Museum Sanghyang Dedari Giri Amertha yang ada di Desa Adat Geriana Kauh, Desa Duda Utara, Selat, Karangasem kini rampung dan diresmikan pada Selasa (12/11/2019).

KARANGASEM, (Metrobali.com) –

Sempat mandeg, akibat aktivitas Gunung Agung pembangunan Museum Sanghyang Dedari Giri Amertha yang ada di Desa Adat Geriana Kauh, Desa Duda Utara, Selat, Karangasem kini rampung dan diresmikan pada Selasa (12/11/2019).

Museum Sanghyang Dedari Giri Amerta ini telah dibangun sejak akhir tahun 2016 silam yang pendanaannya difasilitasi oleh pihak Universitas UI melalui dana stimulant sebesar Rp. 216 juta.

Menurut Bendesa Adat Geriana Kauh, I Nyoman Subrata, dibangunnya museum ini berawal dari idea salah seorang mahasiswi UI bernama Saraswati Dewi yang tengah melakukan penelitian terkait dengan tarian sanghyang yang ada di Desa Adat Geriana Kauh.

Saat itu, Saraswati Dewi mempunyai idea untuk membuat semacam tempat pelestraikan Tari Sanghyang tersebut sampai akhirnya dari pihak Unibersitas UI sendiri yang memfasilitasi berupa bantuan museum pada tahun 2016 silam.

Namun dalam proses pembangunannya terpaksa haris dihentikan sementara karena aktivitas Gunung Agung mulai bergejolak hingga ditahun 2018 lalu proses pembangunannya kembali dilanjutkan hingga bisa diresmika pada hari ini.

“Dari sisi pembiayaan, kami awalnya mendapat dana stimulant dari Universitas UI sebesar Rp. 216 juta, namun seiring pembangunan berjalan kami warga sepakat untuk membuat ukuran bangunan yang lebih besar dari rencana awal hingga jika dikalkulasikan menghabiskan dana sekitar Rp. 400 jutaan itu semua dari pihak ketiga beserta warga Desa Adat Geriana Kauh,” Kata Subrata.

Didalam museum Sanghyang ini, terdapat berbagai peralatan yang berhubungan langsung dengan Tari Sakral tersebut seperti paiakannya, peralatan yang digunakan termasuk tembang atau nyanyian dari tari Sanghyang ini juga ada yang dituliskan diatas daun lontar.

Selain itu, karena erat kaitannya dengan hasil pertanian, didalam museum juga dipajang berbagai peralatan pertanian tradisional mulai dari alat bajak, piasu khusus memotong padi, lesung tempat menumbuk gabah serta sejumlah ngiu yang dipakai wadah untuk membersihkan beras sebelum dimasak pada jaman dahulu.

Dengan diresmikannya museum Sanghyang ini, warga Desa Adat Geriana Kauh menyatakan akar tetap mejaga adat dan tradisi yang ada untuk keberlangsungannya serta tidak akan mengkomersilkannya. Ritual Tari Sanghyang yang ada di Desa Adat Geraiana Kauh ini hanya akan dipentaskan untuk keperluan ritual.

Tari Sanghyang sendiri dipentaskan hanya setiap setahun sekli sekitar Bulan April atau pada hari Purnama Kedasa dalam penanggalan Bali. Adapun tujuan pementasan tarian sacral ini adalah untuk memohon agar hasil pertanian melimpah ruah dan terhindar dari hama.

Sementara itu, peresmian museum Sanghyang ini ditandai dengan pemotongan pita yang dilakukan oleh Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumatri bersama perwakilan Universitas UI dan tokoh masyrakat Desa Adat Geriana Kauh bersama sejumlah undangan lainnya. Setelah pemotongan pita, para undangan didampingi Bendesa diajak berkeliling kedalam ruangan museum untuk melihat ihat berbagai benda serta photo – photo dari Tari Sanghyang itu sendiri.

Dalam sambutannya, Bupati Mas Sumtri sangat mengapresiasi dan mendukung atas didirikannya museum Sanghyang Dedari Giri Amertha Desa Adat Geriana Kauh. “sayaberharap pendirian museum dengan berbasis komunitas ini diharapkan dapat menjadi wadah dokumentasi, serta pelestarian tari Sanghyang Dedari dan tari – tari sanghyang lainnya yang ada dikabupaten Karangasem baik itu berupa photo, tulisan maupun tayangan auia visual serta lontar yang berisi nyanyian Sanghyang dan kebudayaan lainnya,” kata Mas Sumatri.

Pewarta : Suartawan
Editor : Whraspati Radha