PDIP Pecat Jokowi dari Partai : Momentum Bagi Bangsa Ini Untuk Berbenah dari Perspektif Etika dan Moralitas Berbangsa
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan Presiden ke-7 RI, Jokowi, Gibran Rakabuming Raka hingga Bobby Nasution, bukan lagi menjadi bagian dari PDIP.
Oleh : I Gde Sudibya
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan ( PDIP ) Hasto Kristiyanto menegaskan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka hingga Bobby Nasution, bukan lagi menjadi bagian dari PDIP. “Saya tegaskan kembali bahwa Pak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan,” kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).
Hasto menyampaikan, partai telah menilai jika praktik-praktik politik yang dijalankan Jokowi dan keluarganya sudah tidak lagi sejalan dengan cita-cita partai yang telah diperjuangkan sejak masa Bung Karno.
Sehingga itulah yang terjadi, dan kemudian kita melihat bagaimana ambisi kekuasaan ternyata juga tidak pernah berhenti.
Hasto menyampaikan keanggotaan PDIP bukanlah semata-mata pada ada atau tidaknya kartu keanggotaan saja, tetapi pada komitmennya di dalam membangun peradaban kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Biar menjadi catatan sejarah bagi partai PDI Perjuangan, bagi perjalanan sejarah bangsa ini ke depan, pelanggaran: etika dan moral, kepantasan sosial dan juga hukum, pantas diberikan hukuman yang setimpal, untuk menjamin prilaku generasi berikut, mengikuti kaidah etika dan moral berbangsa yang diteladankan oleh para perintis bangsa, yang “terukir” indah dalam UUD 1945, yang disahkan 1 hari pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, 18 Agustus 1945.
Acuan etika moral, “code of conducts” yang harus dipegang teguh untuk meniti cita-cita besar bangsa nan mulya, 100 tahun INDONESIA EMASAN. Cita-cita tidak sebatas slogan, menjadi alat kampanye murahan, dan sekadar “omon-omon”.
Sekadar diwacanakan sebagai pemanis bibir-lips sevice- tetapi faktanya, korupsi kekuasaan yang semakin “membahana” dengan “out put”: alam rusak parah, penjarahan kekayaan negara di depan mata, ketidak-adilan sosial ekonomi yang akut, elegi kemiskinan (kemiskinan yang “dipertontonkan) dan kemudian “dibeli” dengan dana bansos untuk tujuan kelanggengan kekuasaan, ambang kesabaran sosial masyarakat terlewati. Dalam teori Revolusi Soetan Sjahrir (salah seorang pendiri bangsa), realitas sosial pahit yang bisa memicu Revolusi Rakyat.
I Gde Sudibya, anggota Badan Pekerja MPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan 1999 – 2004.