Pemerintah siapkan Perpres larang peredaran pakaian bekas

ilustrasi Penyelundupan Pakaian Bekas Impor Petugas dari Pangkalan Sarana Operasi Bea Cukai Sulawesi menunjukkan pakaian bekas impor yang diamankan di Pangkalan Laut Bea Cukai Pantoloan Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (24/2/15). (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
Jakarta (Metrobali.com)-
Pemerintah tengah mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pakaian bekas asal impor yang nantinya akan dimasukkan dalam daftar barang yang dilarang diperdagangkan di dalam negeri.

“Sesungguhnya pelarangan impor pakaian bekas itu sudah ada, namun dalam penanganan ada kelemahan. Kita sedang mempersiapkan Perpres yang akan mengatur tiga hal,” kata Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Thamrin Latuconsina dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Thamrin menjelaskan bahwa dalam Perpres tersebut nantinya akan diatur lebih menyeluruh terkait pelarangan impor, pembatasan, dan juga pengawasan terhadap pakaian bekas yang sudah beredar. Perpres tersebut rencananya akan dikeluarkan pada awal Agustus 2015.

Kementerian Perdagangan, lanjut Thamrin, telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, karena pada Pasal 2 disebutkan bahwa pakaian bekas dilarang untuk diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, pakaian bekas yang masuk ke Indonesia pada atau setelah berlakunya aturan itu, akan dimusnahkan. Dan bagi para importir yang melakukan pelanggaran, akan dikenai sanksi administratif dan sanksi lain sesuai ketentuan yang berlaku.

“Supaya ada kepastian hukum, Mendag menerbitkan Permendag 51/2015 tersebut, yang akan berlaku dua bulan sejak dikeluarkannya aturan ini,” ujar Thamrin.

Sementara untuk Perpres, lanjut Thamrin, nantinya juga akan mengatur penanganan untuk peredaran pakaian bekas yang terjadi di dalam negeri. Selama ini, pemerintah masih kesulitan untuk membuktikan di pengadilan apakah pakaian tersebut merupakan pakaian impor bekas atau tidak dikarenakan barang tersebut masuk secara ilegal ke Indonesia.

Salah satu kasus adalah terdapat sebanyak 23 kontainer atau kurang lebih setara dengan 5.100 ball pakaian bekas di Sidoarjo yang berada dalam pengawasan Bea Cukai Surabaya. Namun, BC Surabaya kalah dalam proses praperadilan di Pengadilan Tinggi sehingga pakaian tersebut diperintahkan untuk dikembalikan yang nantinya akan diedarkan ke pasar dalam negeri oleh pemiliknya.

“Jika hanya Permendag saja tidak akan cukup, itu hanya mengunci agar tidak bisa impor. Untuk mengatasi yang beredar sedang dirumuskan payung hukumnya,” kata Thamrin.

Thamrin menambahkan untuk menangani pakaian impor bekas ilegal tersebut bukan perkara mudah karena pemerintah masih kesulitan untuk membuktikan bahwa pakaian tersebut memang ilegal jika tidak ada pengakuan dari pelaku.

“Kasus yang di Surabaya, pakaian bekas itu diperdagangkan antarpulau. Hakim mempertimbangkan bahwa fakta dan dasar hukum untuk penangkapan barang dari antarpulau tersebut kurang kuat sehingga dikembalikan ke pemiliknya,” ujar Thamrin.

Sesungguhnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, impor barang harus dalam keadaan baru. Sementara untuk pakaian bekas, Kementerian Perdagangan telah melarang importasinya melalui Kepmenperindag No. 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya.

Selain itu juga melalui Kepmenperindag No. 642/MPP/Kep/9/2002 tentang Perubahan Lampiran I Kepmenperindag No. 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya. AN-MB