IMG-20170908-WA0036
Gianyar, (Metrobali.com) –
Organisasi pelestarian dari berbagai negara di dunia yang tergabung dalam International National Trusts Organisation (INTO) menggelar International Conference of National Trusts (ICNT) ke-17. Acara yang dihelat mulai 11-15 September 2017 itu mengambil lokasi Gianyar, Bali. Pertemuan itu akan dihadiri 72 organisasi pelestarian anggota INTO uang mewakili 44 negara dari lima benua. Bertindak selaku panitia yakni Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) bersama Pemerintah Kabupaten Gianyar.
Direktur INTO, Oliver Maurice menjelaskan, peran komunitas dalam gerakan pelestarian sangat penting, di mana organisasi pelestarian seperti INTO dan BPPI memiliki jejaring yang kuat di tingkat regional maupun internasional. “Pada pertemuan ini peserta akan memperkuat peran dan berbagi pengalaman,” ujar Olivera di Pantai Masceti, Gianyar, Jumat 8 September 2017.
Ketua BPPI, Catrini Kuno tubuh menjelaskan, nantinya pertemuan ini akan menghasilkan rekomendasi yang akan dibawa pada forum yang lebih tinggi yakni pertemuan COP ke-23 yang digelar di Jerman tahun depan. “Nanti akan dibahas secara khusus masukan dari Indonesia yang digawangi oleh Menteri Lingkungan Hidup untuk solusi lingkungan yang akan dibahas di COP ke-23. Di sana akan dibahas kompensasi dunia luar bagi negara yang menjalankan kelestarian tradisi untuk keberlanjutan lingkungan. Nanti masukan itu akan kita beri judul deklarasi Gianyar,” papar Catrini.
Salah satu masukan dari forum ini untuk pertemuan COP ke-23 di Jerman sudah barang tentu kembali kepada kearifan tradisi dan budaya lokal. Hal itu menurutnya merupakan kunci bagi kelestarian lingkungan berkelanjutan. “Solusi bagi kelestarian lingkungan berkelanjutan yang kami tawarkan yakni kembali kepada kearifan tradisi dan budaya lokal. Bagaimana konsep yang diwarisi leluhur mengenai konsep keseimbangan brgitu nyata dalalm kelestarian lingkungan berkelanjutan. Di Bali misalnya ada Nyepi yang kontribusinya begitu besar,” ujarnya.
 
Tak hanya di Bali, Catrini menyebut berbagai kearifan tradisi dan budaya lokal dari berbagai daerah lainnya juga akan dipaparkan pada pertemuan ini. Salah satunya yakni bagaimana suku Baduy di Banten berinteraksi dengan lingkungan hidup. Tak hanya Indonesia, Catrini juga menyebut negara lain juga akan memaparkan kearifan tradisi dan budaya lokal di negaranya masing-masing. “Ini kontribusi nyata pertemuan ini, di mana deklarasi akan dibawa ke pertemuan yang lebih tinggi,” tuturnya.
Di sisi lain, Bupati Gianyar, Anak Agung Gde Agung Bharata berharap dunia mau bergerak menyelematkan lingkungan hidup. Salah satu konsep Bali yang patut diadopsi pada pertemuan itu adalah Tri Purusa selain daripada Tri Hita Karana. Ia menjelaskan, Tri Purusa terdiri dari Eka Purusa, Dwi Purusa dan Tri Permana.
“Eka Purusa itu artinya dia hidup tapi tidak bisa bergerak (tumbuh-tumbuhan), sementara Dwi Purusa yakni dia hidup, bergerak, bisa bersuara tetapi tak punya akal (hewan). Tri Permana yaitu hidup, bergerak dan punya akal. Inilah manusia,” katanya.
Ia berharap ada keseimbangan antara destinasi wisata dan heritage. “Wisata itu pasti ada pengikisan. Budaya ini kalau kita tidak pertahankan dengan pengertian yang baik, kita tinggal menunggu kesurutannya saja. Ini yang menjadi topik sekarang, kearifan budaya lokal kunci kelestarian lingkungan berkelanjutan. Kelestarian kita kalau tidak punya aura positif, tidak ada yang datang ke Bali,” urai dia.
“Tri Hita Karana sudah diakui PBB. Sementara dunia ini yang mengisi Tri Purusa tadi. Ini yang harus diperjuangkan. Kalau salah satu dari ketiganya dirusak, tinggal tunggu marahnya alam saja,” demikian Agung Bharata. JAK-MB