Puspayoga 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Jumlah koperasi di Indonesia terbilang mencengangkan jika dibandingkan dengan jumlah koperasi di negara maju.

Tahun ini saja jumlahnya mencapai lebih dari 206.000 unit dengan jumlah keanggotaan mencapai 36 juta orang. Namun sayangnya kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) baru sekitar 2 persen.

Hal itu berarti koperasi belumlah memainkan peranan yang penting sebagaimana amanat UUD 1945 sebagai sokoguru perekonomian bangsa.

Pengamat perkoperasian Suroto menilai salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mendorong peran koperasi semakin besar dalam perekonomian adalah dengan membenahi keberadaan koperasi yang ada.

“Tekankan pada kualitas, jangan pada kuantitas sehingga koperasi-koperasi yang tidak aktif sebaiknya dibubarkan atau dicabut badan hukumnya,” katanya.

Ia mengatakan, pembubaran dan pencabutan badan hukum koperasi perlu dilakukan sebagai salah satu upaya penyehatan dan peningkatan kualitas koperasi di Indonesia.

Pembubaran perlu dilakukan karena koperasi yang tidak aktif itu membahayakan, bahkan sering diperjualbelikan atau disalahgunakan oleh oknum untuk mencari bantuan dan membuat investasi abal-abal.

“Pertimbangan lainnya adalah untuk menciptakan sistem perkoperasian yang sehat demi tercapainya koperasi yang tangguh dan mandiri,” katanya.

Menurut dia, dengan jumlah yang lebih sedikit, koperasi yang berkualitas dimungkinkan tumbuh lebih mudah sekaligus mudah diawasi dan dibina.

Ia berpendapat jumlah koperasi sebaiknya dikurangi terus dan idealnya untuk Indonesia itu hanya 10 ribu unit saja tapi jumlah anggota dan volume transaksinya yang perlu ditingkatkan.

Cabut Izin Terkait pembenahan koperasi, Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah (AAGN) Puspayoga menyatakan, mulai 2015 pihaknya akan mencabut badan hukum koperasi yang tidak aktif yang cuma papan nama dan tak lagi bisa diselamatkan dengan cara apapun.

“Mulai 2015, kita harus berani, koperasi tidak aktif kita cabut badan hukum dan izinnya,” kata AAGN Puspayoga.

Pihaknya mencatat jumlah koperasi secara nasional mencapai lebih dari 206.000 unit, sedangkan yang tidak aktif sebanyak 30 persen.

Sementara 70 persen sisanya merupakan koperasi aktif tetapi 50 persen di antaranya tidak lagi melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai prasyarat koperasi yang sehat.

“Artinya hanya 35 persen koperasi kita saat ini yang aktif,” katanya.

Karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM segera mengambil tindakan terhadap 61.468 koperasi tidak aktif sebagai salah satu upaya menyehatkan koperasi secara keseluruhan di Indonesia.

Selain itu, badan hukum koperasi “papan nama” juga rawan diselewengkan untuk mencairkan bantuan ataupun menghimpun dana masyarakat.

Menteri menekankan pentingnya kualitas koperasi ketimbang fokus untuk mengejar kuantitas.

“Banyak koperasi tapi tidak aktif itu sia-sia, lebih baik sedikit tapi berkualitas,” katanya.

Menuai Protes Untuk koperasi yang tidak aktif, Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Setyo Heriyanto mengatakan, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk koperasi-koperasi tersebut.

Pihaknya mendata saat ini ada 61.468 koperasi tidak aktif dari 206.288 koperasi yang ada di seluruh Tanah Air.

Langkah pertama yang akan dilakukan, yakni mengidentifikasi 61.468 koperasi tidak aktif tersebut.

“Langkah kedua adalah mengelompokkan dari segi spirit pembangunan atau pembentukan koperasi, kalau tujuan pembangunan awalnya itu hanya sekadar untuk mencari bantuan itu harus diberikan pemahaman secara khusus dan dilihat apakah masih bisa bangkit atau tidak,” katanya.

Jika tidak bisa bangkit maka koperasi tersebut harus membubarkan diri atau merevitalisasi koperasi dari segi kelembagaan maupun bentuk usahanya.

Langkah ketiga yakni menggabungkan koperasi-koperasi yang dari skala usahanya tidak layak untuk berdiri sendiri melalui peleburan, konsolidasi, merger ataupun amalgamasi.

“Langkah terakhir adalah pembubaran melalui pemerintah. Kalau memang sudah tidak bisa dan benar-benar tidak ada alamat, pengurus, dan anggota. Pembubaran melalui proses tiga kali pengumuman,” katanya.

Pihaknya menyarankan pelaku koperasi yang sudah berbadan hukum ketika di tengah perjalanan usahanya terjadi masalah sehingga tidak bisa mempertahankan keberlangsungan usahanya untuk secara sadar membubarkan diri.

“Ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja karena koperasi ini memiliki status legal yang diberikan oleh negara,” katanya.

Sampai saat ini, pihaknya mencatat sudah banyak daerah-daerah yang melakukan pembubaran koperasi yang tinggal papan nama di antaranya Lamongan, Jawa Timur, Riau, NTB dan Aceh.

Meski merupakan tindakan penataan, pencabutan badan hukum koperasi tak luput menuai protes dari sejumlah pihak.

Pejuang Gerakan Ekonomi Kerakyatan M Luqman Triaji SPI, misalnya, mengecam tindakan Menteri Koperasi dan UKM yang berencana mencabut puluhan ribu badan hukum koperasi yang sudah tidak aktif.

“Sungguh ironis dan sempit pemikiran dari Menteri Koperasi yang hanya memandang koperasi sebagai badan usaha semata bukan sebagai bentuk badan usaha ekonomi kerakyatan, Mematikan dan membunuh lebih mudah untuk Menteri Koperasi era Jokowi dibandingkan menghidupkan, memperbaiki, dan mengevaluasi, apalagi merawat,” katanya.

Ia pun kemudian mempertanyakan langkah itu apakah sebagai bukti ketidakberpihakan pemerintah terhadap koperasi, lalu mempertanyakan tentang siapa pihak yang akan menanggung hutang-hutang koperasi yang bermasalah, hingga mempertanyakan kewenangan Kementerian Koperasi dan UKM dalam membubarkan koperasi tidak aktif.

“Kementerian hanya mempunyai hak untuk mengesahkan tidak punya hak untuk membekukan dan membubarkan,” katanya.

Dalam setiap kebijakan, pro dan kontra memang selalu ada, namun pembenahan adalah fitrah yang perlu untuk terus dilakukan.AN-MB