Muliaman D Hadad

Jakarta (Metrobali.com)-

Otoritas Jasa Keuangan menawarkan sejumlah insentif bagi lembaga jasa keuangan yang berkomitmen untuk meningkatkan porsi pembiayaan terhadap sektor ekonomi berkelanjutan dan juga perekonomian ramah lingkungan.

Insentif tersebut, antara lain, dapat berupa izin penurunan porsi pembiayaan produktif, juga insentif mengenai Aturan Tertimbang Manajemen Risiko (ATMR), kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad pada peluncuran “Arah Jalan Keuangan Berkelanjutan dan Buku Pedoman Energi Bersih” di Jakarta, Jumat (4/12).

Pemberian insentif itu, kata Muliaman, meskipun ditujuan untuk membuat sektor keuangan berkelanjutan atraktif, tetap akan memperhatikan manajemen mitigasi risiko guna memelihara kesehatan industri jasa keuangan.

Selain insentif dari regulator jasa keuangan, OJK juga akan mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, untuk memberikan insentif fiskal berupa “tax holiday” dan “feed in tariff”.

“Keuangan berkelanjutan merupakan dukungan menyeluruh dari industri jasa keuangan, untuk pertumbuhan berkelanjutan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan,” tutur Muliaman.

Selain sejumlah insentif tersebut, OJK dalam Arah Jalan Keuangan Berkelanjutan itu juga menawarkan insentif seperti penyediaan informasi (hub information), penghargaan untuk keuangan berkelanjutan (suistanable finance award), dan insentif mengenai kebijakan pelaporan.

Lebih lanjut, Muliaman menekankan dalam arah jalan keuangan berkelanjutan, akan dijelaskan secara rinci mengenai definisi dan prinsip jasa keuangan berkelanjutan. Kemudian juga mengenai landasan kebijakan dan panduan pengawasan keuangan berkelanjutan.

Arah jalan itu menjadi landasan keuangan berkelanjutan untuk jangka waktu menengah (2015-2019) dan jangka panjang (2015-2024).

Muliaman juga meminta, semua sektor jasa keuangan dapat meningkatkan pembiayaan ekonomi berkelanjutan, karena selama ini lebih banyak dilakukan oleh perbankan. Kontribusi perbankan untuk keuangan berkelanjutan juga, menurut Muliaman, masih nisbi kecil.

Hal tersebut juga disebabkan karena masih rendahnya pemahaman industri keuangan dan pelaku bisnis mengenai potensi ekonomi berkelanjutan, serta upaya untuk memitigasi risikonya.

“Hal ini membuat pelaku bisnis kurang antusias untuk menjadi inisiator ekonomi berkelanjutan,” ujar Muliaman.

Di kesempatan yang sama, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya meminta keuangan berkelanjutan dapat menjadi solusi untuk pemecahan permasalahan pengelolaan lingkungan nasional maupun global.

Di sisi lain, dia juga meyakini, keuangan berkelanjutan dapat sekaligus mendorong peningkatan daya saing jasa keuangan, baik perbankan dan non-perbankan.

“Keuangan non-bank juga dapat mengikuti langlah ‘green banking’,” ujar dia. AN-MB