Foto : Rapat pembahasan  Ranperda Perlindungan Mata Air, di ruang komisi III DPRD Buleleng pada Selasa (8/5).

Buleleng (Metrobali.com)-

Pansus II DPRD Buleleng yang membahas Ranperda Perlindungan Mata Air, dengan terpaksa untuk sementara di tunda sampai sidang paripurna. Hal ini terjadi, setelah Pansus II dan Bapem Perda menerima masukan dari eksekutif di ruang komisi III DPRD Buleleng pada Selasa (8/5). Rapat yang dipimpin oleh H. Mulyadi Putra,S.Sos bersama anggota pansus, Anggota Bapem Perda DPRD Buleleng Putu Tirtha Adnyana, didampingi team ahli DPRD dr.I Wayan Rideng,SH.MH serta dihadiri oleh Kepala Dinas PUPR Ketut Suparta Wijaya, ST, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Ir. I Made Gelgel, Ksb. Perundang-Undangan Setda Buleleng I Putu Suastika, SH.

H. Mulyadi Putra, S.Sos menjelaskan bahwa Pansus II DPRD Buleleng mengundang esekutif, baik itu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup maupun Bagian Hukum Setda Buleleng untuk mencari masukan terkait Ranperda Perlindungan Mata Air yang saat ini dalam penggodogan Pansus II DPRD Buleleng.

Terhadap hal ini, anggota Bapem Perda DPRD Buleleng Gede Suradnya menyatakan bahwa hasil dari rapat sebelumnya terdapat perbedaan tentang pending atau lanjutkan. Mengingat belum ada payung hukum yang dapat digunakan terhadap Ranperda Perlkindungan Mata Air. Namun demikian, ujarnya menambahkan ada hal yang penting dari pembahasan kali ini, yakni jika payung hukum yang dipakai mengacu pada UU No. 11 tahun 1974 masih bisa digunakan, maka diharapkan Ranperda ini bisa dilanjutkan sambil menunggu PP dari pemerintah yang baru.

Ungkapan yang hampir sama juga disampaikan Putu Tirtha Adnyana. Menurutnya terhadap  apa yang disampaikan oleh esekutif hampir sama dengan yang dibahas di internal pada saat rapat sebelumnya.”Ada satu hal yang membuat kami sangat kecewa, karena setiap inisiatif dewan yang diajukan dewan selalu mandeg. Dan informasi yang didapatkan dari esekutif selalu lambat”ujarnya.”Untuk itu perlu dalam peraturan daerah ini memakai konsultan yang dipakai sebagai landasannya”imbuh Tirta Adnyana.

Lebih lanjut dikatakan terkait dengan Ranperda Perlindungan Mata Air ini, DPRD Buleleng berinisiatif karena dilihat sumber mata air sudah mulai mengawatirkan. Sedangkan MK memutuskan untuk membatalkan atau menggugurkan UU tahun 2004, tetapi tidak jelas pasal-pasal mana saja yang bersinggungan dengan hal tersebut.” Oleh karenanya kita selalu terlambat. Kalau menunggu PP atau aturan yang baru, selalu regulasi kita akan terlambat. Padahal di Kabupaten Buleleng sumber mata air sudah mulai berkurang”ujar Tirta Adnyana.

Lantas kenapa Ranperda Perlindungan Mata Air ini dibuat oleh DPRD Buleleng? Dengan tegas Tireta Adnyana mengatakan untuk melindunggi mata air demi kepentingan masyarakat luas. Contohnya di Desa Tejakula ada sumber mata airnya dari kabupaten lain dan ini sudah sangat tergantung dengan daerah lain, jadi apakah sudah ada MoU dengan daerah lain.”Jadi untuk itulah DPRD berinisiatif untuk membuat Perda Perlindungan Mata Air, yang mana nantinya mengatur mata air yang dipakai masyarakat luas”, tegasnya.

Sementara itu Kepala Dinas PUPR Ketut Suparta Wijaya, ST, dalam pemaparannya mengatakan bahwa sesuai dengan hasil konsultasi ke kementrian PUPR dan Kemendagri terkait Perlindungan Mata air atau Perairan, ranperda ini dari sisi kewenangan sangat sulit dan disarankan dari pemerintah pusat untuk memasukannya ke RTRW Kabupaten. Selain itu menunjuk pada keputusan MK terkait dengan pencabutan sekaligus pembatalan UU No. 7 tahun 2004 dan diberlakukannya kembali UU no. 11 tahun 1974 tentang perairan, maka saran dari kami untuk Ranperda Perlindungan Mata Air sebaiknya ditunda terlebih dahulu sambil menunggu undang-undang perairan yang saat ini masih dibahas oleh kementrian PUPR sampai nantinya disahkan Undang-Undang tersebut. Setelah menerima pemaparan dari masing-masing OPD yang terkait dengan Ranperda Perlindungan Mata Air, H. Mulyadi Putra, S.Sos dalam kesimpulannya mengatakan bahwa pembahasan ranperda ini tidak akan dilanjutkan lagi sampai paripurna nanti dan untuk pembatalan atau penarikan akan mengacu pada tatib no. 1 tahun 2014 pasal 88 terkait dengan mekanisme penundaan dan penarikan kembali Ranperda yang sudah dibahas karena memang berkaitan dengan regulasi-regulasi hukum yang belum ada.

Perlu diketahui disini, bahwa Pansus II DPRD Buleleng yang dikoordinir H. Mulyadi Putra,S.Sos terus menggenjot dan menggodog Ranperda Pelindungan Mata Air. Setelah terlebih dahulu melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PUPR di Jakarta, 9 April 2018 lalu, selanjutnya Pansus II menindak lanjuti hasil konsultasinya melalui  rapat, pada Senin (7/5) diruang Komisi III DPRD Buleleng.

H. Mulyadi Putra pada kesempatan tersebut mengatakan bahwa hasil dari konsultasi yang sudah dilakukan terhadap Ranperda Perlindungan Mata Air ini, belum ada regulasi yang mengatur terhadap persoalan mata air yang diatur oleh daerah, yang ada masalah perijinan bagi pemanfaatan air.”Jadi belum ada persepsi yang sama dalam memandang persoalan didaerah terhadap filosophi, yuridis dan sosiologis dari idea atau gagasan penerbitan suatu Perda”jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan secara substansi dikembalikan lagi kepada daerah untuk mempertimbangkannya. Artinya pemeritah pusat dalam hal ini, melalui Kementrian Dalam Negeri hanya bersifat konsultatif saja, tidak berwenang membatalkan ataupun mecabut sebuah Perda.”Dalam rapat ini, kami meminta kepada Baperda, anggota Pansus dan LHKP Unipas agar bisa memberikan masukan terkait dengan judul pansus ini, baik itu masalah aspek kewenangan, asfek prosedural, dan asfek muatan materi”tandas H Mulyadi Putra.

Ungkapan yang hamper sama juga disampaikan anggota Pansus Putu Tirtha Adnyana. Menurutnya hasil konsultasi ke pemerintah pusat masih sangat abu-abu, terkait regulasi perlindungan mata air. “Padahal perda ini sangat diperlukan karena pemerintah daerah harus tahu tentang sumber mata air di Kabupaten Buleleng dan mata air penyangga dari kabupaten lain” ujarnya.

Sementara itu Ketua Baperda Gede Suradnya meminta kepada Pansus II untuk bisa memaksimalkan data yang akan dipakai dalam pembuatan Perda Perlindungan Sumber Mata Air ini, dan juga benar-benar membahasnya dahulu di intern. Disamping itupula, Pansus agar mengundang pihak eksekutif untuk bisa memberikan pemahaman hukum maupun datanya. Sehingga nantinya ada satu kesepahaman terhadap Perda Perlindungan Mata Air ini.”Apabila nanti Ranperda ini resmi di jadikan Perda, agar pihak eksekutif benar-benar melaksanakan Perda, agar tidak seperti Perda-Perda sebelumnya yang belum dimaksimalkan”, ucapnya menegaskan.

Pada sisi lain dari LHKP Unipas melalui Ketuanya Nyoman Surata, SH mengatakan dari beberapa hasil konsultasi ke provinsi maupun kepusat, selalu jawabannya mengarah ke abu-abu. Namun demikian, sangat diyakini untuk Ranperda Perlindungan Mata Air tetap dijalankan, karena sifatnya sudah sangat mendesak untuk mendata dan melindungi sumber mata air yang ada di Kabupaten Buleleng serta mata air didaerah penyangga.”Pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi terkait pencabutan UU Nomor 7 Tahun 2004, dengan demikian UU Nomor 11 Tahun 1974 dengan konkekwensi berlakukan kembali semua peraturan perundangan dan urutannya”terangnya.

Menurutnya saat ini secara prosedural sebagai ketentuan dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (pemerintahan bidan PU dan Penataan Ruang, Sub. Urusan Sumber Daya Air), UU no. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Per-mendagri No. 83 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum daerah serta Peraturan DPRD No. 1 th 2014 tentang tata keruk Hukum Daerah Tatib DPRD Buleleng. “Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tersebut aspek prosedur sudah dilalui. Jadi menurut kami, Ranperda ini bisa dilanjutkan”pungkas Nyoman Surata.

Pewarta : Gus Sadarsana

Editor : Whraspati Radha