Denpasar (Metrobali.com)-

Demo massif dengan cakupan luas wilayah nyaris dari Sabang – Merauke oleh mahasiswa dan gerakan masyarakat sipil, yang menggambarkan kemarahan rakyat atas cengkeraman kekuasaan oleh para oligarki yang bersekutu dengan nepotisme politik yang merupakan “anak kandung: dari Politik Dinasti yang dilahirkan oleh Pesiden Jokowi. Presiden yang oleh Bahlil diberikan label ” raja jawa yang ngeri-ngeri sedap”.

Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik dan kecenderungan masa depan, Selasa 27 Agustus 2024.

Menurutnya, kolusi dari penguasa dan para oligarki, melahirkan fenomena kekuasaan (yang tidak pernah terjadi semenjak Indonesia Merdeka).

Dikatakan, de facto kesannya, para oligarki yang berkuasa, dalam bentangan luas kekuasaan: pengelolaan tambang, perizinan HGU industri sawit, pembentukan semacam kartel dalam perdagangan minyak sawit, perdagangan komoditas pangan, pengaturan ekonomi rente yang berkaitan dengan impor pangan.

“Akibat dari Kolusi penguasa – pengusaha, melahirkan oligarki yang “powerful”, berakibat nyata: kerusakan luas wilayah pertambangan, masyarakat adat yang terpinggirkan, kesenjangan pendapatan yang luar biasa: penguasa – oligarki plus kekuatan pendukungnya semakin kaya raya, puluhan juta orang miskin tetap miskin dan bahkan menjadi semakin miskin,” kata I Gde Sudibya.

Menurutnya, fenomena yang disebut Soekarno sebagai “exploitation d’lome parlome”, penghisapan manusia atas manusia lainnya.

Dikatakan, dalam perspektif pemikiran Soekarno, REVOLUSI diperlukan, revolusi menjebol dan membangun. Yang dijebol, oligarki dan nepotisme, yang perlu dibangun kembali, Nation and Character Building, membangun kembali spirit kebangsaan dan karakter warganya, untuk kembali ke nilai-nilai proklamasi: kemanusiaan, keadilan, kebhinekaan.

“Dalam Pandangan Soekarno, pengerahan massa -machforming- diperlukan, dalam demo besar, massif, spontan dan cakupan luas wilayah tsb.di atas, persyaratan tsb.sudah terpenuhi. Selamat datang Kekuatan Rakyat, pasca 26 tahun reformasi,” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik dan kecenderungan masa depan. (Sutiawan)