Buleleng, (Metrobali.com)

Desa Dapdap Putih, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng kini resmi ditetapkan kembali sebagai nama Desa. Sebelumnya, kawasan yang dikenal sebagai lahan perkebunan terutama kopi, salak gula, tersebut bernama Desa Tista.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri no. 100.116117 Tahun 2022, tanggal 9 November 2022, desa dengan luas wilayah 912 kilometer persegi yang berpenduduk 4.640 jiwa itu ditetapkan kembali nama Desa Dapdap Putih menggantikan nama Desa Tista.

Kepala Desa Dapdap Putih I Gede Marjaya menerangkan pergantian panjang nama Desa dilakukan warga masyarakat bersama para pengurus adat, dengan mengajukan ke pemerintah pusat melalui kemendagri. “ Astungkara atas dukungan seluruh masyarakat nama Desa Dapdap Putih kembali digunakan sebagai nama Desa yang memiliki sejarah penting mewarisi jejak leluhur yang harus dilestarikan,” terang Marjaya, disela acara peresmian di Desa Dapdap Putih, Minggu (1/1/2023).

Pihaknya mengungkapkan, Desa Dapdap Putih kini memiliki 4 Banjar Dinas dan 3 Desa Adat. Masing – masing Desa Adat Tista, Desa Adat Munduk Mengenu dan Desa Adat Munduk Tengah.

Marjaya yang didampingi ketiga Bendesa Adat masing – masing Bendesa Adat Tista I Nyoman Astawa, Bendesa Munduk Mengenu I Nyoman Sandi dan Bendesa Munduk Tengah I Nyoman Suija, menuturkan terkait sejarah perubahan nama desa, berdasarkan Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Buleleng, Nomor 9 Tahun 1996 tentang Pembentukan 3 ( tiga ) Desa Pakraman, yaitu : Desa Pakraman Tista, Desa Pakraman Munduk Mengenu dan Desa Pakraman Munduk Tengah.
Pada kesempatan tersebut terjadi pula perubahan nama Desa Dinas Dapdap Putih menjadi Desa Dinas Tista. “Entah apa sebabnya, masyarakat merasa tidak pernah mengetahui nya,” ujarnya.

Sejalan dengan perubahan tata pemerintahan Desa Adat, perubahan nomenklatur nama Desa Dinas Tista, maka dalam satu wilayah pemerintahan desa, terjadi duplikasi penamaan antara Desa Pakraman Tista dengan Desa Dinas Tista.

“Hal tersebut menimbulkan kerancuan administrasi pemerintahan desa. Sering terjadi salah sasaran komunikasi, karena kebiasaan penyebutan nama desa jarang diembel-embeli dengan kata ‘Dinas’ atau ‘Pakraman’ sehingga sering terjadi salah sasaran,” tandasnya.

Selain itu, Jro Bendesa Nyoman Astawa menambahkan ada beberapa alasan pengusulan, yang mendasari pengembalian nama Dapdap Putih. Diantaranya nama Tista di Bali cukup banyak, seperti Desa Tista di Karangasem, Tabanan dan di Buleleng sendiri ada di kawasan Bhaktiseraga. Lantas yang tak kalah penting ada jejak bersejarah perjalanan Ida Rsi Markandya, berdasarkan “ Rontal Batur Kelawasan Petak “ dan “ Rontal Bhuwana Tattwa Maharsi Markandheya “. Terdapat jejak-jejak situs yang ditinggalkan orang suci tersebut di Bali, khususnya menjadi cikal bakal nama Dapdap Putih yang hingga kini diyakini memiliki cerita menarik untuk diketahui para generasi penerusnya.

Jejak Perjalanan Rsi Markandya

Lebih lanjut dijelaskan dalam naskah tersurat bahwa pada awal abad ke 18 masehi, datanglah seorang Rsi Agung bernama Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Madura ke hutan Besturi di Desa Sepang untuk napak tilas perjalanan ( ngetut pemargin ) “ Pamoksan Ida Maharsi Markandheya “ di Gunung Bhujangga ( Gunung Patas ).

Lantas, beberapa lama beliau melakukan yoga semadi disana, lalu beliau membangun tempat pemujaan widhi di hutan Besturi dan penyiwian Tirtha Sudamala di Tukad Mesiwi (Madewi). Kemudian membangun Pura Pemujaan Maharsi Markandheya di Asah Danu yang diberi nama Pura Kahyangan Maharsi Markandheya.

Suatu ketika, Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Madura berkenan meneruskan perjalanan Dharma Yatra dan tiba dihulu sebuah sungai (Yeh Leh) dalam alas / hutan rimba. Disana beliau melakukan puja semadhi dan menempatkan 5 ( lima ) buah batu sebagai Taulan (tanda).

Dikemudian hari oleh masyarakat Dapdap Putih, ditempat dimana beliau melakukan Puja Semadhi tersebut, didirikan Parahyangan Widhi yang diberi nama Pura Taulan yang disungsung oleh masyarakat Desa Tista. Pura tersebut berdampingan Pura Subak Gunung Renga, milik masyarakat Desa Pakraman Munduk Mengenu.

Konon diceriterakan, ada beberapa pemburu Warga Pasek Tangkas dari Desa Bujak (Sepang), dengan maksud berburu kijang. Sang pemburu secara tidak sengaja mengalami suatu musibah. Atas petunjuk niskala, pemburu tersebut diharuskan menghaturkan upacara ’maguru piduka’ di suatu tempat yang terdapat Batu Taulan, di hulu sebuah sungai, sebuah petilasan Ida Rsi Madura.

Sebelumnya diketahui bahwa Ida Rsi melakukan perjalanan menyusuri Tukad Panghyangan menuju keselatan, maka kelompok pemburu tersebut mencari Batu Taulan tersebut disekitar hulu Tukad Panghyangan. Lama dicari-cari, Batu Taulan tersebut tidak diketemukan. Dalam keputusasaan, para pemburu secara kebetulan, berjumpa seorang suci bernama Ida Mpu Dada Putih, dari Desa Gumuk Kancil, daerah Banyuwangi, yang datang ke alas Besturi, untuk napak tilas Pemoksan Ida Maharsi Markandheya.

Beliau memberi petunjuk, bahwa upacara tersebut dapat dilakukan ditempat yang dirasa cukup baik, dengan membuat ”Turus Lumbung” dari pohon dapdap, sebagai ’”penyawangan” Batu Taulan dimaksud.

Ternyata pohon “Dapdap” tersebut tumbuh subur dan berbunga ”Putih”.
Dikemudian hari, di tempat penyawangan ini, dibangun oleh masyarakat sebagai tempat suci penyiwian widhi, yang diberi nama Pura Kahyangan Dapdap Putih. GS