Denpasar (Metrobali.com)-

Ketiga lembaga dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
Pusat memang sepakat menunda proses penegerian Universitas Hindu
Indonesia (Unhi) Denpasar. Setelah melalui proses debat kusir yang
cukup panjang dan melelahkan dalam rapat bersama usai dies natalis dan
pelepasan wisuda sarjana di Rektorat Unhi Denpasar, Rabu (3/10) lalu.
Namun, rupanya kisruh tentang penegerian Unhi Denpasar seakan tetap
terus bergulir dan bahkan kini telah menjadi dinamika sosial budaya di
tengah denyut nadi civitas akademik perguruan tinggi keagamaan di
Bali. Ini karena masih menunggu keputusan akhir dari PHDI Pusat. Dan,
selama proses itu berlangsung berbagai kemungkinan pun dapat terjadi
di tengah jalan, sebab para pihak terkait tampaknya masih berupaya
berjuang maksimal untuk mencapai keinginannya masing-masing.
Seperti diketahui, dalam rapat bersama penundaan itu sempat hadir di
antaranya dari Sabha Pandita seperti Pandita Mpu Siwa Putra
Paramadaksha Manuaba (Griya Bongkasa) dan Pandita Mpu Siwa Budha
Dhaksa Dharmita (Griya Sukawati). Sedangkan, dari Sabha Walaka hadir
Putu Wirata Dwikora (ketua), Ayu Sri Astuti (sekretaris), Wayan
Suyadnya (wakil sekretaris). Sementara itu, dari Pengurus Harian
dihadiri oleh Ketua Umum Sang Suwisma, Sekjen, Ketut Parwata dan Wakil
Ketua, Ketut Wiana.
Dalam kesempatan itu, disepakati bahwa proses yang telah dikerjakan
oleh Panitia Pelaksana Penegerian Unhi Denpasar harus dihentikan
sambil menunggu keputusan dari PHDI Pusat. Bahkan, Suwisma pun
akhirnya mengatakan tidak keberatan untuk menunda proses penegerian
Unhi Denpasar, sambil menunggu adanya kajian serta mekanisme
organisasi yang harus ditaati sesuai AD/ART PHDI.
Menurutnya, kajian mendalam oleh para ahli juga disepakati perlu
dilakukan secara menyeluruh, agar keputusan yang diambil nantinya
benar-benar mempertimbangan semua aspek, termasuk cita-cita PHDI
ketika merekomendasikan berdirinya IHD pada tahun 1963, yang 30 tahun
kemudian menjadi UNHI. “PHDI ingin mempertahankan aset itu, sebagai
salah satu institusi untuk menanamkan serta menggali nilai-nilai
kearifan Hindu melalui fakultas yang ada,” jelasnya.
Sementara itu, Putu Wirata Dwikora, menambahkan bahwa proses
penegerian Unhi Denpasar memang harus ditunda karena universitas milik
PHDI tersebut ditetapkan sebagai aset PHDI dalam Mahasabha X tahun
2011 lalu. Diakuinya, dalam ketetapan No.VI/Mahasabha/2012 disebutkan,
Unhi Denpasar harus dipertahankan dan dikembangkan sebagai aset PHDI,
dan kelak agar bisa menjadi Hindu Centre.
Memang, katanya, dalam Ketetapan Mahasabha tahun 1986, ada rekomendasi
untuk menjadikan UNHI sebagai universitas negeri, tapi yang berlaku
adalah ketetapan tahun 2011. Apalagi, Bali sudah punya IHDN yang
notabena negeri. Kalaupun ada aspirasi yang ingin mengubah Ketetapan
Mahasabha X, semestinya dibawa dalam forum Mahasabha, sebagai forum
tertinggi PHDI.
Lebih jauh, dia menegaskan bahwa untuk mewadahi aspirasi publik baik
yang ingin penegerian, ataupun sebaliknya yang menolak harus dikaji
dalam forum seminar atau diskusi terbatas dengan melibatkan para ahli,
yang rekomendasinya dapat dijadikan acuan untuk mengambil keputusan di
forum tertinggi PHDI. Semuanya sepakat, Unhi Denpasar memang harus
dikembangkan menjadi lebih baik, karyawannya menjadi lebih sejahtera,
dan itu perlu anggaran.
Namun, tanyanya, apa benar kalau universitas swasta di bidang
keagamaan tidak bisa mendapatkan bantuan operasional dari anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN). Rasanya, itu perlu ada masukan
dari berbagai pihak terkait. “Tidakkah ada celah untuk memeroleh kue
APBN dengan status swasta, agar Unhi Denpasar tetap menjadi aset PHDI
dan umat Hindu, kesejahteraan karyawan bisa ditingkatkan, serta
kualitas anak didik pun akan lebih baik,” gugahnya, sembari berharap
semua pihak satya wacana demi kebaikan Unhi Denpasar di masa
depan. IJA-MB