Denpasar (Metrobali.com)-

Sebagai sebuah media, film dokumenter memiliki banyak kegunaan. Satu di antaranya adalah sebagai saksi sejarah dari mana kita dapat melihat peristiwa-peristiwa penting  di masa lampau. Melalui film dokumenter wajah peradaban masa lalu dapat kita lihat dan simak kembali untuk kita pelajari sebagai referensi melangkah ke masa depan.

 Sayangnya, tak semua film dokumenter dibuat dengan kaidah-kaidah yang benar sehingga tak terlalu akurat untuk dibaca kembali di masa kini. Film-film dokumenter macam itu tak lebih dari sekumpulan gambar-gambar dokumentasi yang gagal menginformasikan nuansa dari peristiwa-peristiwa yang diabadikannya.  Bahkan, karya-karya macam itu boleh dikata merupakan karya  yang nyaris mubazir. 

Demikian  salah satu poin penting yang disampaikan oleh German G. Mintapraja dalam sesi #3 Pelatihan  Produksi Film Dokumenter yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Jumat-Sabtu (18-17/5), di Inna Bali Hotel Denpasar.  Pelatihan sesi ini bertajuk “Teknik Perekaman Gambar untuk Produksi Film Dokumenter”.

 Menurut German, agar karya-karya dokumenter tak sekadar menjadi onggokan informasi “basa-basi” semata, para pembuat film dokumenter haruslah menguasai kaidah-kaidah sinematografi dan cara bertutur yang benar melalui media tersebut. Kameraman kondang dari European Broadcast Union ini pun kemudian berbagi pengetahuan dan pengalamannya tentang itu. Khususnya tentang cara perekaman gambar yang benar.

 “Dalam sinematografi, setiap penempatan dan gerakan kamera memiliki filosofi masing-masing. Jika kita menggunakannya dengan benar, gambar-gambar yang kita buat akan bicara dengan sendirinya tanpa harus dijelas-jelaskan,” papar German.

 Kepada para peserta yang dengan khusyuk mengikuti pelajarannya,German memaparkan berbagai tip dan trik pengambilan gambar yang tidak saja indah tetapi juga memiliki muatan informasi yang kuat. Dengan gayanya yang kocak dan hangat, perwakilan CNN di Indonesia yang juga pengajar Sinematografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu memaparkan antara lain tentang bagaimana menempatkan fokus perhatian pada sebuah shot, bagaimana membuat gambar-gambar yang impresif, bagaimana cara merekam kejadian sembari membayangkan rancangan editingnya, dan banyak lagi.

German juga berbagi pengalaman tentang bagaimana dengan menyajikan gambar-gambar yang berkualitas ia dapat terlibat dalam tim perekaman dalam berbagai perhelatan kelas dunia seperti peliputan acara pemakaman Paus Johanes Paulus di Roma, Grand Prix, dan wawancara para presiden di  berbagai negara. Menurut kameraman yang digolongkan sebagai wartawan garis depan yang kerap ditugaskan di berbagai kancah pertempuran oleh CNN itu satu hal penting yang harus dimiliki oleh seorang kameraman atau seorang pembuat film dokumenter adalah penguasaan berbagai gaya pendekatan (style) sekaligus memiliki gaya pribadi.  Kata German, penguasaan berbagai gaya pendekatan akan membuat seorang kameraman atau pembuat film dokumenter dapat diterima baik untuk bekerja dengan tim mana pun di dunia. Sedangkan gaya pribadi yang kuat akan membuat yang bersangkutan unik dan tak bisa disamai oleh pembuat film mana pun.

 “Semua kemampuan itu bisa didapatkan dengan berlatih setiap saat!” tegasnya sembari menunjukkan view finder (alat pengintip) sederhana buatan sendiri yang menjadi sarananya berlatih setiap hari.

 Dan, imbuhnya lagi, agar bisa tekun berlatih di setiap kesempatan, aktivitas pembuatan film dokumenter harus dijalani dengan rasa cinta.

 “Pilih dan cintai pekerjaan Anda, maka Anda akan  memiliki energi yang besar untuk melakukannya dengan tekun. Jika sudah demikian, kelak uang dan kebahagiaan batin akan datang dengan sendirinya!” tandasnya. RED-MB