Pendanaan Makan Siang Gratis dengan Cara Berutang dari China?
Denpasar, (Metrobali.com)
Kunjungan hari pertama Presiden Prabowo ke China oleh berbagai pengamat dinilai blunder, rencana negosiasi tentang laut Natuna, yang jelas merupakan wilayah teritori Indonesia, dengan rencana negosiasi ini, timbul persepsi publik internasional, kita mau mengakomodasi kepentingan China di Laut China Selatan. Blunder selanjutnya, rencana ngutang untuk pendanaan makan siang gratis.
Menurut I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik, Pendanaan Makan Siang Gratis dengan Cara Berutang dari China dinilai blunder dan tak sesuai dengan semangat kemandirian bangsa ini.
Dikatakan, dalam kampanye 02 Prabowo – Gibran tentang Makan Siang Gratis, dengan perkiraan anggaran untuk tahun 2025 sebesar Rp.450 T, publik memperoleh kesan, pemerintah akan sanggup membiayainya dari dana APBN tanpa hutang luar negeri.
“Publik saat itu, terperangah dengan pertanyaan kritis: masak untuk pembiayaan makan siang gratis mesti berutang, gambaran dari kebijakan fiscal yang “lebih besar pasar dari tiang”.” Katanya.
Dikatakan, kita bersetuju dengan program populis ini, tetapi dengan berutang, akan semakin memberatkan pembayaran hutang ke depan, yang sekarang ini sudah sangat memberatkan APBN.
Semestinya program ini, lanjut I Gde Sudibya, pendanaannya berasal dari penundaan dan bahkan pembatalan dari proyek mercu suar yang boros dengan kelayakan finansial yang rendah. Seperti proyek IKN dan sejumlah proyek infrastruktur lainnya yang perencanaan tidak matang.
Menurutnya, proyek makan siang gratis ini, adalah proyek investasi jangka panjang. Jika pendanaannya jangka pendek dan menengah, maka akan terjadi “mismatch” ketidak cocokan antara penerimaan dan pembayaran hutang, yang membuat semakin sulit bagi pemerintah dalam pengelolaan hutang, berdampak pada kebijakan fiscal dan pembangunan ke depan.
Menurutnya, penambahan hutang dengan China, publik sedang mengalami trauma dalam relasi hutang dengan negara tsb., akibat proyek KA Cepat Bandung – Jakarta yang sangat merugikan pihak Indonesia.
“Demikian juga dalam proyek penambangan dan hilirisasi Nikel, yang amat sangat menguntungkan China. Biaya sosialnya mahal: rusaknya lingkungan, kemiskinan naik di wilayah pertambangan Nikel, serbuan tenaga kerja China,” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik.
Sebelumnya diberitakan Indonesia dan China menyepakati proyek pendanaan program makan bergizi gratis di Indonesia.
Dilansir pemberitaan Kompas.id, Senin (11/11/2024), kesepakatan itu merupakan salah satu hasil dari kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke China baru-baru ini. Selain itu, hasil kesepakatan lain adalah keamanan di bidang maritim.
Kedua kesepakatan ini dibacakan usai pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing pada Sabtu (9/11/2024) di Beijing China. Sutiawan)