KH Said Aqil Siroj

Jakarta (Metrobali.com)-

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung pemerintah untuk meneruskan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba meski menghadapi tekanan dari sejumlah pihak, termasuk tekanan dari pemerintah Australia dan Brazil.

“Secara hukum agama hukuman mati diizinkan dan hukum negara pun juga mengizinkan. Jadi keduanya klop,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Sabtu (21/2).

Said Aqil menyatakan tidak setuju dengan pendapat kalangan penolak hukuman mati yang beralasan hanya Tuhan yang berhak menentukan hidup atau mati seseorang.

Menurut kiai penyandang gelar doktor dari Universitas Ummul Qura, Mekkah, Arab Saudi itu, Allah sendiri dalam firmannya mengizinkan adanya hukuman mati.

“Yang mengizinkan hukuman mati manusia itu adalah yang menciptakan manusia. Allah memerintahkan hukuman mati kepada ciptaannya yang jahat. Allah yang menciptakan manusia, memerintahkan kepada manusia, agar menghukum mati ciptaannya yang jahat,” katanya.

Menurut Said Aqil, hukuman mati secara fikih dibenarkan demi kemaslahatan yang lebih besar. Ia mencontohkan, masjid pun harus dibongkar jika memang diperlukan untuk pelebaran jalan, demi kemaslahatan yang lebih besar bagi masyarakat.

“Kita akan mengeksekusi 64 penjahat narkoba untuk menyelamatkan 240 juta rakyat Indonesia, untuk kepentingan yang lebih besar,” tandasnya.

Selain itu, kata Said Aqil, keputusan pelaksanaan hukuman mati ini merupakan bagian dari sistem hukum dan kedaulatan Indonesia.

“Negara lain tidak berhak melakukan intervensi,” tegas Said Aqil.

Bahkan, Said Aqil mengkritik sikap pemerintah Australia yang dinilainya ambivalen atau mendua dalam menyikapi hukuman mati.

Dalam kasus Bom Bali yang menewaskan banyak warga negara Australia, pemerintah Australia cenderung diam ketika Pemerintah Indonesia menjatuhkan hukuman mati dan mengeksekusi pelaku, yakni Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Ghufron. Bahkan banyak warga negara Australia yang setuju hukuman mati tersebut dilaksanakan, terutama keluarga korban.

“Saat ini, ketika warga negara Australia terlibat kejahatan narkoba mau dieksekusi, mereka ramai-ramai menolak hukuman mati tersebut, termasuk mengancam tidak akan berkunjung lagi ke tempat wisata di Indonesia,” kata Said Aqil.

Australia mendesak agar eksekusi mati terhadap dua warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dibatalkan. Bahkan, dalam permohonan pembatalan eksekusi itu, Australia mengaitkan bantuannya saat terjadi tsunami di Aceh.

Andrew dan Myuran merupakan terpidana mati dalam kasus yang dikenal sebagai “Bali Nine”, yakni kasus upaya penyelundupan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia yang dilakukan sembilan warga negara Australia.

Kesembilan pelaku ditangkap di Bali pada 17 April 2005 di Bali. Namun, tujuh pelaku yang lain divonis hukuman penjara.AN-MB