Pemerintahan Prabowo dalam Bayang-Bayang Krisis Fiscal dan Risiko Menjadi Negara Gagal
Ilustrasi
Jakarta, (Metrobali.com)
Pemerintahan Prabowo dalam Bayang-Bayang Krisis Fiscal dengan Risiko Menjadi Negara Gagal. Opini majalah Tempo menyajikan data fiscal yang menarik disimak.
Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kecenderungan masa depan menggatakan, karena perubahan sistem pemungutan pajak, maka per akhir Januari 2025 Faktur Pajak yang masuk hanya 20 juta dengan penerimaan negara Rp.50 T.
Menurutnya, sedangkan data yang sama tahun lalu, Januari 2024, faktor pajak yang masuk 60 juta, dengan penerimaan negara Rp.172 T. Berdasarkan data Januari 2025 ada potensi krisis penerimaan negara, kontras dengan kabinet gemuk yang boros. Pendanaan negara selama bulan Januari 2025, dibelanjai dari salda APBN tahun lalu Rp.45,4T.
Dikatakan penyebab lainnya, pembayaran hutang luar negeri yang sangat besar, selama 5 tahun ke depan Rp.3,046 T, tahun ini sebesar Rp.803 T. Sangat membebani APBN di tengah penerimaan negara yang mungkin samgat seret.
“Pemangkasan terhadap anggaran Departemen PU sebesar Rp.81,3 T dan anggaran Departemen Perhubungan sebesar Rp.17,9 T, akan sangat menghambat pelayanan publik yang berkaitan dengan kerja di dua departemen yang bersangkutan,” kata I Gde Sudibya, Sabtu 15 Februari 2025.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat) FEB UI, diperkirakan defisit APBN tahun ini berkisar Rp.39,55 T sampai RP.188 T.
“Jika perkiraan defisit ini, selama 5 tahun ke depan tidak sanggup dikelola pemerintah, oleh LPEM UI, diperkirakan Indonesia punya risiko menjadi negara gagal,” kata I Gde Sudibya.
Dikatakan, berdasarkan data di atas, ancaman menghadang Pemerintahan Prabowo, perlu tindakan cepat, emergency program berupa pemotongan anggaran dengan kriteria yang jelas, tidak kesannya pilih kasih.
“Anggaran Kementrian Pertahanan, Polri, Keagungan tidak dipotong, sedangkan 17 kementerian dipotong besar-besaran,” katanya.
Dikatakan, anggaran IKN Rp.14,4 T seharusnya dipotong, anggaran makan siang gratis Rp.74 T, disesuaikan dengan kemampuan keuangan yang ada.
“Reshufle kabinet dengan skala besar, berdasarkan prinsip kompetensi, kabinet zaken tidak terhindarkan, untuk menghindarkan krisis fiscal berkepanjangan dengan bayang-bayang risiko negara gagal (failed state),” kata Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kecenderungan masa depan.
Jurnalis : Nyoman Sutiawan