San Afri Awang

Jakarta (Metrobali.com)-

Pemerintahan yang dipimpin Joko Widodo diminta mengakomodasi usulan untuk sejumlah kalangan terhadap Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP Gambut).

Masalah itu mengemuka pada diskusi kelompok terfokus tentang tindak lanjut PP gambut yang diselenggarakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan di kota Bogor, Kamis (23/10).

Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilan dari instansi pemerintah, akademisi dan pakar gambut, pelaku usaha dan LSM.

“Kami menampung dan siap memfasilitasi adanya keberatan terhadap PP gambut yang muncul dari berbagai pihak,” kata Kepala Badan Litbang Kemenhut San Afri Awang.

Awang menyatakan hilangnya pekerjaan bagi jutaan orang yang selama ini menggantungkan hidupnya di lahan gambut jelas bukan tujuan dari penerbitan PP gambut.

Dia juga mengingatkan jika ada enam juta jiwa yang berada pada kemiskinan relatif akibat PP tersebut, maka akan memperberat perwujudan nawa cita pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

PP gambut menuai keberatan dari berbagai pemangku kepentingan karena akan mematikan kegiatan budidaya pertanian, perkebunan dan kehutanan.

Selain itu sedikitnya enam juta jiwa akan jatuh ke bawah garis kemiskinan akibat pemberlakuan PP tersebut Ketentuan yang dinilai kontraproduktif adalah soal penetapan 30 persen luas lahan dari kawasan hidrologi gambut sebagai fungsi lindung dan larangan adanya saluran drainase.

Ketentuan yang dinilai paling mustahil adalah soal penetapan batas bawah muka air 0,4 meter dari permukaan gambut.

“Dengan muka air ditetapkan 0,4 meter di bawah permukaan gambut, akan mengurangi produktivitas hasil panen,” kata peneliti Badan Litbang Pertanian Fahmuddin Agus.

Dia mengungkapkan, berdasarkan inventarisasi yang dilakukan untuk pembentukan Indonesia Climate Change Trust Fund, terdapat 1,5 juta hektare perkebunan sawit di lahan gambut, di mana 40 persennya dikelola oleh masyarakat kecil.

Terdapat juga 1,5 juta hektare pertanian di lahan gambut yang sepenuhnya dikelola oleh petani kecil.

Ketua Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Supiandi Sabiham mengatakan, PP gambut perlu direvisi dengan mengubah ketentuan soal batas muka air gambut.

Dia menyarankan, tinggi rendah muka air gambut diatur oleh masing-masing kementerian sesuai dengan komoditas yang dibudidayakan.

“Jadi secara teknis akan berbeda soal ketinggian muka air di Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian,” kata Supiandi.

Hal senada dinyatakan pakar Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Rismansyah Danasaputra bahwa penerapan PP Gambut sangat berat bagi tanaman perkebunan jika muka air tanah ditetapkan 0, 4 meter, sebab tanaman perkebunan setidaknya membutuhkan muka air tanah 0,5-0,6 meter.

“Kami lebih sependapat jika tinggi muka air tanah dalam PP gambut hanya disebut kira-kira atau diatur sesuai kebutuhan masing-masing sektor,” ujar dia.

Dia menilai, PP tersebut sarat muatan politis, terutama kepentingan asing. Pihaknya berharap agar dilakukan uji materi terhadap PP tersebut agar tidak mematikan pelaku usaha perkebunan. AN-MB