Pembelajaran dari Komunitas Kolok, Desa Bengkala: Rangkul Disabilitas dalam Vaksinasi Inklusif Covid-19
Buleleng, (Metrobali.com)
Bengkala menjadi salah satu desa di Kabupaten Buleleng yang berhasil menggenjot vaksinasi Covid-19 pada masa pandemi. Terutama bagi kelompok risiko tinggi, seperti disabilitas tuli. Bagaimana kiat suksesnya?
Dari 42 penyandang disabilitas tuli di Desa Bengkala di Kabupaten Buleleng, Bali, 30 diantaranya telah menerima vaksin Covid-19. Hal ini mencerminkan cakupan vaksinasi desa tersebut yang cukup tinggi, yakni di atas 75 persen. Tentunya, situasi ini adalah sebuah wujud mitigasi pandemi yang menjanjikan, mengingat penyandang disabilitas adalah kelompok yang berisiko tinggi terpapar COVID-19. Pencapaian ini dapat terjadi karena adanya motivasi dari komunitas penyandang disabilitas untuk melakukan vaksinasi yang kemudian mendorong minat masyarakat umum untuk ikut menerima vaksinasi. Hal ini tidak terlepas dari kolaborasi lintas sektor (pentahelix) di daerah tersebut.
“Kelompok risiko tinggi, terutama komunitas disabilitas di sana juga ikut terlibat dalam vaksinasi. Ini yang mendorong kesadaran masyarakat lain juga tumbuh,” ujar dr. Sucipto, Kepala Dinas Kesehatan Buleleng.
Seluruh komponen di Desa Bengkala pun bergerak bersama, agar kasus Covid-19 dapat ditekan. Kolaborasi lintas sektor yang melibatkan aparatur desa, tokoh masyarakat, serta Satgas Covid-19 yang ada di desa bahu-membahu melakukan sosialisasi dan edukasi. Selain itu, Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) juga turut membantu program tersebut.
AIHSP bermitra dengan pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil untuk menguatkan sistem ketahanan kesehatan secara holistik. Salah satunya menggunakan pendekatan One Health, yaitu pendekatan terintegrasi antara kesehatan manusia, hewan dan lingkungan sebagai satu kesatuan yang saling memengaruhi satu sama lain dan pencapaiannya didorong melalui kerja sama lintas sektor.
Sucipto mengatakan bahwa Bengkala merupakan desa yang berhasil menerapkan konsep One Health melalui kolaborasi lintas sektor dengan pelibatan pemerintah, tenaga kesehatan terlatih, serta kelompok disabilitas. sehingga program pencegahan Covid-19 di desa tersebut cukup berhasil. Vaksinasi inklusif Covid-19 bagi kelompok risiko tinggi, seperti lansia dan penyandang disabilitas juga terlaksana dengan optimal.
Rangkul Penyandang Disabilitas, Gandeng Juru Bahasa Isyarat
I Gede Suarta, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bengkala, mengungkapkan bahwa proses sosialisasi saat pandemi Covid-19 tidaklah mudah. Saat itu kondisi ekonomi masyarakat tengah terpuruk, sementara pembatasan aktivitas selama pandemi berlangsung secara berkelanjutan.
Suarta menuturkan awalnya ia melakukan sosialisasi menggunakan pengeras suara. Dia kemudian berkeliling menggunakan mobil ke penjuru desa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). “Awal-awal itu, ada yang terima, ada yang tidak. Kami anggap sebagai hal wajar,” kata Suarta yang juga seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng.
Meskipun demikian, Suarta tidak patah arang. Sosialisasi terus ia lakukan. “Sampai puun (hangus, Red) tape mobil saya. Karena arus listriknya nggak nyambung. Tapi ya tetap jalan terus,” ujarnya.
Upaya yang tak kenal lelah akhirnya membuahkan hasil. Meskipun sebelumnya, sempat ada keraguan dari masyarakat karena banyaknya regulasi terkait dengan penanganan Covid-19 serta misinformasi terkait vaksinasi. Perlahan namun pasti, kesadaran masyarakat tumbuh. Hal ini dapat terjadi dengan adanya dukungan oleh Pemerintah Desa Adat Bengkala yang membentuk Satuan Tugas Gotong Royong Penanganan Covid-19 yang berhasil menurunkan tingkat penolakan masyarakat.
Dia juga mendekati komunitas tuli yang ada di desa tersebut. Suarta menyadari, penyandang disabilitas merupakan kelompok dengan risiko tinggi pada masa pandemi Covid-19. Terutama karena adanya hambatan komunikasi yang menjadi tantangan ketika mengakses layanan kesehatan. Penyandang disabilitas membutuhkan layanan khusus ketika terpapar virus Covid-19. Namun, penggunaan masker membuat mereka kesulitan untuk berkomunikasi karena menghalangi gerak bibir. Sedangkan, tingkat penyebaran virus akan semakin meningkat jika tidak menggunakan masker. Oleh karena itu, layanan kesehatan yang inklusif menjadi sangat diperlukan.
Komunitas disabilitas selalu dilibatkan saat ada sosialisasi di bale banjar maupun di balai desa di Desa Bengkala. a mendekati warga disabilitas melalui dua tokoh kunci, yakni Ketut Kanta dan Wisnu Giri. Keduanya adalah penerjemah bahasa isyarat yang ada di desa itu.
“Di masyarakat itu, kalau Pak Kanta atau Wisnu bilang A, ya komunitas itu akan ikut bilang A. Makanya kami selalu pendekatan dengan mereka. Komunikasi langsung pakai bahasa isyarat lokal dan kami juga melakukannya. Tapi untuk menumbuhkan kesadaran dan komunikasi yang lebih personal, kami minta bantuan ke dua tokoh ini,” imbuh Suarta.
Ia menambahkan bahwa kedua tokoh masyarakat Bengkala ini melakukan sosialisasi door-to-door guna menjangkau setiap warga tuli. Pendekatan itu terbukti efektif. Kesadaran untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) terus bertumbuh. Selain itu, para penyandang disabilitas juga mulai sadar untuk mengikuti program vaksinasi.
Penyandang disabilitas yang tinggal di Desa Bengkala, I Putu Suara, merupakan salah satu warga yang sadar akan kesehatan dirinya. Pada masa pandemi Covid-19, dia menerima vaksin.
“Disuntik biar sehat,” kata Suara sembari menggunakan bahasa isyarat. Ia terlahir tuli, dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat. Pria berusia 47 tahun itu terlihat lincah dan berjalan cukup cepat.
I Made Astika, Perbekel Desa Bengkala, mengamini bahwa perlu dilakukan pendekatan-pendekatan khusus untuk menyasar penyandang disabilitas agar pesannya dapat diterima dengan baik.
Astika menggarisbawahi bahwa pendekatan komunikasi risiko kepada disabilitas harus dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan kehangatan, serta kerja sama dari berbagai pihak.
“Warga disabilitas ini mau kok diarahkan. Vaksinasi juga lancar-lancar saja, dan rata-rata manut kok. Itu yang membuat kami salut. Tapi jangan sekali-sekali membuat mereka kecewa, karena sekali kecewa akan seterusnya menjauh,” tutup Astika. (RED-MB)