Denpasar (Metrobali.com)-

Menyimak siaran humas Pemda Bali di medsos, yang memuat pernyataan Bendesa Adat Besakih di atas bangunan bertingkat yang “ngungkulin” Pura Titi Gonggang, bangunan yang akan difungsikan sebagai tempat parkir dan kegiatan ekonomi. Pernyataan Bendesa Adat yang “ngelantur” mengatasnamakan Pura Besakih, memuat pernyataan politik yang bernada kampanye politik, “menyeret” Besakih dalam kancah perpolitikan, kampanye yang prematur dan pada tempat yang tidak patut.
Bangunan bertingkat untuk tujuan yang motifnya bisnis, di wilayah utama mandala “undagan” Satu Besakih, meliputi kawasan Pura: Dalem Puri, Praja Pati, Tegal Penangsaran, Setra Gandamayu dan Titigonggang, yang “ngeletehin” palebahan ini. Kemudian bangunan tinggi nan “angkuh” ini, “menenggelamkan” tetuek dan rasa palebahan utama mandala ” undagan” Dua Besakih, meliputi kawasan Pura: Manik Mas, Ulun Kul-Kul, Bangun Cakti, Goa Raja, Rambut Sadhana, Mrajan Kanginan, Bencingah Agung dan Pura Basukhian.
Gangguan tetuek dan rasa (persyaratan dasar dari puja bhakti yang nuking tuwas dan kemudian suci), “mengganggu” perjalanan rokhani ke Utama Mandala, “undangan” Tiga, Penataran Agung, jejer kemiri Meru dan Padma Tiga.
Terhadap perubahan di Besakih ini, yang ditandai dengan menyolok berdirinya bangunan bertingkat tsb., dapat diberikan catatan kritis – reflektif sbb.:
Pertama, nama proyeknya Pelestarian dan Menjaga Kesucian Pura Besakih, tetapi faktanya, kawasan palebahan “Undagan” Satu, “dihancurkan” nilai sejarah dan “bentang” kesuciannya.
Kedua, terjadi kekalahan dalam nilai spiritulitas yang melekat pada Besakih dari pertimbangan kepentingan ekonomi turistik yang memperoleh pembenaran dari negara.
Ketiga, pertarungan antara nilai spiritualitas dengan kepentingan ekonomi yang didukung kekuasaan ke depan akan semakin membesar dan meninggi, di era kehidupan “politik sebagai panglima”, dan realisasi dari Peraturan Presiden yang menetapkan kawasan Gunung Agung dan sekitarnya sebagai PSN ( Proyek Strategis Nasional).

Jro Gde Sudibya, Ketua FPD (Forum Penyadaran Dharma), penulis buku: Hindu Menjawab Dinamika Zaman, Agama Hindu & Budaya Bali ( Bunga Rampai Pemikiran), inisiator dan penulis epilog buku: Baliku Tersayang, Baliku Malang, Potret Otokritik Pembangunan Bali dalam Satu Dasa Warsa, tahun 1980″an.