Foto: Sejumlah pejabat Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali saat bersama Perbekel Desa Dangin Puri Kangin Ir. I Gusti Ngurah Putrawan dan perangkat desa.

Denpasar (Metrobali.com)-

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali mengapresiasi tata kelola Pelayanan Publik Pengurusan Administrasi Kependudukan di Desa Dangin Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar.

Bahkan desa yang menyandang gelar sebagai Desa Digital atau Digital Village ini akan dijadikan salah satu standar acuan di Provinsi Bali dalam hal keberhasilan Pengurusan Administrasi Kependudukan khususnya terkait pengelolaan penduduk pendatang (duktang) atau krama tamiu yang berlandaskan konsep dialogis dan kebersamaan.

Demikian terungkap dalam kunjungan sejumlah pejabat ORI Bali ke Kantor Desa Dangin Puri Kangin, Rabu (12/6/2019) yang diterima langsung Perbekel Desa Dangin Puri Kangin Ir. I Gusti Ngurah Putrawan.

Dalam kesempatan ini ORI Bali melaksanakan kajian mengenai Kedudukan Desa Adat dan Desa Dinas dalam Perspektif Pelayanan Publik di Kota Denpasar (Studi Kasus Pelayanan Publik Pengurusan Administrasi Kependudukan).

Desa Dangin Puri Kangin menjadi salah satu sampel dalam hal pendataan penduduk dengan melibatkan sinergi desa dinas dan desa adat. Khususnya juga terkait pendataan dan pengelolaan penduduk pendatang.

Kajian ini dilakukan dalam rangka melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Lembaga Negara ini mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan pemerintah termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, BHMN serta badan swasta atau perorangan yang dibebani tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN atau APBD.

Perbekel Desa Dangin Puri Kangin Ir. I Gusti Ngurah Putrawan mengaku bangga desa menjadi salah satu objek kajian ORI Bali. Ia menjelaskan pengurusan administrasi kependudukan di desanya dijalankan dengan rapi, dimana database penduduk juga dikelola dengan digitalisasi.

Khususnya terkait dengan pendataan dan pengelolaan penduduk pendatang juga menjadi perhatian serius “Desa Digital” yang pernah dikunjungi delegasi Pertemuan Tahunan IMF-WB (International Monetary Fund -World Bank) pertengahan Oktober 2018 lalu.

Putrawan mengungkapkan ORI Bali menggali sampel dari desa -desa di empat kecamatan di Denpasar untuk nantinya diusulkan ke Ombudsman RI Pusat untuk menjadi sebuah rekomendasi untuk dijadikan acuan atau rujukan pengelolaan penduduk non permanen di seluruh Bali. Salah satu yang jadi rujukan yakni Desa Dangin Puri Kangin.

“Ombudsman sangat mengapresiasi dan desa kami akan jadi dasar rujukan standar penerapan terkait pengelolaan krama tamiu sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat yang sudah dicanangkan di Provinsi Bali,”ungkap pria yang juga Ketua Forum Perbekel/Lurah Kota Denpasar ini.

Tak Ada Diskriminasi kepada Duktang

Sebelumnya ditengarai pengelolaan penduduk pendatang atau krama tamiu di empat kecamatan di Kota Denpasar berbeda-beda. “Yang sebelumnya membuat beda kan karena regulasinya tidak diatur. Sekarang kan sudah diatur, ada Perda Desa Adat dan juga diatur dengan pararem atau awig-awig di banjar adat setempat,” terang Putrawan.

Krama tamiu atau disebut pula penduduk non permanen atau penduduk pendatang seperti yang kerap datang ke Denpasar pasca Lebaran untuk mencari rejeki di Ibukota Provinsi Bali. Di Desa Dangin Puri Kangin para penduduk pendatang ini didata dan dikelola dengan pendekatan dialogis, kekeluargaan dan kebersamaan serta tanpa diskriminasi dengan melibatkan sinergi desa dinas dan desa adat serta berbagai stakeholder terkait.

“Di desa kami tidak ada diskriminasi terhadap penduduk pendatang karena mereka semua bagian warga NKRI dan tidak ada pungutan biaya. Yang ada hanya partisipasi di lingkungan banjar adat dalam bentuk iuran ketertiban keamanan lingkungan dan biaya swakelola sampah,” ungkap Perbekel yang dikenal cerdas dan inovatif ini.

Artinya mereka diterima dan dikelola dengan baik oleh banjar setempat untuk ikut bersama-sama mendapatkan hak dan juga memenuhi kewajibannya termasuk ikut bersinergi membangun desa. Misalnya dalam menjaga lingkungan, kebersihan serta ketertiban dan keamanan desa.

“Sehingga dengan sinergi ini tidak ada kesan diskriminatif sebab kita kan bagian dari NKRI,” tegas Putrawan yang sempat menjadi pembicara pada High Level Meeting (HLM) serangkaian Pertemuan Tahunan International Monetary Fund-World Bank (IMF-WB) Oktober 2018 lalu.

Kajian ORI Bali di Desa Dangin Puri Kangin ini akan dilanjutkan dengan program atensi dan assessment (penilaian) terkait implementasi dan realisasi program pendataan dan pengelolaan penduduk  non permanen dengan melibatkan sinergi desa dinas dan desa adat. (wid)