Chudry Sitompul

Jakarta (Metrobali.com)-

Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya menindaklanjuti arahan yang diajukan oleh Badan Pengawaslu Pemilu (Bawaslu) terkait indikasi kecurangan pada pilpres 9 Juli 2014.

 “Bawaslu sebelumnya menemukan indikasi kecurangan dimana ada pemilih tambahan yang membludak di 5.800 TPS di seluruh Indonesia, hal tersebut sebenarnya sudah melewati ketentuan yang ditetapkan,” katanya di Jakarta, Selasa (22/7).

 Chudry Sitompul menambahkan dalam sebuah pilpres ada beberapa tahapan yang tidak boleh dilewatkan KPU, salah satunya melakukan koreksi apabila ada indikasi kecurangan.

“Kenapa mesti KPU langsung menunjuk Mahkamah konstitusi (MK) sebagai jalan ke luarnya seharusnya mereka melakukan koreksi terlebih dahulu jika ada kondisi kecurangan,”tambahnya.

Hal senada dikatakan Pengamat Kebijakan Publik, Jack Yanda PHD bahwa sekarang ini KPU terkesan lepas dari tanggung jawab karena tidak mengikuti rujukan oleh lembaga yang langsung dibentuk pemerintah.

“Sekarang ini seolah-olah KPU seperti lempar tanggung jawab dan menyerahkan semuanya kepada MK, kalau menurut saya jika nanti ada huru-hara yang bertanggung jawab itu KPU bukan kandidat,” katanya.

Oleh karena itu dirinya meminta KPU untuk melakukan koreksi terlebih dahulu dan jangan melempar semuanya kepada MK sebagai penyelesaian.  “KPU harus mengikuti Bawaslu sebagai lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah, jika hal tersebut diindahkan bisa saja KPU dipidanakan, jadi pemilu ulang bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan,” katanya. AN-MB