MetroBali

Selangkah Lebih Awal

Odong-odong tak laik jalan, alasan akan dilarang mengaspal di DKI

Perakit odong-odong Mulyadi (47) mengecek hasil sambungan las pada bagian kepala mobil Toyota Kijang lama yang akan dimodifikasi menjadi odong-odong di Bengkel Anglingdarma, kawasan Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). (ANTARA/Andi Firdaus)

Jakarta (Metrobali.com) –
Anggota kepolisian Polda Metro Jaya menganggap angkutan lingkungan darma wisata atau odong-odong tak laik jalan, sehingga menjadi alasan dilarang mengaspal di DKI Jakarta.

“Kendaraan seperti odong-odong tidak memiliki dokumen-dokumen kelaikan jalan, tidak memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), BPKB, kalau dioperasikan di jalan tentunya melanggar aturan lalu lintas yang sudah ada,” ujar Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya Komisaris Polisi Fahri Siregar, Sabtu.

Fahri menjelaskan untuk mendapat dokumen kelaikan jalan, kendaraan tersebut harus memiliki Sertifikat Uji Tipe (SUT) dan Sertifikat Registrasi Uji Tipe Kendaraan (SRUT).

SRUT merupakan persyaratan untuk pendaftaran kendaraan bermotor dalam rangka mendapatkan STNK dan BPKB serta persyaratan dalam pelaksanaan pengujian berkala untuk yang pertama kali.

SUT dan SRUT juga merupakan syarat wajib untuk melakukan rubah bentuk atau memodifikasi kendaran. Tidak adanya dua sertifikat tersebut dianggap melanggar aturan lalu lintas.

“Itu tertuang di Pasal 277 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas, setiap kendaraan bermotor yang dioperasionalkan di jalan harus memenuhi kewajiban untuk uji tipe. Kalau tidak, ada pelanggarannya lalu lintasnya,” ujar Fahri.

Fahri menganggap penindakan terhadap odong-odong dianggap dapat memberikan manfaat, karena tujuannya memberikan kepastian hukum dan keadilan.

Selain itu tujuan lainnya agar pemilik dan penumpang dapat memahami risiko kendaraan tersebut berpotensi timbulkan kecelakaan lalu lintas.

“Harapan kami sebenarnya kita akan lakukan sosialisasi terlebih dahulu karena memang ini fenomena yang kerap kali terjadi. Pemahaman kami, tindakan kepolisian tidak hanya represif, tapi reventif dan preemtif,” ujar dia. (Antara)