No Viral No Justice! PT BTID Janjikan Nama Pantai Serangan Tidak Diubah, Ketum BIPPLH Jero Gede Agung Subudi Ingatkan Investasi Jangan Langgar Bhisama Jika Tidak Ingin Dikutuk
Foto: Aktivis lingkungan dan Ketua Umum BIPPLH Jero Gede Agung Subudi.
Denpasar (Metrobali.com)-
Aktivis lingkungan yang juga Ketua Umum dan Pendiri Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Jero Gede Agung Subudi mengingatkan akar persoalan di Serangan harus segera diurai dan PT Bali Turtle Island Development (PT BTID) dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali harus mengikuti aturan sesuai peraturan perundang-undangan yang ada khususnya juga mengikuti bhisama (keputusan bersama yang memiliki kekuatan mengikat yang mengacu kepada hukum-hukum agama Hindu dalam susastera) yang menjadi pedoman di Bali.
Hal itu ditegaskan Jero Gede Agung Subudi ditemui usai ikut bersama Angota DPR RI Dapil Bali Nyoman Adi Wiryatama dan Nyoman Parta serta Anggota DPD RI Perwakilan Bali Niluh Djelantik turun langsung ke Serangan berkomunikasi dengan manajemen PT BTID dan juga warga Serangan pada Kamis 30 Januari 2025.
“Saya sebagai aktivis lingkungan bersama rakyat Bali akan mengawal ini. Sebenarnya yang terjadi hanyalah misskomunikasi. Setelah ada pertemuan tadi, suasana jadi cair. Nama Pantai Serangan dan nama jalan juga disepakati tidak diubah,” kata Jero Gede Agung Subudi.
Sebelumnya proyek KEK Kura-Kura Bali terus menjadi sorotan tajam publik. Persoalan demi persoalan pun mulai muncul ke permukaan dalam pengembangan Kura-kura Bali yang menandakan bisa saja ada fenomena gunung es persoalan pelik di Serangan yang diakibatkan ulah PT BTID.
Persoalan terbaru menyita perhatian publik dengan viralnya nama Pantai Serangan, Denpasar yang secara seenaknya dan sepihak diubah menjadi Pantai Kura-Kura Bali oleh PT BTID. Keluhan setiap hari juga datang masyarakat lokal Serangan yang merasa terpinggirkan, merasa diperlakukan tidak adil oleh PT BTDI dan dikebiri hak-haknya seperti mereka dipersulit untuk sembahyang ke pura yang berada di dalam areal KEK Kura-Kura Bali. Bahkan untuk sembayang dalam rombongan banyak mereka harus mendapatkan surat izin dari PT BTID. Jeritan warga Serangan menjadi sekelumit kisah pahit di balik janji gemerlapnya investasi dan pembangunan di Serangan.
Namun ternyata persoalan tersebut hanyalah akibat dari misskomunikasi antara pihak manajemen PT BTID dengan masyarakat dan bukanlah persoalan yang sangat serius. Begitu persoalan perubahan nama Pantai Serangan viral, ruang diskusi pun dibuka lebar oleh PT BTID dan para wakil rakyat turun ke Serangan untuk mencari solusi bersama. “Pertemuan tadi terjadi karena no viral no justice. Jadi mari kita kawal ini bersama lingkungan di Serangan terjaga, dan masyarakat Serangan bisa mendapatkan akses ke pantai, ke pura tanpa ada larangan,” tegas Jero Gede Agung Subudi.
“Selama ini publik merasa antipati pada BTID mendengar persoalan orang mau sembayang harus minta izin, nama Pantai Serangan diubah menjadi Pantai Kura-Kura Bali dan masalah lainnya. Berbagai informasi itu membuat kejengkelan masif,” ungkap Jero Gede Agung Subudi.
Namun kini sejumlah benang kusut dan akar persoalan sudah mulai terurai perlahan setelah adanya pertemuan dan pengawalan dari para wakil rakyat di Bali bersama pihak manajemen PT BTID dan masyarakat lokal Serangan. Warga setempat juga sudah menyampaikan unek-unek dan keluh kesahnya yang selama ini dianggap diabaikan oleh pihak PT BTID.
“Tadi disampaikan bahwa unek-unek nelayan akan disikapi dan ditindaklanjuti oleh manajemen BTID. Jadi solusi yang disampaikan dari para wakil rakyat tadi harus segera ditindaklanjuti. Yang penting juga komunikasi di manajemen PT BTID dari bawah ke atas harus diperbaiki,” ujar Jero Gede Agung Subudi yang juga Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ) itu.
Dia mengingatkan PT BTID harus konsisten menjalankan solusi yang telah disepakat bersama untuk menuntaskan berbagai persoalan yang ada di Serangan. “Jangan sampai yang diucapkan tidak sama dengan apa yang terjadi. Semua unek-unek keras masyarakat Serangan yang telah disampaikan harus diatensi,” katanya mengingatkan.
Jika di kemudian manajemen KEK Kura-Kura Bali dan PT BTID kembali melakukan berbagai pelarangan dan tidak menjalankan hal-hal sesuai kesepakatan dalam pertemuan, maka Jero Gede Agung Subudi mengajak masyarakat Bali turun ke Serangan mendemo PT BTID. Dia pun menegaskan siap menerjukan ribua massa dan seluruh jaringan BIPPLH se-Bali untuk berjuang menghadirkan keadilan bagi masyarakat Serangan dan melawan investor yang merusak lingkungan Bali serta menggerus budaya Bali.
“Setelah ini saya dan seluruh jaringan BIPPLH bersama masyarakt Bali akan mengawal serius. Kalau tidak direalisasikan oleh PT BTID saya siap memimpin ke lapangan demo. Janji PT BTID harus ditepati untuk kebaikan masyarakat Serangan, kebaikan investor dan kebaikan masyarakat Bali secara keseluruhan,” tegasnya.
Sebagai aktivis lingkungan dan Ketua Umum BIPPLH, Jero Gede Agung Subudi mengajak semua pihak untuk menjaga alam lingkungan Pulau Bali jangan sampai dirusak. Dia juga mengingatkan investasi yang masuk di Bali jangan sampai merusak lingkungan dan menggerus budaya karena kalau itu terjadi akan kutukan akan datang sebagaimana yang termuat dalam Bhisama pada Lontar Batur Kalawasan.
“Bali akan selalu menjadi incaran investor. Bali juga tidak akan pernah menolak investor tapi investor yang berinvestasi harus memenuhi kaidah-kaidah yang ada sesuai Tri Hita Karana di Bali dan jangan melanggar bhisama. Jadi masyarakat Bali tidak antipati pada investasi sepanjang sesuai peraturan perundang-undangan dan bhisama,” pungkas Jero Gede Agung Subudi. (wid)