Jakarta, (Metrobali.com)-

Dengan penerbitan obligasi Danantara, yang jaminannya adalah aset dari BUMN: perbankan, Pertamina, PLN, Holding Usaha Tambang, Danantara punya dana sangat besar untuk diinvestasikan di sektor riil. Jika investasi ini berhasil, bisa mendongkrak tercapainya pertumbuhan ekonomi 8 persen.

“Namun sebaliknya, apabila investasi dana ini gagal, harga saham BUMN di atas bisa rontok dan kepercayaan publik terhadap BUMN perbankan bisa tergerus, punya potensi melahirkan krisis keuangan serius yang mempunyai implikasi politik yang tidak kalah seriusnya,” beber Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi, Minggu 23 Februari 2025.

Dicontohkan, kasus krisis kredit macet di sektor perumahan di AS tahun 2008, yang dikenal dengan “mortgage loans crisis”, yang merontokkan sistem perbankan AS, menekan kinerja ekonomi negara ybs. yang sampai hari belum pulih.

“Risiko besar keuangan yang bisa membawa implikasi terhadap risiko ekonom politik ini, semestinya diperkirakan secara serius oleh Presiden Prabowo sebelum mengumumkan pendirian Danantara,” katanya.

Menurut I Gde Sudibya, Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto, semestinya belajar dari krisis keuangan tahun 1998, inflasi naik 80 persen, ekonomi tumbuh negatif 14 persen, dan Pak Harto “lengser” 21 Oktober 1998.

Dikatakan, target Pertumbuhan Ekonomi 8 persen, Akuntabilitas dan Transparansi dalam Tata Kelola Danantara ini sangat ditentukan faktor-faktor penggerak pertumbuhan ekonomi, didalamnya termasuk belanja masyarakat, belanja pembangunan pemerintah, investasi swasta melalui sistem perbankan dan mekanisme di pasar uang dan modal serta ekspor netto.

“Dari faktor penggerak pertumbuhan ekonomi di atas, hanya investasi swasta melalui sistem perbankan dan atau pasar uang dan modal, yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi di atas,” katanya.

Menurutnya, Danantara diharapkan sebagai lembaga investasi, yang akan mengelola sejumlah aset BUMN dengan total nilai Rp.14 700 T, jumlah dana yang sangat besar. Jumlah dana yang sangat besar, setara 4 kali lipat APBN tahun 2025 sebesar Rp.3,600 T.

Dikatakan, nampaknya lembaga investasi Danantara diharapkan mampu menarik dana besar dari pasar uang dan modal global, untuk mendorong investasi di sektor riil, untuk mendongkrak ekonomi bisa “terbang” tinggi, 8 persen per tahun.

Menurutnya, dari perspektif kebijakan, kombinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter plus (penarikan dana dari pasar sekuritas) untuk mendorong tinggi pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut Gde Sudibya menambahkan, ada beberapa tantangan dalam tata kelola Danantara. Diantaranya, terdapat akuntabilitas dan transparansi dalam tata kelola, untuk menghindarkan moral hazard, menumbuhkan public trust terhadap lembaga keuangan baru ini.

Menurutnya, aturan hukumnya, semestinya seketat UU Bank Indonesia,untuk menjamin kepercayaan publik, dan risiko kerugian yang bisa membebani keuangan negara dalam skala besar.

Kebijakan investasi Danantara, sebut saja dari penerbitan obligasi dengan jaminan aset BUMN, peta jalan investasinya mesti transparan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan luas kesempatan kerja, melahirkan pertumbuhan ekonomi berkualitas.

“Contoh saja di sektor pertanian dan perkebunan, industri manufaktur padat tenaga kerja, dan industri dengan teknologi madya untuk pasar ekspor bisa menciptakan lapangan kerja yang lebih luas,” katanya.

Dikatakan, sejak awal dalam penyusunan program investasi ini sedikit bermasalah. “Jangan sampai dana investasi super jumbo tersebut, hanya dinikmati oleh kelompok oligarki tertentu, yang selama ini terlalu dimanjakan pemerintah.

Sebut saja, investasi “akal-akalan” yang tampaknya populis, seperti membangun jutaan rumah, tetapi sebagian besar keuntungannya masuk ke tangan mereka.

“Diciptakan citra, mereka seakan-akan membantu program pemerintah. Jangan juga sampai dana yang tersimpan dalam Danantara untuk membenahi PSN yang menjadi sorotan publik,” katanya.

Menurutnya, akuntabilitas dan transparansi dari lembaga ini, perlu disampaikan ke publik, sebelum dilakukan pengumuman peresmiannya tanggal 24 Februari 2025.

Jurnalis : Nyoman Sutiawan