Jakarta (Metrobali.com)

Mekanisme pembiayaan perubahan iklim perlu mempertimbangkan kebutuhan perempuan dan laki-laki untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap perempuan dan masyarakat miskin, menurut laporan baru United Nations Development Programme (UNDP) dan Center for International Forestry Research (CIFOR).

Menurut Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, pembiayaan perubahan iklim mengacu pada pembiayaan lokal, nasional atau transnasional —dari sumber pembiayaan publik, swasta dan alternatif — yang berupaya mendukung aksi mitigasi dan adaptasi untuk penanganan perubahan iklim.

Berjudul, “Memanfaatkan Pembiayaan Perubahan Iklim untuk Kesetaraan Gender dan Pengentasan Kemiskinan,” laporan tersebut meninjau lima mekanisme pembiayaan nasional di Indonesia untuk mempelajari lebih lanjut tentang penerapan inklusivitas gender. Laporan ini meninjau program-program yang didanai melalui APBN yang ditandai berdasarkan tujuh tema, meliputi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta responsifitas gender.

“Temuan utama mengkonfirmasi pengamatan awal kami bahwa intervensi responsif gender perlu diintegrasikan dengan lebih baik ke dalam mekanisme pembiayaan perubahan iklim. Salah satu alasan adalah perempuan penerima manfaat mengalami kesulitan yang lebih besar dalam mengakses pembiayaan perubahan iklim dari pemerintah, ”kata Norimasa Shimomura, Resident Representative UNDP Indonesia, dalam pidato pembukaannya pada peluncuran hari ini.

“Persyaratan seperti kepemilikan aset, keterampilan usaha, akses informasi, dan keanggotaan dalam koperasi berpihak pada laki-laki atau orang kaya. Ini salah satu contoh kendala yang dihadapi perempuan dan masyarakat miskin, yang membatasi akses dan manfaat bagi mereka yang paling membutuhkan, ”katanya.

Laporan ini diluncurkan pada acara UNDP Indonesia, SDG Talks yang bertujuan untuk membahas dan mengadvokasikan isu-isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) kepada kaum muda di Indonesia.

“Pembiayaan perubahan iklim dapat menghasilkan tindakan yang dapat mengurangi atau memperburuk kesetaraan gender dan kemiskinan. Masyarakat miskin terdampak secara tidak proporsional oleh dampak perubahan iklim” kata Houria Djoudi, ilmuwan senior di CIFOR. “Mekanisme keuangan yang mendanai aksi iklim harus dirancang untuk memungkinkan, dan tidak menghambat kelompok masyarakat yang termarjinalisasi – terutama perempuan dan masyarakat miskin – dalam menghadapi perubahan iklim.

Banyak perempuan di kawasan hutan dan pedesaan di Indonesia bergantung pada hutan, air dan pertanian yang rentan iklim untuk mata pencaharian mereka. Banyak perempuan, terutama yang termiskin, tidak memiliki akses penting – seperti tanah, kredit dan informasi dan teknologi – untuk mempersiapkan dan beradaptasi dengan perubahan iklim.

Di antara temuan utama dari laporan ini adalah: Kebijakan tingkat nasional Indonesia mendukung kesetaraan gender, tetapi orang yang menerapkannya dalam mekanisme pembiayaan perubahan iklim tidak memiliki pemahaman yang sama tentang kesetaraan gender dan mengapa hal itu penting; Penganggaran berbasis kinerja (PBK) dapat membantu memajukan kesetaraan gender dan pengurangan kemiskinan jika kementerian dan lembaga pemerintah sepakat tentang pentingnya kesetaraan gender, mempertimbangkan peran penting perempuan dan masyarakat miskin, dan belajar dari pengalaman.

Data terkait dapat diakses di sini: