Gong Kebyar1

Denpasar (Metrobali.com)-

Pengamat dan pelaku seni budaya Bali, Kadek Suartaya, SS Kar, MSi menilai, gong kebyar yang diwarisi masyarakat Bali yang kini berkembang di berbagai negara di belahan dunia memiliki keunikan dari segi musikal dan konteks sosial budaya.

“Kehadiran dan perjalanan gong kebyar selama 100 tahun di tengah masyarakat Bali beriringan dengan dinamika kebudayaan Pulau Dewata,” kata Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Minggu (16/11).

Kandidat doktor Kajian Budaya Universitas Udayana itu mengatakan, sejak pra kemerdekaan hingga sekarang gong kebyar itu menjadi sebuah nilai budaya atau simbol masyarakat.

Instrumen musik tradisional Bali itu ikut ambil bagian mengawal budaya Bali dalam segala perubahan sosio-kulturalnya.

Karakteristik budaya Bali dengan sinergi agama-estetika-solidaritasnya menyertakan gamelan gong kebyar dalam berbagai ekspresi dan aktivitas masyarakat.

Demikian pula sebaliknya, sebagai ekspresi budaya, gong kebyar hadir sebagai representasi yang signifikan pada peristiwa dan prilaku budaya masyarakat Bali.

Kadek Suartana yang sering memperkuat tim kesenian Bali mengadakan lawatan ke mancanegara itu menambahkan, musik pada dasarnya adalah suatu lambang dari hal-hal yang berkaitan dengan gagasan maupun perilaku suatu masyarakat.

Seratus tahun terakhir ini, kehadiran gong kebyar dengan segala perubahannya seakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berkesenian, ritual keagamaan, dan dinamika masyarakatnya.

Gong kebyar mampu memberikan pengaruh terhadap seni pertunjukan Bali, dan konteks ekspresi budaya masyarakat Bali. Gong kebyar sebagai sebuah teks memiliki keterkaitan dengan konteks sosial-kultural-religius kehidupan manusia, dalam hal ini manusia Bali.

Gong kebyar pada awalnya lahir di Bali Utara dengan cepat menyebar ke penjuru Bali. Perkembangan pesat tidak hanya secara fisik, namun juga secara konsep estetik dan secara fungsional.

Secara fisik, gong kebyar telah dikenal luas di Pulau Dewata pascakemerdekaan RI, baik gong kebyar buatan baru atau gong kebyar yang didaur dari gamelan-gamelan yang telah ada sebelumnya, tutur Kadek Suartaya.AN-MB