e4d03e00-0bb2-430d-8878-1548457cdeef_43Jakarta (Metrobali.com)-

Bagi para petualang dan pencinta alam, nama ‘Nyomie and Max’ mungkin sudah tak asing lagi di telinga. Pasangan ibu dan anak ini cukup dikenal di social media khususnya Instagram. Tidak lain karena sosok Maxwell Amertha, pendaki cilik Indonesia yang telah menapaki 16 gunung dan bukit yang tersebar di hampir seantero Pulau Jawa di usianya yang baru tiga tahun.

Bersama ibunya Nyoman Sakyarsih (Nyomie), Max, begitu ia akrab disapa, telah menjejakkan kakinya di Gunung Bromo, Gunung Batur, Puncak Prau dan Puncak Sikunir di Dieng, Gunung Rinjani, Ijen, Semeru, hingga yang terakhir Argopuro pada Januari 2016 lalu. Sejak usia lima bulan Max memang sudah akrab dengan alam ketika pertamakali sang ibu membawanya naik gunung.

b9991303-44f5-4843-afde-b1001c98fcc4_43Puncak Bromo menjadi titik awal dimulainya perjalanan Nyomie dan Max berpetualang. Kala itu, sekitar Mei 2013, tujuan Nyomie ‘nekat’ membawa Max dalam gendongannya seorang diri adalah untuk merenungkan sebuah keputusan besar yang akan ia ambil demi menentukan jalan hidup selanjutnya.

“Dulu aku butuh liburan untuk refreshing tapi aku juga tidak bisa meninggalkan dia. Jadi aku berangkat ke Bromo. Aku ingin dia berada di dekatku saat aku memutuskan itu,” cerita wanita berusia 31 tahun ini saat berbincang dengan Wolipop di Kota Kasablanka, Jalan Casablanca, Jakarta Selatan, Rabu (17/2/2016).

Selama perjalanan, ada kejadian unik yang membuat Nyomie yakin bahwa alam bebas adalah ‘dunianya’ Si Kecil Max. Tidak seperti bayi pada umumnya yang biasanya akan rewel atau menangis karena lelah dan dinginnya udara yang menusuk tulang. Max justru merasa nyaman dan sangat menikmati perjalanan bersama sang ibu. Bahkan ia jadi lebih aktif ketika Nyomie berhenti berjalan untuk beristirahat sejenak.

2b32fedc-b7e3-40d3-a3e1-186f67bd1f99_43Kaki-kaki mungil Max bergerak lincah dalam gendongan. Seolah meminta wanita kelahiran Bali ini untuk terus berjalan. Mencapai puncak untuk melihat indahnya pemandangan matahari terbit di Puncak Bromo.

“Pas trekking itu kok dia senang. Kalau aku berhenti karena ngos-ngosan untuk ambil napas, dia tendang-tendang aku. Itu dalam keadaan tidur. Begitu matahari terbit baru dia bangun. Sampai atas pun dia nyaman-nyaman saja nggak terlihat kedinginan,” tutur wanita yang berprofesi sebagai dokter hewan ini.

Melihat Max cukup antusias dan menikmati perjalanan pertamanya, muncul keinginan Nyomie untuk membawa anaknya berpetualang ke lebih banyak daerah. Tentu saja dengan persiapan yang lebih matang dan stamina lebih kuat. Ia sempat mendaki bersama teman-temannya tanpa membawa Max, dan berakhir dengan penyesalan karena selama perjalanan, yang terlintas di pikirannya hanyalah sang buah hati.

42f76f0c-a420-49a2-ab52-a3f9e3324c83_43Sejak itulah wanita yang juga aktif menyelamatkan hewan-hewan terlantar ini memutuskan bahwa ia tidak akan pergi ke manapun tanpa mengajak Max. Karena sosok mungil itu menjadi penyemangatnya tak hanya saat berpetualang tapi juga dalam seluruh kehidupannya.

“Sempat mendaki sama teman-teman saat itu aku tinggal dia. Dan itu rasanya nggak enak banget. Aku sangat stres dan menyesal udah tinggalkan dia walaupun hanya sebentar. Aku pikir tidak ada liburan yang bisa aku nikmati kalau tidak bawa dia,” ujar Nyomie.

Perjalanan kedua Max, saat usianya menginjak 1,1 tahun ke Gunung Batur. Medan pendakian yang cukup sulit tidak menyurutkan niat Nyomie untuk menggendongnya sendiri hingga puncak, meskipun saat itu ia juga ditemani seorang porter. Medan terbilang menantang, karena jejakannya lebih banyak pasir. Selain membawa Max yang sudah memiliki bobot 9 kg, Nyomie juga harus menggendong tas dengan berbagai perlengkapan seberat 5 kg.

“Jadi total beratnya 13 kg,” ucapnya seraya tertawa.

4b5040a7-4386-47df-9e8d-63d1e49eaa2e_43Petualangan selanjutnya, giliran Puncak Prau dan Puncak Sikunir di Dieng. Kala itu usia Max 1,6 tahun. Meskipun suhu dinginnya cukup ekstrem, Max tetap semangat bahkan terlihat bahwa ia sangat menikmati momen ketika sampai di puncak. Tawa lepas dan teriakan penuh antusias menjadi penanda kalau bocah cilik ini memang cepat menyatu dengan alam.

“Aku tahu kalau dia tahan terhadap dingin. Dan dari situ sudah terlihat dia sangat enjoy,” kata Nyomie bangga.

Tidak berhenti sampai di situ, pada usia 1,8 tahun Nyomie kembali mengajak Max mendaki Gunung Agung dan Gunung Ijen. Sayangnya karena medan yang terlalu sulit dan kondisi tak memungkinkan, perjalanan ke Gunung Agung akhirnya terpaksa tidak dilanjutkan. Keduanya berhasil mencapai puncak Gunung Ijen dalam waktu sehari.

“Track di Gunung Agung itu semakin ke puncak ada batu yang longgar-longgar. Stamina temanku yang bawa Max memang masih kuat. Hanya saja nanti kalau turun aku nggak yakin sanggup. Aku lihat waktu itu ada pendaki lain turun, dia tergelincir. Kalau kita naik tidak bawa apa-apa oke saja. Tapi kalau nanti tergelincir bawa bocah kan bahaya. Akhirnya aku putuskan sampai sini saja. Karena buat dia yang penting jalan-jalannya,” urai Nyomie.

Begitu usianya menginjak 1 tahun 11 bulan, Nyomie mulai berani ‘melepas’ Max untuk berjalan sendiri, kala itu dalam pendakian Gunung Rinjani. Untuk bocah seusianya, langkah kaki Max sudah cukup terarah. Ia juga cukup mengerti hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama berada di gunung. Kedewasaan Max pun membuat Nyomie kagum dan merasa aman. Bahkan lebih aman ketimbang saat buah hatinya berada di tempat dengan banyak orang.

Saat perjalanan ke Gunung Semeru, Max pun sudah boleh berjalan sendiri dan jaraknya cukup jauh, sekitar 2 km. Medannya cukup datar sehingga Nyomie merasa aman untuk melepasnya sedikit lebih lama. Meskipun pendakian kala itu tak sampai puncak, karena kencangnya terpaan angin dan suhu yang sangat dingin.

“Jalannya terarah. Dia cuma mau ada di sebelahku. Kalau dia rasa susah, atau dia sudah mulai ingin mendaki dan memanjat-manjat dia pasti menunggu aku. Di situ aku mulai tahu kalau dia senang trekking,” jelasnya.

Pengalaman tak kalah seru pun berlanjut ke Gunung Merbabu, dan terakhir adalah Argopuro yang merupakan Gunung dengan jalur sangat panjang dan cenderung curam. Setelah Argopuro, Nyomie belum menentukan gunung lain yang akan didaki selanjutnya. Ia menuturkan keinginannya bisa mendaki gunung di luar Pulau Jawa, meskipun belum ada bayangan kapan tanggal pastinya.

“Yang penting liburan. Nggak harus ke gunung terus juga,” tukasnya. Sumber : Wolipop