Gianyar (Metrobali.com)-

 

Sehubungan dengan perkembangan kondisi ekonomi nasional dan daerah serta menyikapi akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan pada Maret 2023, OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024.

“Bali menjadi daerah yang mendapatkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan tersebut,” Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Giri Tribroto didampingi Ananda R. Mooy Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan, Budi Susetiyo Deputi Direktur Manajemen Strategis, EPK dan Kemitraan Pemda dan Yan Jimmy Hendrik S. Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 dan Perizinan pada acara Temu Wartawan, Senin (5/12) di Ubud.

Kebijakan tersebut tambah Tribroto, tertuang dalam Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/KDK.03/2022 tentang Penetapan Sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum, Sektor Tekstil dan Produk Tekstil Serta Alas Kaki, Segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Provinsi Bali sebagai Sektor dan Daerah yang Memerlukan Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank,” tambah Tribroto.

Di awal laporannya, Giri Tribroto menjelaskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara mencatat kinerja Industri Jasa Keuangan di Provinsi Bali posisi Oktober tahun 2022 tumbuh menguat seiring dengan kinerja perekonomian domestik. Hal ini tercermin dari fungsi intermediasi yang masih berjalan baik, walaupun pertumbuhan kredit lebih rendah dibandingkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK).

“Di tengah laju inflasi yang tinggi dan ketidakpastian ekonomi global, perbankan masih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Profil risiko Industri Jasa Keuangan posisi Oktober 2022 masih terkendali. Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio Loan at Risk (LaR) mengalami penurunan,” ujarnya.

Sementara kecukupan modal BPR yang tercermin pada rasio CAR BPR terjaga di atas threshold. Restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di Bali (berdasarkan lokasi proyek) mengalami penurunan yaitu dari Rp45,80 triliun posisi Desember 2020 menjadi Rp35,54 triliun atau turun sebesar 22,39% posisi September 2022.

Berdasarkan sektor ekonomi, restrukturisasi kredit karena Covid-19 berlokasi proyek di Provinsi Bali didominasi oleh sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum (porsi 37,48%), sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (porsi 23,63%), dan sektor Rumah Tangga (17,56%).

Pada posisi Oktober 2022, baik penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK perbankan di Bali mengalami pertumbuhan. Performa ini turut berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi di Provinsi Bali di tengah semakin terkendalinya kondisi pandemi Covid-19.

Penyaluran kredit mencapai Rp98,18 Triliun atau tumbuh 3,45% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,22% (yoy). Pertumbuhan kredit Bank Umum di Bali sebesar 3,33% (yoy), sedangkan BPR mencapai 4,28% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit didorong oleh peningkatan kredit Modal Kerja dan Investasi.

Berdasarkan sektornya, pertumbuhan kredit disumbangkan oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan. Peningkatan penyaluran kredit ini seiring dengan kebijakan pelonggaran aktivitas masyarakat dan meningkatnya aktifitas pariwisata di Bali. Sementara itu penghimpunan DPK mencapai Rp137,22 Triliun atau tumbuh double digit yaitu 20,11% (yoy) tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,63% (yoy). Berdasarkan Kelompok Bank Modal Inti (KBMI), peningkatan DPK secara qtq didorong oleh kelompok bank pada KBMI 4.

Secara individual bank, PT BPD Bali (KBMI 1) menyumbang peningkatan Giro terbesar secara qtq. Disamping itu, berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK ditopang oleh kenaikan Giro dan Tabungan. Kondisi tersebut mencerminkan perekonomian di Provinsi Bali sudah mulai menggeliat. Fungsi intermediasi posisi Oktober 2022 turun dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) turun dari 73,16% menjadi 71,55%.

Hal tersebut disebabkan pertumbuhan kredit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK. Untuk realisasi penyaluran KUR Tahun 2022 sampai dengan Oktober 2022 sebesar Rp8,24 triliun atau 89,30% dari target KUR 2022 sebesar Rp9,23 triliun. Realisasi KUR terbesar pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran (43,52%), Pertanian (17,43%) dan Industri Pengolahan (13,18%). Perkembangan Sektor Pasar Modal Jumlah investor pasar modal wilayah Bali masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi yang mencapai double digit dengan kecenderungan tumbuh melandai.

Pada Oktober 2022, jumlah investor saham di Bali sebanyak 92.516 Single Investor Identification (SID) atau tumbuh 30,75% (yoy). Demikian juga untuk jumlah investor Reksa Dana dan SBN masing-masing tumbuh sebesar 38,99% (yoy) dan 35,85% (yoy). Pertumbuhan juga ditunjukkan oleh nilai transaksi saham dan kepemilikan saham. Nilai transaksi saham di Bali mencapai Rp4,11 triliun, terkontraksi -3,68% (yoy). Sementara itu, nilai kepemilikan saham di Bali mencapai Rp4,21 triliun, tumbuh 7,07% (yoy).