BULAN Mei tahun 2013 mendatang, Bali akan menyelenggarakan Pemilihan Gubernur(Pilgub). Untuk menyiapkan perhelatan politik itu, KPU Provinsi sudah pro aktif mensosialisasikan berbagai produk hukum, yang sekiranya dapat menjadi panduan (rule) bagi setiap elemen masyarakat, mulai KPU ,masyarakat pemilih, media massa, dan juga partai politik. Harapannya, agar penyelenggaraan tersebut didukung sepenuhnya dan dapat berjalan lancar. Sehingga, gangguan terhadap kenyamanan dan keamanan masyarakat Bali akibat Pilgub dapat diminimalisir.

Di balik itu, tanpa bermaksud mengesampingkan pentingnya penyelenggaraan Pilgub, yang legal, transfaran dan akuntabel, ternyata masih ada hal lain, yang juga penting untuk dipikirkan dan dipersiapkan oleh seluruh masyarakat Bali. Yakni, bagaimana mengoptimalisasi partisipasi masyarakat dalam Pilgub. Sehingga, pemimpin Bali terpilih nantinya,  berpeluang lebih besar dalam mewujudkan harapan para pemilih maupun masyarakat Bali. Peran serta seluruh masyarakat dalam penyelenggaraan pilgub, dalam setiap tahapannya adalah momentum penting dan urgent untuk diberi atensi serius oleh seluruh elemen masyarakat Bali. Sehingga pemimpin terpilih, mampu membawa dan mewujudkan aspirasi politik para pemilih secara maksimal pula. Keterlibatan masyarakat yang optimal tersebut, dalam kalkulasi politik, biasanya, akan berbanding lurus dengan tingkat legitimasi dan kepercayaan masyarakat dalam mendukung pembangunan. Itu akan dibuktikan mulai sejak perencanaan kebijakan(planning), penyusunan program(programming),implementasi(implementation/actucting) hingga evaluasi (evaluation)program pembangunan yang digerakkan oleh gubernur terpilih. Dukungan itu identik dengan investasi politik. Maka, Itu perlu didorong, ditumbuhkan dan dikonsolidasikan oleh semua elemen masyarakat Bali, termasuk juga oleh media massa penyiaran di Bali.

Di Mana Partisipasi Media Penyiaran

Berhubungan dengan bentuk partisipasi media massa khususnya penyiaran, kita perlu merenungkan kembali tentang betapa efektivitasnya media penyiaran. Sebagai entitas media, media penyiaran juga mampu membentuk gambaran di kepala manusia, demikian dinyatakan Charles Wright, seorang tokoh komunikasi massa. Dikatakan, justru media lebih mampu mempengaruhi apa yang harus dipikirkan orang(what  tho think). Konsepsi itu berlaku apabila terhubung oleh kepentingan individu maupun lingkungan sosialnya, yang terinduksi menjadi kepentingan bersama. Realitas itu, mungkin identik  dengan kerinduan masyarakat Bali, yang mengharapkan hadirnya pemimpin yang mampu mengaktualisasi Bali dengan seutuhnya(holistic), pada Pilgub tahun 2013 mendatang.

Adanya kesamaan harapan dan kepentingan masyarakat Bali ,yang saat ini sudah mencapai 3.8 juta jiwa lebih itu, adalah energy politik yang besar,  apabila aspirasi mereka dapat ditransformasikan menjadi energy demokrasi dalam penyelenggarakan Pilgub mendatang. Dalam era demokrasi saat ini, media penyiaran tidak hanya dapat menyiarkan apa menjadi gambaran realitas social sebagai peristiwa berita, tetapi jauh dari pada itu, media penyiaran di Bali,yang saat ini jumlah telah mencapai 60 stasiun baik televise maupun radio, seharusnya bisa berperan lebih sempurna melalui keterampilannya untuk membuat agenda setting, sehingga dapat mengoptimalisasi partisipasi politik masyarakat, melalui peran dan fungsi informasinya. Dengan sebaran yang merata, serta menjangkau perkotaan hingga pelosok desa, tentu akan memberikan efektivitas pesan-pesan yang disampaikan kepada kemasyarakat. Keragaman jenis media (televise dan radio), keragaman program  berdasarkan segmentasi, adalah kekuatan lain dari penyiaran di Bali, yang mampu memeratakan serta mengefisienkan sampainya informasi Pilgub kepada khalayak.

Walaupun demikian, keterampilan mengelola agenda setting yang diperankan radio maupun televise itu dalam menstimulasi partisipasi masyarakat, perlu penguatan, yang menurut McLeod, seorang pakar komunikasi,  dengan memperhatikan bebera hal, yakni, pertama harus memahami derajat kepentingan  suatu isu berdasarkan prioritas pribadi (individual issue salience). Dalam hubungan ini, sebuah stasiun wajib memperhitungan tingkat  respond dan  respek, pribadi masyarakat Bali terhadap isu-isu pemilihan gubernur mendatang, sebelum media penyiaran menetapkan pilihan pada suatu agenda setting. Artinya, apakah isu tersebut merupakan isu utama, penting, dan urgent bagi anggota masyarakat secara individu. Kedua, agenda setting juga harus memperhatikan pendapat public tentang apa yang dianggap penting oleh orang lain (perceived issue salience).  Sebelum agenda setting, tingkat respon masyarakat melalui unit-unit social(Community issue salience)juga  menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Bagaimana penerimaan kelompok masyarakat terhadap isu Pilgub.  Misalnya dari kelompok professional, sopir pariwisata, sopir angkutan umum, kaum tani, nelayan, pedagang, kalangan guru, bahkan respon tingkat elit masyarakat juga menjadi bagian penting untuk dikaji.

Penentuan agenda setting dalam menggerakkan partisipasi masyarakat merupakan peran sentral media dalam Pilgub mendatang. Hal tersebut akan melahirkan beragam kebijakan siaran media penyiaran, yang akan diapresiasi oleh marketing, programmer, produser, repoerter hingga kamerawan. Media setting itu mempengaruhi program siaran yang sifatnya temporer, apabila timming-nya berdekatan dengan tahapan pemilu gubernur yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi Bali. Agenda media itu juga akan memacu kreativitas broadcaster dan melahirkan beragama content, mulai dari features, berita(news), pox populi, indept news, talk show – interaktif dan lain sebagainya. Di sinilah sesungguhnya peran media penyiaran di Bali dalam membangkitkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pilgub Bali. Agenda setting merupakan roh yang akan memberi kesadaran baru, sehingga masyarakat dapat berperan lebih optimal melalui beragama content siaran yang dielaborasi oleh professional penyiaran.

Pahami Legal Reasonning

Walaupun media penyiaran memiliki kebebasan dalam menjalankan peran persnya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan sekaligus sarana utama suksesnya demokrasi, lembaga ini juga tidak boleh melupakan adanya ketentuan – ketentuan hukum yang telah menjadi aturan negara. Implementasi peran dan fungsi penyiaran, kiranya sangat bijaksana, apabila menguasai lebih dulu aturan hukum umum yang mengikat lembaga penyiaran. Misalnya Undang – undang pers, Undang Penyiaran, P3 dan SPS, Undang-undang no.15/2011 tentang Pemilu,  Undang – Undang No.8/2012 dan produk hukum lainnya. Penguasaan itu akan dapat mengurangi resiko jerat hukum, apabila akan menggerakkan sebuah agenda media untuk mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

Pengingnya partisipasi masyarakat ini sudah diberikan arahan umum untuk membangun partisipasi masyarakat dalam pemilu. Pasal 246, Undang-undang 8 tahun 2012 dengan jelas menyebutkan itu. Bahkan dalam ayat satu(1), secara tegas disebut, bahwa pemilu dilaksanakan dengan partisipasi masyarakat. Interpretasi hukumnya, semakin tinggi partisipasi masyarakat, maka hasil pemilu tersebut akan semakin legitimit. Jadi partisipasi menjadi kunci utama suksesnya pemilu. Bentuk partisipasi berdasarkan ketentuan itu adalah sosialisasi pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, jajak pendapat, hingga penghitungan cepat (quick account). Agenda umum dari ketentuan pemilu itu bisa menjadi ranah garapan agenda setting media, sehingga conten siaran yang dibuat memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung pada peningkatan partisipasi politik masyarakat Bali dalam Pilgub mendatang. Kemasan partisipasi dapat dibuat dituangkan dengan beragam sentuhan kreativitas bermedia.

I Wayan Yasa Adnyana, SH.,MH.(Anggota KPI D Bali)