Denpasar (Metrobali.com)-

Hari ini, Jum’at, 23 Desember 2022 raina Tilem Kenem. Dalam masyarakat Bali Pegunungan dengan tradisi Bali Mula yang kental, pecaruan Tilem Kenem direlasikan dengan tradisi tua peninggalan Bhirawa Paksa, pecaruan Bhuta Jajna yang dimaknai sebagai “penguatan ” pada alam, sebagai sumber kesejahteraan bagi krama Bali.
Pecaruan yang dilakukan pada masa “puncak” kerja para petani mengolah alam (dalam keseimbangan alam itu sendiri), tidak bermakna penyucian alam karena alam sedang “dikelola”. Upakara bermakna penyucian alam dilakukan di sasih: Kasa, Ketiga, Kapat, Kelima dan Kedasa.
Jajna “penguatan ” alam – bhuta jajna, mengandung pesan makna alam: dirawat, dijaga dan dilestarikan, dengan keyakinan penyelamatan alam merupakan persyaratan dasar bagi keselamatan manusia dan upaya meraih kesejahteraan.
Jika kita merujuk prasasti tua Dharma Kelawasan yang menyatakan bentang alam dari Alas Penulisan – jejer kemiri bukit sebut saja dari bukit: Mangu – Beratan – Gunung Batu Karu – rangkaian bukit yang mengitari Danau Batur sebagai “tulang giing”, sumsumnya Pulau Bali, yang berarti tulang sumsumnya pulau Bali adalah hamparan hutan nan luas. Mengandung makna keselamatan dan penyelamatan hutan adalah persyaratan dasar keselamatan Bali dan sistem penunjangnya: manusia Bali, peradaban dan kebudayaannya.
Penyelamatan alam Bali kini dan ke depan menghadapi tantangan sangat berat, menyebut beberapa dari tantangan tsb.:
pertama, banjir bandang yang menerjang Bali di minggu pertama dan minggu kedua bulan Oktober 2022, di sasih Kapat, yang lazimnya musim kemarau terkering, memberikan penggambaran dari salah kelola hutan di Bali, demikian juga pengaturan tata ruang. Kedua, proyek PKB di Klungkung yang memerlukan tanah urug sebanyak 5 juta M3, telah menggerus Bukit Buluh dan bukit lainnya di atas Desa Dawan, yang telah merusak lingkungan. Ketiga, rencana proyek “mercu suar” jalan tol Gilimanuk – Mengwi, dengan pendekatan kuno pertumbuhan ekonomi, akan “melahap” sawah produktif seluas 480 ha dan mengancam masa depan sekitar 80 subak.
Dalam proses kehancuran dan “penghancuran” alam Bali, apakah pecaruan Tilem Kenem masih metaksu dan berperan dalam penguatan alam Bali?.

Oleh : Jro Gde Sudibya, Ketua FPD (Forum Penyadaran Dharma), kelompok diskusi intelektual Hindu.