Denpasar (Metrobali.com)-

Art@inment dimaksudkan sebagai istilah yang muncul dari kristalisasi pikiran para perupa yang berpameran dalam mencermati kecendrungan seni rupa kekinian yang sebagian telah dieksploitasi ke dalam setiap ruang dan waktu sebagai media hiburan. Kesenian seakan tidak lagi sebuah pertautan rasa di ruang sunyi dengan konsentrasi kejiwaan dalam rentang waktu yang panjang bagi para pelakunya.

Paradigma berkesenian yang pragmastis seperti ini justru kian marak ini di sekitar kita.  Hal ini tentu akan mengaburkan esensi kesenian itu sendiri, karena telah keluar dari persoalan ideologisnya. Gejala ini muncul di mana-mana, sekedar menarik contoh misalnya, demikian banyak para sosialita dan publik figur yang mendadak gemar melukis, mendeklarasikan diri sebagai pelukis, kemudian berpameran di antara mereka. Dalam pameran, tak jarang disisip dengan acara yang berlebihan, tentu yang sepadan dengan gaya kehidupannya. Ironinya,  kegiatan yang dibangun sesaat itu justru mendapat tempat di ruang publik. Dalam soal yang lain, seni lukis juga dipertimbangkan para terapis menjadi media yang sakral dalam penyembuhan alternatif. Sugesti yang dibangun adalah psikologi rasa menghibur yang dapat dinikmati dari proses berkarya.

Para perupa yang tergabung dalam pameran Art@inment, sejatinya berawal dalam sebuah wacana dan diskusi ringan dari seniman ke seniman yang lain. Wayan Redika, seniman asal Karangasem berpendapat bahwa gerak penciptaan dalam seni rupa telah mengarah pada  visual pleasure, di mana hasil karya itu berada dalam posisi nyaman dilihat, ringan, dan indah secara estetis. Karya seni kini telah jauh dari kesan sebagai visual pressure yang menyimpan muatan ideologis. Hal ini terjadi karena meningkatnya daya tekan para kapitalisme yang berhasil membangun pasar maya, dan melakukan pengaruh kreatif kepada para seniman. “Dari sisi ekonomi, mungkin gejala ini baik, tapi sisi peneguhan sikap dan konsep kekaryaan itu jauh lebih penting”, jelas Redika.  Gagasan yang ada dalam Art@inment, adalah sebuah konstruksi tentang kesadaran dalam memuliakan “rasa” dalam berproses. Rasa itu kemudian yang menjadi bagian dari jiwa yang menggenangi setiap karya.  Dalam arti yang sederhana, setiap karya bukanlah representasi dari “rasa” di luar jiwa senimannya.  Alhasil, peristiwa berproses akan dedikasikan sebagai entertain personal bagi sang pelukis.

Kesepahaman gagasan dalam menyikapi kondisi yang ada, telah menggugah Guet Art Space untuk memamerkan karya yang dikreasi sejalan dengan tema yang sering menjadi bahan diskusi. Pemilik Guet Art Space, Kadek Dwi Armika berharap suasana keguyuban yang selama ini tercermin dari 9 perupa yang berpameran akan menjadi pedoman sikap yang memberi pengaruh kebebasan dalam berkarya. Karena itu Armika berharap pameran ini menjadi refleksi tentang hiburan yang sanggup menggayut ke dalam rasa. “Meskipun kecil, Guet berharap pameran ini dapat memberikan nilai yang tidak kecil,” kata Arsitek muda ini.

Pameran ini diselenggarakan sebagai bagian program  Bali Act 2013, yang bertujuan untuk membuat sistem publikasi yang terintegrasi, selama kurun waktu tertentu secara simultan. Sehingga nantinya dapat menjadi rujukan dan pusat informasi bagi publik yang berkeinginan mendapatkan informasi tentang seni rupa di Bali. RED-MB

 

Pameran Seni Rupa

Art@inment

Perupa            :    Made Budhiana, Wayan Redika, I Made Wiradana, Mahendra Mangku, I Ketut

                           Tenang, I Made Oka, Made Romi Sukadana, V. DedyReru, I Wayan Wirawan

 

Pembukaan    :    Selasa 5 Nopember 2013, pk 18.30 wita

 

Tempat           :    Guet Art Space, Jl. DanauTamblingan Sanur Denpasar

                           Pameran berlangsung sampai 5 Desember2013