Ni Komang, gadis Bali pendamping orang rimba
Oleh Nanang Mairiadi
Jambi, (Metrobali.com)
Ni Komang Sri Andayani (25) pantas dijuluki “perempuan tangguh” karena kegigihannya mengabdi mendampingi Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) di Kawasan ‘Wildlife Conservation Area’ (WCA) di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, yang jadi habitat hewan liar.
Kehidupan di hutan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya. Nyaris tidak ada rasa takut di wajah perempuan berkacamata asal Bali ini.
Dia sudah terbiasa saat harus menerobos hutan rimba untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendamping warga Suku Anak Dalam (SAD) alias Orang Rimba.
Komang, begitu dia akrab disapa, menyadari bahwa risiko pekerjaannya sangat tinggi. Namun jiwa sosial dan kuatnya keinginan untuk membantu kehidupan Orang Rimba membuatnya tidak terlalu memperdulikan hal itu.
Jiwa sosialnya pula yang membuat sarjana Oseanografi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, rela menepis jauh-jauh impiannya untuk menjadi ahli kelautan, sesuai disiplin ilmu yang ditekuninya semasa kuliah.
Tahun ini adalah tahun ketiga baginya menjadi karyawan PT Lestari Asri Jaya (LAJ), perusahaan HTI karet alam berkelanjutan, yang bertugas mendampingi Orang Rimba.
Komang mengaku beruntung bisa diterima dan telah menjadi bagian dari keluarga besar Orang Rimba. Sebab, bukan hal mudah baginya untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru terlebih komunitas orang rimba sangat tertutup dengan orang luar.
Ni Komang juga sudah terbiasa berinteraksi dengan pendatang. Hal itu pula yang membuat orang tua dan keluarganya di Bali, sempat menentang keinginan Komang merantau ke Jambi.
Namun dengan perjuangan dan tekad kuat untuk membantu kehidupan orang rimba, akhirnya Komang bisa meyakinkan keluarganya hingga mendapat restu keluarga.
“Awalnya tidak mudah bagi saya untuk bisa beradaptasi dengan kehidupan orang rimba dan terlebih, pekerjaan ini juga menuntut saya untuk tetap waspada saat berada di dalam hutan, tetapi semua itu saya jalani dengan ikhlas dan semangat demi membantu kelompok Orang Rimba mendapat kehidupan yang layak,” kata Ni Komang.
Bersahabat dengan lintah
Salah satu kejadian yang masih membekas diingatan Komang adalah tatkala dirinya tengah mencari bibit tanaman yang berada jauh di dalam hutan.
Tiba-tiba dia baru menyadari sekujur tubuhnya telah dipenuhi dengan lintah. Hewan kecil pemakan darah tersebut ‘dengan semangat’ menyedot darah perempuan berparas cantik ini.
“Saya sangat panik, karena saya baru pertama kali mengalami kejadian tersebut, untunglah ada warga Orang Rimba yang membantu saya dan saya segera terbebas dari lintah tersebut. Akhirnya sekarang malah ‘bersahabat’ alias tidak panik lagi menghadapi lintah,” kata Ni Komang.
Pengalaman lain yang turut dikenangnya, tatkala dia menjadi tempat berkeluh-kesah seorang induk (sebutan untuk ibu di Orang Rimba), yang sedih karena anak yang baru dilahirkannya meninggal dunia.
Padahal kala itu Komang baru saja ditugaskan menjadi pendamping orang rimba dan baru sekali berkunjung ke kawasan pemukiman kelompok Orang Rimba. Rasa empati yang dia lakukan ke sang induk, akhirnya membuat keluarga tersebut menganggapnya sebagai saudara.
Jadi pendamping kelompok Orang Rimba bukanlah perkara gampang, selain kendala bahasa dan budaya, Orang Rimba sangat rentan dimanipulasi dengan isu tertentu oleh pihak yang ingin mengambil untung.
Pernah ketika di tengah kesibukannya mengajari berbagai pelajaran kepada anak-anak rimba, serta memberikan panduan tentang cara bercocok tanam dan berladang yang baik, tiba-tiba muncul isu negatif yang menerpa Komang dan tim pendamping lainnya.
Entah dari mana munculnya, beredar kabar bahwa menjadi warga binaan malah mendatangkan kerugian bagi kelompok Orang Rimba.
Namun demikian kini komunitas orang rimba sudah bisa menerima kehadiran dirinya.
Pendekatan personal terbukti ampuh menggandeng mereka untuk dibina dan dibimbing. Bahkan, bisa dibilang, Komang sudah dianggap sebagai bagian dari kelompok Orang Rimba dan mendapat kepercayaan mereka.
Pernah suatu ketika, Komang lupa membawa uang saat melaksanakan tugasnya berkunjung ke pemukiman warga, dia dipinjami uang oleh satu Orang Rimba untuk membeli minuman di warung.
Awalnya ingin berutang ke warung saat membeli minuman, tetapi si pemilik warung bilang, bahwa minuman saya sudah dibayari seorang warga. Warga itupun bilang, dia meminjamkan uangnya dan bisa dikembalikan setelah saya punya uang, kata Ni Komang.
“Bagi saya, menjadi pendamping orang rimba itu adalah panggilan hati, memang saya bekerja di PT LAJ anak perusahaan PT Royal Lestari Utama (RLU),” ujarnya.
Tugas pokok Ni Komang dan tim adalah membawa Orang Rimba untuk bisa hidup lebih baik, terutama dalam hal bercocok tanam.
Selain itu, tugas lainnya adalah mendampingi kelompok perempuan Orang Rimba hingga mengelola manajemen di keluarga.
Semua tugas dan tanggung jawab yang dibebankan itu dilakukan dengan sepenuh hati. Jiwa sosial dan keikhlasan hati Ni Komang telah mengalahkan semua rintangan yang dihadapi.
Baginya, perkenalan dan persahabatannya dengan Orang Rimba merupakan panggilan jiwa untuk turut membantu sesama agar bisa menjalani kehidupan ini dengan lebih baik lagi. (Antara)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.