PBB, (Metrobali.com) –

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Jumat (20/2), mengatakan peringatan Hari Dunia bagi Keadilan Sosial tahun ini dipusatkan pada penyelundupan manusia dan perbudakan modern.

Peringatan Hari Dunia bagi Keadilan Sosial hadir pada saat penting buat manusia dan planet, terutama berkaitan dengan nasib buruk tak kurang dari 21 juta lelaki, perempuan dan anak-anak dalam berbagai bentuk perbudakan modern.

“Perangkat baru seperti ILO (Organisasi Buruh Internasional), Protokol dan Rekomendasi mengenai kerja paksa dan penyelundupan manusia membantu memperkuat upaya global untuk menghukum para pelaku dan mengakhiri kekebalan,” kata Sekretaris Jenderap PBB tersebut dalam pesannya untuk memperingati Hari itu, yang jatuh pada Jumat. “Kita harus terus berbuat lebih banyak. Kita tak bisa sekedar mencapai pembangunan buat semua, jika kita meninggalkan orang yang secara sosial dan ekonomi dieksploitasi.” Dalam apa yang ia gambarkan sebagai tahun penting buat pembangunan global, Sekretaris Jenderal tersebut mengatakan masih banyak yang perlu dilakukan untuk menghapuskan semua bentuk eksploitasi manusia, demikian laporan Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi.

Sidang Majelis Umum PBB pada 2007 mengumumkan 20 Februari sebagai Hari Dunia bagi Keadilan Sosial. Sidang Majelis Umum PBB mengundang semua negara anggota untuk mencurahkan perhatian pada hari itu untuk meningkatkan kegiatan nasional sejalan dengan sasaran dan tujuan Pertemuan Puncak Dunia bagi Pembangunan Sosial dan Sidang Ke-24 Sidang Majelis Umum.

Sementara negara anggota PBB berusaha merancang agenda pasca-2015 dan perangkat baru sasaran pembanguna yang berkesinambungan, Sekretaris Jenderal PBB tersebut menyeru masyarakat internasional agar membangun dunia keadilan sosial, tempat semua orang dapat hidup dan bekerja secara bebas, bermartabat dan setara.

“Di seluruh dunia, ada seruan yang meningkat untuk mewujudkan kehidup yang bermartabat buat semua dengan hak yang sama dan menghormati suara yang berbeda di kalangan warga dunia,” katanya. “Pada inti gerakan ini terletak kebutuhan bagi keadilan sosial.” Dalam pesan terpisah pada Hari itu, Direktur Jenderal ILO Guy Ryder berkata, “Tak ada yang tak bisa dihindari, tak ada alasan: Kerja paksa dapat dihentikan.” Ryder mengatakan jurang pemisah ekonomi terus meluas. Orang yang paling kaya meraih 30 sampai 40 persen dari seluruh penghasilan sedangkan orang yang paling miskin memperoleh 10 persen penghasilan. Pada 2013, 939 juta pekerja, atau 26,7 persen dari seluruh pegawai, masih memperoleh penghasilan dua dolar per hari atau malah kurang.

“Situasi bertambah parah akibat meluasnya ketidak-tersediaan perlindungan sosial dasar. Jutaan orang menjadi sasaran kondisi yang tak bisa diterima di tempat kerja dan tak memperoleh hak dasar,” kata Ryder.

Menurut ILO, sebanyak 21 juta lelaki, perempuan dan anak kecil dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi di pertanian, bekerja dengan upah murah, di kapal penangkap ikan, di industri seks atau di rumah pribadi. Jerih-payah mereka menghasilkan 150 miliar dolar AS dalam bentukan keuntungan tidak sah setiap tahun.

Perempuan dan anak kecil menghadapi resiko sangat besar untuk diculik dan dijual di dunia perbudakan pada saat konflik. Kerja paksa juga dapat membuat seluruh anggota keluarga hidup dalam kemiskinan selama beberapa generasi.

ILO menyerukan diakhirinya kerja paksa melalui pendekatan terpadu, dan pemerintah, pegawai, serikat kerja serta masyarakat sipil, masing-masing, memiliki peran untuk dimainkan dalam melindungi, membela dan memberdayakan mereka yang rentan, serta menciptakan peluang bagi lapangan kerja yang layak buat semua.

(Ant) –