Denpasar (Metrobali.com)
Seorang nenek dalam kondisi sakit parah, Loena Kanginnadhi (77), dipaksa dihadirkan ke persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (26/6). Loena yang dalam keadaan lumpuh dan depresi dibawa ke PN Denpasar dengan menggunakan mobil ambulance dan tempat tidur/tandu dorong. Ini merupakan kali pertama terjadi di dunia peradilan di Indonesia.
Loena didudukan sebagai terdakwa dengan tuduhan melanggar pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan dana sekitar 1 juta dolar AS dan Rp 1.080.00.000 terkait penjualan tanah dengan Putra Masagung. Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan itu, Loena dihadirkan ke depan persidangan sebagai terdakwa.
Kondisi ini spontan membuat Sumardhan, penasihat hukum Loena mengajukan protes kepada majelis hakim pimpinan John Tony Hutauruk. “Kami minta agar terdakwa Loena dirawat hingga sembuh dan kemudian dihadirkan ke persidangan,” tegas Sumardhan.
Terdakwa Loena dihadirkan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Astawa dkk ke persidangan dengan pertimbangan adanya surat dari RS Sanglah Denpasar tertanggal 15 Juni 2012 yang menerangkan bahwa terdakwa Loena sejak tanggal 11 Juni 2012 sudah diperbolehkan pulang dan tidak perlu dirawat inap di RS Sanglah Denpasar. Sebelumnya, terdakwa Loena sempat dirawat oleh tim dokter diketuai dr Rantap dan psikiatri dr Lely.
“Berdasarkan surat dari RS Sanglah tim medis menerangkan sudah boleh pulang dan tidak perlu dirawat inap,” papar Putu Astawa. Dalam sidang yang banyak diliput wartawan itu, dr Rantap dan dr Lely juga dihadirkan.
Namun karena kondisinya belum stabil dan masih lemah, majelis hakim pimpinan John Tony Hutauruk akhirnya menutup sidang dengan menetapkan bahwa terdakwa Loena dikembalikan lagi ke RS Sanglah Denpasar guna menjalani perawatan medis hingga batas waktu yang belum ditentukan. Terkait dengan hal ini, Hutauruk akan meminta bantuan tim dokter dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Denpasar sebagai dokter pembanding untuk memeriksa kesehatan terdakwa Loena.
“”Karena kondisinya seprti ini, majelis hakim akan melakukan pembanding dengan meminta bantuan dokter IDI Denpasar untuk memeriksa kesehatan terdakwa Loena,” tutur Hutauruk sambil memerintahkan tim JPU agar segera meminta bantuan tim dokter dari IDI Denpasar.
Sumardhan menjelaskan, pihaknya tidak berkeinginan untuk menghentikan persidangan. Namun Sumardhan meminta agar sidang dilanjutkan jika terdakwa Loena sudah pulih. Selama ini terdakwa Loena diketahui mengalami depresi dan lumpuh. Hal ini diduga karena terdakwa Loena merasa trauma sejak ditahan beberapa waktu lalu.
Perkara ini muncul pada 28 Maret 2001 ketika terjadi perjanjian jual-beli tanah seluas 30.000 M2 di Desa Jimbaran antara Loena selaku Direktur PT Trisetya Balisakti Development (TBD) dan Putra Masagung. Dalam hal ini Putra Masagung telah membayar pelunasan tanah sekitar 7.200 M2 seharga satu juta dolar AS dan Rp 1.080.000.000. “Tanah 7.200 M2 sudah diserahkan, sedangkan pemecahat sertifikat diserahkan kepada Notaris Liang Budiarta,” tutur Sumardhan.
Namun ternyata Putra Masagung melaporkan Loena ke Polda Bali dengan sangkaan melakukan penipuan dan penggelapan uang. Setelah melalui berbagai pemeriksaan hingga ke Mabes Polri, diketahui bahwa kasus ini merupakan sengketa perdata dan bukan pidana. Hal ini juga dikuatkan karena sampai saat ini masih ada empat perkara perdata lainnya yang masih dalam pemeriksaan.
Meski demikian, Loena yang adalah mantan Konsul Denmark di Bali itu sudah beberapa kali diperiksa secara pidana, dan bahkan ditahan. Polda Bali juga pernah dipraperadilankan oleh Loena dan kemudian dimenangkan Loena. Namun ternyata perkara pidananya tetap berlanjut. Sumardhan menduga kasus ini penuh “rekayasa” dan “permainan” tingkat tinggi.
Sumardhan menyatakan pihaknya bersedia mengembalikan seluruh uang yang diserahkan Putra Masagung sebagai pembayaran kepada Loena. “Kami mau mengembalikan seluruh dananya, kenapa klien kami dituduh menipu dan melakukan penggelapan,” ucap Sumardhan bernada tanya. Ia berharap agar Mahkamah Agung (MA) melakukan pengawasan terhadap perkara ini. Sumardhan juga berharap agar majelis hakim yang menyidangkan perkara ini diganti.GT-MB