Panglima TNI: resistensi pemilu 2019 lebih tinggi

Rapat Pansus Pemilu. Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (tengah) menyampaikan pendapatnya disaksikan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmad (kiri) dan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Agus Andrianto dalam rapat dengar pendapat umum dengan Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2016). Rapat itu membahas stabilitas keamanan menjelang pilkada serentak 2017. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta (Metrobali.com)-
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, Pemilu 2019 yang disiapkan sebagai pemilu gabungan antara Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif memiliki tingkat resistensi lebih tinggi.

“Karena tingkat resistensinya lebih tinggi maka diperlukan persiapan waktu yang lebih lama,” kata Gatot Nurmantyo pada rapat Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (13/12).

Rapat dipimpin Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy dan didampingi dua Wakil Ketua Pansus, Ahmad Riza Patria dan Yandri Susanto.

Gatot mengingatkan, Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu agar menyelesaikan pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu paling lambat pada Mei 2017 agar waktu persiapan pemilu cukup.

“RUU Penyelenggaraan Pemilu mendesain pemilu gabungan pada 2019, yakni Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif. Gabungan pemilu ini resistensinya lebih tinggi sehingga perlu waktu persiapan yang lebih lama,” katanya.

Gatot Nurmantyo menjelaskan, kalau Pemilu Presiden perlu waktu persiapan 10 bulan, maka gabungan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden paling tidak perlu waktu persiapan sekitar 20 bulan.

Makin lama persiapan waktunya, kata dia, maka potensi resistensi dapat diminimalisir sehingga potensi konflik dapat ditekan.

“Saya kira dari TNI soal keamanan saja,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pansus RUU Pemilu, Lukman Edy mengatakan, RUU Penyelenggaraan Pemilu merupakan gabungan dari tiga undang-undang, yakni UU Pemilu Presiden, UU Pemilu Leguislatif serta UU Penyelenggara Pemilu.

Dengan digabungnya tiga UU ke dalam satu RUU yang diusulkan Pemerintah, kata dia, maka RUU ini menjadi semakin komplek dan pasal-pasalnya jadi lebih banyak.

“Sasarannya, adalah pelaksanaan pemilu 2019 menjadi lebih efisien dan efektif, karena menggabungkan Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif,” katanya.

Diakui Lukman, dalam RUU Pemilu ini masih banyak pasal-pasal yang perlu dikritisi agar kemungkinan munculnya kendala dalam pelaksanaannya dapat diantisipasi.

Menurut dia, Pansus RUU Pemilu saat ini masih mencari masukan dari berbagai lembaga terkait untuk memperkaya materi pada penyusunan daftar isian masalah (DIM) dari fraksi-fraksi di DPR RI.

Pansus RUU Pemilu menargetkan dapat menyelesaikan pembahasan pada akhir April 2017.