Denpasar, (Metrobali.com) 

 

Pemerintah Provinsi Bali menargetkan tahun 2030 Bali bebas rabies. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, saat menghadiri Hari Rabies Sedunia (World Rabies Day) di Pantai Mertasari, Sanur, pada Minggu (29/9) pagi.

Dewa Made Indra menyampaikan bahwa untuk membebaskan Bali dari rabies dibutuhkan komitmen yang sangat kuat dari semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga para pemangku kepentingan strategis, termasuk Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dan stakeholder lainnya.

“Bagi kita di Bali, edukasi rabies merupakan hal yang sangat penting dan strategis karena data menunjukkan dari tahun ke tahun jumlah gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) sangat tinggi. Ada tren penurunan, tetapi belum terlalu signifikan,” kata Dewa Made Indra.

Ia menyampaikan bahwa tantangan yang dihadapi Bali tidak mudah. Ada beberapa hal yang menyebabkan potensi rabies di Bali masih cukup tinggi, antara lain kultur masyarakat Bali dalam memelihara anjing yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah animal welfare atau kaidah memelihara anjing secara sehat. Menurutnya, masih banyak anjing milik masyarakat yang dilepasliarkan.

Selain itu, tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat Bali terhadap rabies juga masih terbilang rendah. “Gigitan anjing dianggap sepele,” jelas Dewa Made Indra. Ia menilai gigitan HPR tidak akan fatal jika korban segera melakukan vaksinasi. Diketahui, vaksin rabies sudah dapat diperoleh secara gratis di fasilitas kesehatan terdekat.

Sementara itu, Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Bali, I Dewa Made Anom, mengapresiasi Pemerintah Provinsi Bali dalam upaya pengentasan rabies di Bali. Ia menyampaikan bahwa korban meninggal akibat gigitan HPR hingga September 2024 telah mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ditambahkannya, cakupan vaksinasi untuk anjing tanpa pemilik yang rendah masih menjadi kendala utama dalam penanganan rabies karena anjing-anjing tersebut sulit ditangkap.

“Akibatnya, rantai penularan rabies sulit diputus. Di samping itu, pengendalian populasi lewat sterilisasi anjing kalah cepat dengan reproduksi anjing,” imbuhnya.

Di sisi lain, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada, menyampaikan bahwa jumlah kasus rabies pada hewan sampai dengan September 2024 mencapai 295 kasus, dengan kasus tertinggi di Kabupaten Karangasem (60 kasus), diikuti Kabupaten Buleleng (49 kasus), dan Kabupaten Bangli (35 kasus). Sementara itu, cakupan vaksinasi rabies di Provinsi Bali hingga September 2024 telah mencapai 70,38%. (RED-MB)