Foto: Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi yang juga WKU Bidang Lingkungan Hidup Kadin Bali.

Denpasar (Metrobali.com)-

New Normal atau Normal Baru sebagai sebuah tatanan kehidupan baru dalam berdamai dengan Covid-19 menjadi diskursus dan wacana publik yang terus bergulir.

Di Bali New Normal ini disebut sebagai Bali Era Baru sesuai visi pembangunan Gubernur Bali Wayan Koster yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi menilai bicara New Normal atau Bali Era Baru bukanlah sekadar tatanan kehidupan menyikapi Covid-19.

“Namun bagi BIPPLH New Normal atau Bali Era Baru ini adalah sebuah konsep holistik tatanan kehidupan menuju keseimbangan dan keharmonisan dalam filosofi Tri Hita Karana,” kata Subudi, Sabtu (6/6/2020) serangkaian juga peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2020.

Menurut Subudi, New Normal atau Bali Era Baru dari perspektif Tri Hita Karana menuntut adanya keseimbangan atau keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan) dan manusia dengan alam (Palemahan).

Terlebih adanya pandemi Covid-19 sebenarnya memberikan hikmah, pembelajaran dan makna tersendiri khususnya bagaimana hubungan manusia dengan alam.

Selama pandemi Covid-19 ibarat menjadi menjadi recovery juga bagi alam lingkungan dimana banyak negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, karantina wilayah maupun Pembatasan Sosial Sekala Besar atau PSBB (seperti di Indonesia)

Sebab fakta menunjukkan kualitas udara menjadi lebih baik karena polusi udara berkurang akibat jumlah kendaraan yang lalu lalang di jalan raya lebih sedikit dari hari biasa serta banyak pabrik yang juga kerap menghasilkan limbah dan polusi tidak beroperasi. Aliran air di sejumlah sungai di perkotaan juga menjadi lebih bersih.

“Situasi yang terjadi saat pandemi Covid-19 ini mungkin bisa dijadikan pelajaran bahwa jika kita harus menerapkan pola hidup ramah lingkungan, menjaga alam lingkungan, menjaga bumi dengan baik,” kata Subudi, yang juga Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.

Pria yang juga Wakil Ketua Umum ( Bidang Lingkungan Hidup Kadin Bali mengatakan kondisi ini dan momentum menuju New Normal atau Bali Era Baru haruslah menjadi momentum pembenahan kondisi lingkungan Bali.

“Jangan serakah mengeksploitasi berlebihan alam Bali, maka alam pun akan berbaik hati dengan kita, memberikan hasil yang baik,” ujarnya.

Ini ibaratnya tombol restart atau restart button agar semua kebijakan pembangunan maupun aktivitas ekonomi haruslah ramah lingkungan atau tidak merusak maupun mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan.

Sebab di Bali ada kabupaten yang kondisi lingkungannya sangat parah. Belum lagi banyak masalah lingkungan yang begitu kompleks juga di berbagai daerah di Bali. Ini harus jadi perhatian serius dalam menyongsong New Normal atau Bali Era Baru.

“Ada kabupaten yg kondisi lingkungan hidupnya mengalami kerusakan cukup mengkhawatirkan karena galian C dan perambahan hutan,” kata Subudi lantas menegaskan dalam beberapa waktu ke depan BIPPLH akan mengecek keberadaan lingkungan hidup on the spot di setiap kabupaten/kota di Bali.

PR Lingkungan Hidup Bali

Ia memaparkan banyak isu-isu lingkungan di Bali yang perlu dicarikan solusi. Pertama, ancaman Bali krisis air seperti adanya kekurangan air baku untuk irigasi maupun air minum.

Kedua, kerusakan lingkungan yang memicu juga bencana alam (seperti banjir/longsor) dan akibat eksploitasi berlebihan.

Ketiga, alih fungsi laham pertanian/sawah yang begitu masif dan tidak terbendung yang juga menjadi ancaman tersendiri bagi ketahanan pangan Pulau Dewata.

Keempat, tingginya tingkat abrasi yang mengancam pantai-pantai indah di Bali yang perlu penanganan serius pemerintah bersama stakeholder terkait.

Kelima, diperlukan upaya pemantapan mitigasi dan adaptasi bencana dalam penataan ruang wilayah. Ini penting terlebih Bali telah memiliki payung hukum baru dalam hal penataan ruang.

Yakni pertama, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 atau Perda RTRWP Bali. Kedua, Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

“Dalam penataan dan pemanfaatan ruang, acuan Bupati/Walikota se-Bali Perda RTRWP, Perda ZWP3K dan UU Lingkungan Hidup. Jika ada pelanggaran Gubernur bisa langsung berikan sanksi. Juga BUMN yang beroprasi di Bali seperti Pelindo III, Angkasa Pura 1, ITDC, PLN dan lainnya wajib mematuhi Perda yang ada dan UU Lingkungan Hidup tersebut,” papar Subudi.

Keenam, Bali juga terus berjibaku menangani ancaman sampah plastik. Namun belakangan berkat berbagai kebijakan dan upaya serius Gubernur Bali, persoalan sampah plastik di Bali mulai perlahan bisa diatasi walau memang Bali belum sepenuhnya bebas dari sampah plastik.

Yakni dengan adanya Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik.

Lalu diperkuat pula dengan Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.

Ketujuh, masalah kualitas udara di Bali dan bagaimana menciptakan energi bersih dan ramah lingkungan.

Terkait hal ini, BIPPLH pun mengapresiasi Gubernur Bali  Wayan Koster  yang sangat serius mewujudkan Bali Era Baru pada aspek energi bersih dan kendaraan bermotor listrik yang ramah lingkungan.

Langkah nyata Gubernur Koster ini dituangkan dalam dua regulasi atau kebijakan Peraturan Gubernur (Pergub). Yakni Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 Tentang Bali Energi Bersih dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Subudi menegaskan BIPPLH siap ikut mencarikan solusi atas berbagai permasalahan lingkungan Bali dan mendukung kebijakan Gubernur Bali terkait melestarikan dan menjaga alam lingkungan Bali menuju Bali Era Baru.

“Dalam New Normal ke depan peradaban satu negara akan diukur seberapa besar perhatian dan keseriusan negara tersebut menyelamatkan alam lingkungannya sebagai paru-paru dunia. BIPPLH mengajak masyarakat menjaga paru-paru dunia mulai dari penyelamatan alam  lingkungan Bali,” ajak Subudi. (wid)