Foto: Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, perpustakaan, pariwisata dan ekonomi kreatif Putu Supadma Rudana alias PSR (kiri) saat bersama generasi milenial.

Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, perpustakaan, pariwisata dan ekonomi kreatif Putu Supadma Rudana alias PSR mengaku prihatin dan miris dengan mandegnya pengembangan pariwisata di Nusa Penida.

Hal ini bertolak belakang dengan status KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) yang disandang Nusa Penida sejak 2011 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025.

Faktanya status ini terkesan seperti hanya label semata tanpa didukung dengan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, air dan listrik yang memadai maupun infrastruktur dan fasilitas penunjang pariwisata dari pemerintah pusat.

“Status KSPN tidak berdampak apa-apa bagi kemajuan pariwisata Nusa Penida. Jadi harus ada sikap masyarakat tegas masyarakat Bali evaluasi kontribusi pemerintah pusat di era Jokowi untuk Nusa Penida dan Bali secara umum,” kata Supadma Rudana ditemui di Denpasar, Rabu (13/3/2019).

Wakil Sekjen (Wasekjen) DPP Partai Demokratmembandingkan pemerintahan era Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini. Dimana di era SBY ada MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) sebagai  sebuah pola induk perencanaan ambisius dari pemerintah Indonesia untuk dapat mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi.

“Ada MP3EI di era SBY. Tapi ketika pemerintah baru Jokowi terkesan berubah. Namun kami di Demokrat  terus jembatani agar ada percepatan pemerataan pembangunan khususnya infrastruktur seperti di daerah Tiga T (terdepan, terluar dan tertinggal) Nusa Penida ini,” ujar Anggota Fraksi Demokrat DPR RI itu.

Juru bicara Komando Tugas Bersama (Kogasma) DPP Demokrat ini juga mempertanyakan apa kontribusi pemerintah pusat di era Jokowi untuk pembangunan infrastruktur Nusa Penida di saat kawasan ini sudah menyandang status sebagai KSPN.

“Seharusnya tanyakan kepada pemerintah pusat saat ini apa kontribusinya untuk Nusa Penida. Tiga infrastruktur dasar yakni jalan, air bersih dan listrik masih menjadi masalah serius dan klasik di wilayah ini. Dimana pemerintah pusat belum melakukan apa-apa disana,” kata politisi asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar itu.

Infrastruktur Minim, Investor Enggan Datang

Faktanya, warga masih harus menghadapi banyaknya jalan sempit, berlubang, belum teraspal yang juga sangat menggangu mobilitas dan roda perekonomian warga serta menghambat perkembangan pariwisata.

Begitu juga soal air bersih yang masih sulit di didapatkan di beberapa wilayah. Kondisi diperparah dengan listrik yang sering “byar pet” alias “hidup mati hidup mati.”

“Jalan berantakan, air kurang, listrik tidak ada,
Amor Ring Acintya. Inilah ironi Nusa Penida yang padahal merupakan benteng penjaga Bali,” kata Supadma Rudana yang sudah beberapa kali turun langsung ke Nusa Penida dan melihat langsung betapa mirisnya kondisi daerah ini.

Belum lagi bicara soal pelabuhan yang menghubungkan Klungkung daratan dengan Nusa Penida yang belum memadai. Rencana pembangunan Pelabuhan Segitiga Emas juga masih terkendala anggaran.

“Perkembangan pariwisata juga mandeg karena terkendala infrastruktur dasar. Bagaimana wisatawan mau datang kalau jalan ‘benyah latig’, listrik seiring mati dan air seret. Investor juga akan pikir-pikir,” kata Caleg petahana DPR RI dapil Bali nomor urut 1 dari Partai Demokrat itu.

Jadinya Nusa Penida seperti kawasan “terasing dan dianaktirikan” jauh dari hingar bingar gemerlap pembangunan infrastruktur di Bali Selatan yang begitu silau dengan gemerincing dolar dari pariwisatanya. Kondisi ini membuat  warga Nusa Penida yang “menjerit” seolah meratapi nasib termarjinalkan dari geliat pembangunan di tanah kelahiran.

“Nusa Penida dan Bali pada umumnya seperti dianaktirikan dalam pembangunan infrastruktur.  Tidak banyak infrastruktur yang didapatkan Bali di era Presiden Jokowi,” kritik politisi muda yang dikenal dekat dengan generasi milenial dan sudah memfasilitasi beasiswa untuk ribuan siswa dan mahasiswa di Bali.

Pemerintah Pusat Harus Bangun  Infrastruktur Nusa Penida

Menurutnya Pemda Klungkung sudah maksimal berbuat membangun daerahnya. Tapi apa daya tidak banyak hal atau infrastruktur yang bisa dibangun karena PAD (Pendapatan Asli Daerah) kecil. Begitu juga Pemprov Bali belum cukup mampu.

Untuk itulah diperlukan campur tangan pemerintah pusat dan keseriusan Presiden Jokowi membangun infrastruktur Bali khususnya di Nusa Penida yang disebut Rudana juga sebagai daerah 3T yakni “terdepan, terluar dan tertinggal.”

“Presiden harus bicara infrastruktur di Bali khususnya di Nusa Penida. Jalan, air, listrik dan pelabuhan mana yang sudah dibangun Jokowi disana? Kemana Jokowi selama ini? Jangan Bali dianaktirikan,” kritik Supadma Rudana.

Pihaknya mendesak pemerintah pusat dalam hal ini kementerian terkait seperti Menteri Perhubungan (terkait transportasi, pelabuhan), Menteri PUPR (terkait air dan jalan) dan Kementerian BUMN (terkait listrik) segera turun tangan membantu pembangunan tiga infrastruktur dasar di Nusa Penida.

Begitu juga soal rencana pembangunan Jalan Lingkar Nusa Penida yang diperkirakan menelan anggaran hingga Rp 1 triliun diharapkan dapat didanai oleh pemerintah pusat lewat APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

“APBN kita Rp 2.400 triliun lebih. Jika hanya Rp 1 triliun untuk membangun Jalan Lingkar Nusa Penida, APBN tidak akan ‘kepeh’ (tidak terpengaruh-red),” kata Supadma Rudana.

Di sisi lain, Supadma Rudana juga memberikan perhatian serius pada pembangunan SDM masyarakat Nusa Penida. Buktinya belum lama ini ia menurunkan fasilitasi beasiswa  kepada 5.000 anak Nusa Penida .Tujuannya bukan mencari suara nun murni membantu masyarakat di daerah 3T ini.

“Saya juga ingin anak Nusa Penida harus jadi pengusaha. Lebih maju dan mampu dari masyarakat lainnya,” tutup Supadma Rudana.

Pewarta : Widana Daud

Editor : Hana Sutiawati