10 persen pada produk pertaniannya.

“Itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada Februari lalu, bahwa petani yang menjual hasil tani di dalam negeri, terutama mereka yang punya omzet minimal Rp4,8 miliar per tahun dikenakan PPN 10 persen,” ujar Yusni dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (12/9).

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.70P/Hum/2013, barang hasil pertanian termasuk perkebunan, tanaman hias dan obat, serta tanaman pangan dan hasil hutan, akan dikenakan PPN, terutama para Pengusaha Kena Pajak dalam sektor pertanian.

Yusni menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajang dalam sektor pertanian ini adalah pengusaha atau petani perorangan yang memiliki omzet lebih dari Rp400 juta per bulan atau Rp4,8 miliar per tahun. Namun petani atau pengusaha dengan omzet di bawah angka tersebut tidak akan dikenai PPN.

“Tapi Berdasarkan Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dinyatakan bahwa jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat banyak seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran,” ujar dia.

Lebih lanjut Yusni menjelaskan bahwa pihaknya kini sedang meninjau langkah-langkah atau kebijakan yang akan diambil untuk mengatasi implikasi atas pengenaan pajak tersebut.

“Saya akan komunikasikan resmi dengan Kementerian Keuangan, dan tentu sudah jelas hal ini memerlukan sarana-sarana pendukung,” ujar Yusni.

Yusni mengemukakan bahwa Kementerian Keuangan adalah pihak yang memiliki otoritas kuat untuk menetukan besarnya angka pajak.

“Kalau dari kami kan bagaimana cara mengatasinya, meskipun sudah dibatasi bahwa pengusaha kena pajak adalah mereka yang punya omzet Rp4,8 miliar tadi itu,” kata dia.

Kendati demikian Yusni mengungkapkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar petani Indonesia memiliki omzet tidak mencapai Rp4,8 miliar per tahun.

“Ya karena kepemilikan lahan mereka rata-rata dibawah satu hektar, ini sesuai data Ditjen Perkebunan. Artinya penghasilan mereka masih jauh di bawah Rp4,8 miliar. Ini jadi persoalan lain lagi,” tutup Yusni. AN-MB