Muliaman D Hadad

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad mengatakan pihaknya masih mengkaji ketentuan pembatasan bunga kredit mikro perbankan Kajian itu di antaranya akan menyoroti dampak terhadap persaingan usaha antarbank, dan juga upaya mengurangi beban debitur kredit akibat tingginya marjin yang dinikmati bank, kata Muliaman di Jakarta, Senin (6/10).

“Kita lihat nanti yang pas itu apa, agar bank tetap untung, tetapi kemudian beban nasabah harus berkurang,” ujar dia.

Dalam kajian Otoritas, menurut Muliaman, pihaknya juga mempertimbangkan kondisi dan recana bisnis bank. Maka dari itu, dirinya belum dapat memastikan kapan ketentuan pembatasan bunga kredit mikro itu dapat diterapkan.

“Terus kita kaji karena yang mikro kan, ada kredit pemilikan rumah (KPR), itu mau kita lihat satu persatu,” kata dia.

Namun dia memastikan, Otoritas berkomitmen memprioritaskan pembatasan bunga bagi lini kredit mikro yang paling berdampak ke kehidupan masyarakat miskin.

Dengan likuiditas perbankan yang mulai membaik sekarang ini, Muliaman cukup optimistis kelonggaran tersebut dapat berpengaruh positif untuk bank dalam menjalankan fungsi intermediasinya.

Begitu juga dengan marjin bunga yang dipatok bank untuk pembiayaan, diharapkan dapat diturunkan dan tidak memberatkan nasabah.

Bagi perbankan, tingginya suku bunga kredit mikro juga sebenarnya beresiko kepada peningkatan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL).

“Pengawasan akan kita terus tingkatkan,” ujar dia.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha meminta OJK menindaklanjuti temuan mengenai beberapa bank yang menaikkan bunga kredit Unit Mikro, Kecil, dan Menengah, sebagai imbal dari kenaikan biaya dana akibat tingginya bunga deposito.

“Dari temuan kami, naiknya tinggi sekali, bahkan di Jambi ada yang mencapai 40,19 persen,” kata Direktur Kajian Kebijakan dan Advokasi KPPU Taufik Ahmad.

Menurut Taufik, dari temuan KPPU terakhir, suku bunga kredit UMKM yang tinggi berada di wilayah Jambi sebesar 40,19 persen, di Maluku sebesar 40,13 persen, dan Sulawesi Tenggara 37,77 persen. AN-MB