Denpasar (Metrobali.com)-

Seniman serba bisa Nyoman Erawan dalam menciptakan karya kanvas mempunyai kaitan erat dengan pengalaman gerak tubuh dan garis yang dibentuk sebagai aksi dari kesadaran puitik yang dipahaminya.

“Bagi saya ekspresi bukan ihwal dari apa yang nampak, tetapi menyangkut soal dari yang tidak nampak,” kata Nyoman Erawan yang mengapresiasi pelaksanaan “Bali Art in Culture & Tradition” (Bali Act) yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Senin (14/10).

Ia menampilkan 114 karya kanvas, karya instalasi dan performence dalam pameran tunggal yang berlangsung di Museum Arma Ubud selama sebulan mulai 17 Oktober 2013.

Pameran yang digelar itu tidak semata-mata untuk menghadirkan bagian luar dari penampakkan segala hal, namun ingin mengungkapkan apa yang penting dari keadaan pada bagian dalamnya.

Erawan menjelaskan dalam banyak contoh proses kreatifnya tidak ada kesadaran untuk memisahkan ekspresi melukis dan gerak tubuh (performance).

“Memilah simbol-simbol dalam karya instalasi dengan tanda-tanda ekspresi dalam karya dua dimensional yang menghubungkan karya-karya tersebut adalah bagian terpenting keterlibatan tubuh yang menunjukkan manifestasi dari sikap dan cara manusia menanggapi jagad hidup dan pengalaman,” tutur alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Seni hadir pada manusia melalui pengalaman, yakni lewat inderawinya. Sesuatu yang diserap indera manusia mampu membangkitkan kesadaran intelektual dan perasaannya.

Hal itu menyatu dengan objek pengalaman sehingga kehilangan ruang dan waktu, sehingga yang ada adalah pengalaman sekarang, tidak ada waktu yang lalu maupun yang kemudian, sehingga sekarang adalah keabadian.

Erawan menambahkan, oleh sebab itu seseorang yang memahami ekspresi seni rupa sebagai keadaan tentang objek karya seni, memisahkan apa yang disebut sebagai suatu hasil dengan proses kreasi dan kerja kreatif.

Ekspresi seni rupa abstrak tidak menunjukkan bentuk secara umum yakni mimetik, meniru keadaan atau penampakkan yang luar, sering dianggap sebagai hasil yang tidak mengandung nilai-nilai simbolik yang jelas dan mudah dipahami.

Padahal banyak simbol-simbol yang bisa dipahami dari kebiasaan mengenalnya, bahkan bagi bentuk simbol-simbol yang bersifat abstrak. Kebiasaan dan proses belajar mengenal makna-makna bentuk.

Simbol-simbol itulah yang mengikat pengalaman dalam satuan-satuan ruang dan waktu yang bersifat khusus, ujar Nyoman Erawa. AN-MB