Pengembangan Industri Pariwisata Bali ke Depan, Dicari Kepemimpinan dengan Gagasan Besar, Bukan Sebatas Elektoral
Ilustrasi : Salah satu pemandangan yang asri di kawasan Bedugul, Tabanan
Denpasar, (Metrobali.com)-
Bali punya pengalaman panjang hampir 50 tahun dalam mengelola dan melakoni pariwisata. Curve belajar yang panjang ini, jika ditelisik dengan serius, dan digabungkan dengan dinamika perubahan yang berlangsung cepat di industri ini, pasca pandemi dan lasnkap ekonomi politik global yang semakin folatile akan diperoleh cetak biru kebijakan dan juga code of conduct yang baru bagi para pelaku pariwisata.
“Oleh karena itu, dalam mengelola industri pariwisata ke depan, Bali memerlukan para pemimpin (Gubernur dan bupati, serta wali kota) yang memiliki gagasan besar dan wawasan Internasional, bukan hanya modal elektoral,” kata pengamat publik Jro Gde Sudibya, Kamis (6/4/23).
Dikatakan, potensi pariwisata Bali sangatlah besar. Bali bisa bersaing dengan Singapura, Malaysia dan negara lainya dalam potensi pariwisata. Tapi, sayang dalam membangun pariwisata Bali dan selama kepemimpinan Gubernur Wayan Koster ini konsep pembanguan pariwisata Bali sangat lemah.
Menurut Jro Gde Sudibya, para pelaku usaha pariwisata di Bali, yang sudah memasuki generasi ke 2 dan bahkan ke 3, pakar dan pengamat pariwisata pasca Prof.A Manuaba (alm.) di generasi ke 2 dan ke 3, semestinya bisa memberikan banyak masukan yang lebih komprehensif. Stake holders industri pariwisata Bali, semestinya mengambil inisiatif ini.
Dikatakan, dari curve belajar panjang hampir selama 50 tahun, dalam mengelola dan melakoni industri pariwisata Bali, patut diberikan catatan.
Pertama, image yang kemudian menjadi brand dan kemudian equity brand Bali sebagai DTW yang indah, tenang dan damai -the last paradise-diperjuangkan, dirawat dan dijaga, nyaris “at all cost” Bisa disimak dengan baik ketekunan, kecerdasan dan ketelatenan Menteri Pariwisata Jove Ave dalam rangkaian seri kebijakannya terhadap industri pariwisata Bali. Yang kemudian dilanjutkan Menteri Pariwisata Gede Ardika.
Kedua, skema perkreditan yang dipersiapkan oleh pemerintah melalui kebijakan Bank Indonesia, di pertengahan tahun 1970’an memungkinkan berdirinya sejumlah hotel milik pribumi di kawasan Sanur dan sekitarnya.
Ketiga, sense of crisis yang tinggi, yang “dikomandani” oleh Menteri Pariwisata cq.Dirjen Pariwisata, dalam merespons potensi krisis, seperti: terjadinya Perang Teluk (penyerbuan tentara Irak terhadap Quait), isu flu burung, flu Hongkong, wabah Kolera, Bom Bali Satu dan Dua.
“Garis komando penanganan krisis jelas, melibatkan stake holders pelaku pariwisata, melalui komunikasi publik yang kredibel di media arus utama yang juga sangat kredibel. Akibatnya semua pelaku pariwisata, pengamat dan juga masyarakat umum yang peduli, mengerti duduk masalahnya, bisa berperan aktif dalam pemberian solusi bersama,” kata Jro Gde Sudibya.
Keempat, di lapangan peran Dinas Pariwisata sangat aktif, menjabarkan kebijakan kementerian Pariwisata, bekerja sama dengan stake holders, sehingga Kepala Dinas Pariwisata seperti Gede Pitana, Gede Nurjaya dikenal luas oleh stake holders pariwisata dan juga masyarakat umum.
Sepengetahuan penulis, Gubernur Dewa Bratha mendelegasikan kewenangan pariwisata ke Kepala Dinas Pariwisata nyaris penuh, cukup memonitor kebujakan secara umum, serta mencermati dengan baik, jika terjadi potensi krisis, yang kemudian dikonsultasikan dengan Departemen Pariwisata.
Dikatakan, dalam bahasa sekarang equty brand yang merupakan kekayaan immateriil (intangible asset) Bali adalah HARGA MATI, yang harus selalu dirawat dan dijaga.
“Karena Industri pariwisata dalam 40 tahun terakhir menjadi ujung tombak bagi perekonomian Bali, penghasil devisa, pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan masyarakat secara umum,” kata pengamat ekonomi dan pariwidata itu.
Dikatakan, jika mengikuti pola rekrutmen politik di Malaysia, dimana Menteri Pendidikan menjadi calon kuat Perdana Menteri dan kemudian Menjadi PM, Bali bisa meniru pola yang sama, kandidat menjadi Gubernur Bali ke depan, mereka yang punya track record mumpuni dalam mengelola industri pariwisata plus ukuran etika moral “manut sesana ring jagat Bali Dwipa”. (Adi Putra)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.