Pastika sidak di RS Mata Indra

Gubenur Made Mangku Pastika saat sidak di RS Mata Indra

Denpasar (Metrobali.com)-

Peraturan walikota (perwali) Nomor 14 Tahun 2014 tentang Zonasi Denpasar Utara yang dipetakan per-kecamatan, dipastikan segera dicabut oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Keberadaan Perwali tersebut menghambat proses pengembangan bangunan RS. Mata Bali Mandara, yang hingga saat ini IMBnya belum keluar.

Gubernur Pastika menyatakan pencabutan tersebut seharusnya tidak sampai terjadi, jika saja ada kesadaran dari pihak Kota Denpasar untuk mencabut sendiri Perwali tersebut setelah diingatkan olehnya, dan intinya adalah komunikasi yang baik. 

Pastika mengaku sebelumnya sudah mengutus jajarannya untuk mengadakan koordinasi, namun sampai saat ini belum membuahkan hasil. Begitu pula peringatan yang Pastika sampaikan saat melaksanakan kunjungan kerja ke Kota Denpasar, belum di tindak lanjuti. Hal tersebutlah yang memaksa Pastika mencabut Perwali tersebut, karena pengembangan RS. Mata Bali Mandara menurut Pastika bertujuan memberikan pelayanan yang lebih baik daripada yang sudah ada saat ini.

Demikian disampaikanya yang terungkap saat mengadakan sidak pelayanan RS. Mata Bali Mandara di Jl. Angsoka, Denpasar, Senin (8/12). “Saya sebenarnya tidak berharap terjadi seperti ini, saya tidak senang model seperti itu. Perwali memang bisa saya cabut, tapi kalau kita sudah kasih tahu sebelumnya dan mereka mau mencabut kan itu lebih bagus. Jangan nunggu beginilah, kan kerusakan tambah parah jadinya. Hidup itu harus berubah sebelum dipaksakan, sukarela namanya, jangan paksa rela seperti itu. Sebelumnya saya juga sudah mengutus jajaran saya, sudah 2 bulan lebih saya perintahkan saya pikir sudah selesai, setelah mau dibangun saya baru tahu kalau IMB belum jadi. Wajar tidak saya marah,” tegas Pastika.

Seperti terlihat langsung dilapangan, banyak pasien sebelum mendapatkan giliran periksa harus ikut mengantre dan harus duduk dilorong bersama-sama para penunggu pasien. Hal tersebutlah yang mengundang keprihatinan Gubernur Pastika, sehingga proses pengembangan RS tersebut terus dikebut.

Pengembangan ini diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien. Seperti ruang operasi yang saat ini hanya ada 2 dan hanya bisa melaksanakan 25 tindakan operasi, kedepannya akan ditambah lagi 6 yang diharapkan bisa melayani pasien yang diperkirakan mencapai 5600 orang.

 “Bagi yang menghambat proses pengembangan RS ini, mungkin belum pernah melihat langsung kondisinya. Sekali-sekali berhenti dulu bekerja, coba cek langsung sendiri kondisinya kesini sekitar jam 11 atau jam 12 gitu. Saudara-saudara lihat sendiri kan tadi. Ini baru jam segini kan belum panes, sudah banyak yang antre, gimana nanti, ada bayi lagi, kebayang tidak sih. Begitu pula ruang operasi, saat ini hanya ada 2 yang baru bisa melakukan 25 tindakan operasi per-hari, sedangkan pasien yang akan operasi diperkirakan mencapai 5600 orang, kebayang tidak kapan selesainya. Untuk itu seperti direncanakan, kedepannya ruang operasi akan ditambah lagi 6,” cetus Pastika.

Melihat kondisi tersebut, Pastika langsung meminta Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali untuk mencarikan ruangan lain yang bisa dimanfaatkan sebagai ruang tunggu sementara bagi pasien yang mengantre. Setelah mengadakan peninjauan, Pastika pun setuju untuk memanfaatkan ruang rapat Dinas Kesehatan Provinsi Bali karena ruangannya cukup luas dan berdekatan dengan RS. Pastika juga sempat mengomentari tidak adanya pintu darurat di RS tersebut, yang ditakutkan menghambat evakuasi apabila terjadi bencana.

Lebih jauh Pastika juga menjelaskan keberadaan RS. Mata Bali Mandara sudah memiliki akreditasi Type A, dan menjadi RS mata rujukan regional, bahkan terbaik di wilayah Indonesia Timur baik dari segi pelayanan maupun peralatannya yang lengkap dan canggih. Hal tersebut menurutnya menjadi nilai tambah bagi pengembangan RS tersebut. Disamping itu lokasi pengembangan RS pun di nilai Pastika sangat strategis, karena bersebelahan dengan lokasi pengembangan terdapat Puskesmas dan Laboratorium.

Pastika juga menanggapi pertanyaan awak media yang menyatakan keberadaan RS saat ini menjadi penyebab kemacetan, dijelaskan bahwa mayoritas pasien yang periksa di RS tersebut adalah peserta JKBM yang berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga alasan membawa kendaraan mewah menurut Pastika tidak masuk akal. Kebanyakan kendaraan-kendaraan yang parkir di depan RS merupakan milik umum yang memanfaatkan lahan tersebut, namun Pastika tidak menampik beberapa pasien mungkin saja memiliki kendaraan roda empat.

Untuk menghindari kesan penyebab macet, Pastika menjelaskan dalam perencanaan pengembangan RS sudah dilengkapi dengan sistem parkir basement, sehingga pengunjung RS memiliki lahan parkir khusus. Terkait penamaan RS tersebut yang yang berisi Bali Mandara dan dianggap menjadi permasalahan, Pastika mengaku tidak pernah mempermasalahkan nama apa pun yang mau diberikan.

Ia hanya ingin memberikan sebuah nama yang bisa menjadi kebanggaan dan terus diingat oleh masyarakat, yang jika dicari maknanya Mandara berarti besar atau agung, serta sejalan dengan program Bali Maju, Aman, Damai, dan Sejahtera. “Seperti layaknya seorang manusia diberikan nama-nama yang bagus, pasti dengan makna dan tujuan yang bagus pula. Begitu pula RS ini saya kasih nama Mandara, yang maknanya besar atau agung, dan sesuai program Bali Maju, Aman, Damai dan Sejahtera. Masak mau saya kasih nama tidak maju, tidak aman, tidak sejahtera,” pungkas Pastika.

Pastika juga menyempatkan diri berbincang-bincang dengan pasien, untuk mengetahui keluhan-keluhan mereka. Seperti perbincangan Pastika bersama Ketut Berana, seorang pasien asal desa Penarukan, Kerambitan, Tabanan. Berana yang saat ditanya program JKBM,  mengaku tidak paham program tersebut. Tetapi ia menyatakan operasi katarak yang dilakukannya di RS tersebut tanpa biaya berkat program JKBM. Berana pun berharap pengembangan RS bisa dilaksanakan, karena Ia merasakan kurang nyamannya saat mengantre. RED-MB